|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 19 Maret 2011

Kebahagiaan Bersumber Dari Kebajikan

 

Ajaran Sang Buddha bahwa kebahagiaan itu sesungguhnya bersumber dari segala kebajikan yang kita perbuat melalui ucapan, pikiran dan tindakan. Bhante Uttamo kemudian melanjutkan dengan pemaparan bahwa hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah berdana, contohnya fang shen dan berdana kepada Sangha.

Suhu mengemukakan soal dana yang kurang tepat sasaran, misalnya Bhikkhunya tidak suka durian tapi diberi dana durian. Bhante pun menambahkan bahwa berdana itu harus sesuai dan tepat sasaran. Jangan sampai dana kita sia-sia hanya karena unsur-unsur yang mempengaruhi dana itu kurang tepat sasaran. Fang shen sendiri tidak usah besar-besar, cukup dimulai dari rumah yaitu fang shen nyamuk. Di sini Bhante sangat piawai dalam memainkan joke-joke khas beliau, seperti teknik fang shen nyamuk sampai interogasi nyamuknya apakah termasuk nyamuk demam berdarah atau tidak.

Salah satunya yang paling menarik perhatian adalah hal tentang rumah jompo dan euthanasia ( mengakhiri hidup manusia karena atas dasar kasihan). Banyak umat yang pro dan kontra mengenai soal ini, namun kedua pembicara memberikan pandangan yang sangat bijaksana mengenai hal ini. Kita memang wajib berbakti kepada orang tua, namun bila kita tidak mampu merawat ( karena kesibukan kerja kita ) dan meninggalkan orang tua kita stress sendirian di rumah dari pagi sampai malam, maka kedua pembicara menyarankan sebaiknya kita menyerahkan perawatan orang tua kita kepada panti jompo. Namun bila kita masih mampu merawat orang tua ( misalnya usaha kita di rumah sendiri), bila kita masih menyerahkan ke panti jompo maka itu tindakan yang kurang bijaksana. Jadi disini fleksibilitas harus dikedepankan. Oleh karena itu dalam setiap tindakan kita harus sesuai dengan jalan Dharma, yaitu mengutamakan cinta kasih sekaligus kebijaksanaan.


Pada kesempatan itu, ada juga seorang umat yang menanyakan apabila kita mampu merawat orang tua, namun orang tuanya sangat menyusahkan, apakah diijinkan untuk diserahkan ke panti jompo? Bhante menjawab bahwa kesusahan apapun yang diberikan oleh orang tua kita, kita harus selalu mengingat bahwa kitalah justru yang lebih banyak menyusahkan mereka dulu saat kita masih kecil. Bahkan Bhante sempat bercerita bahwa ada salah satu umatnya yang begitu teganya mem-fang shen ibu kandungnya sendiri di mall ( dengan cara meninggalkan ibunya di mall dan dia bilang mau ke toilet, lalu dia pulang ke rumah meninggalkan ibunya duduk sendirian di mall), hanya karena kesal terhadap ibunya yang ( katanya) sangat cerewet. Dalam hal ini, Bhante juga mengemukakan bahwa apabila hanya sebatas cerewet itu wajar, karena kita waktu masih kecil pun jauh lebih rewel daripada orang tua kita.

Namun Bhante menyarankan bahwa apabila orang tuanya memiliki sifat-sifat yang negatif yang dapat memberikan contoh yang kurang baik bagi keluarga, maka sebaiknya juga dengan terpaksa harus diserahkan ke panti jompo. Karena bersikap negatif dengan bersifat negatif itu berbeda. Apabila hanya bersikap negatif, itu tidak terlalu mengganggu. Namun bersifat negatif, itu cukup mengganggu. Berbakti itu juga harus penuh kebijaksanaan, jangan sampai atas nama berbakti kepada orang tua, lalu anak-anak kita dikorbankan karena meniru sifat orang tua kita yang ( kebetulan) kurang baik.

Tentang ­euthanasia, baik Bhante maupun Suhu kurang setuju, karena itu termasuk pelanggaran Dharma yang berat ( garukkha kamma), yaitu membunuh orang tua sendiri. Bhante lalu bercerita tentang kisah salah seorang umat yang begitu berbakti kepada orang tuanya hingga jatuh miskin, bangkrut dan meninggalkan hutang yang begitu besar setelah itu baru kemudian orang tuanya meninggal dunia. Tapi endingnya bahagia karena saat ini, sang anak berbakti itu kini sudah bangkit kembali dan cukup sukses usahanya serta hidupnya kembali normal. Kebahagiaan karena berbakti kepada orang tua itu sungguh sangat indah dan juga luar biasa.

Bhante juga bercerita mengenai soal “meludah ke langit”. Bila meludah ke tanah, maka itu wajar. Namun bila kita meludah ke langit, maka itu pasti akan kembali ke wajah kita sendiri. Demikianlah dalam kehidupan kita, apabila orang tua memarahi anaknya itu adalah wajar karena itu adalah “meludah ke tanah”. Namun apabila anak memarahi orang tua itu kurang ajar karena seperti halnya “meludah ke langit”.yang pasti akan jatuh menimpa muka kita sendiri. Banyak kaum muda Buddhis yang sekarang kurang memahami konsep berbakti kepada orang tua yang diajarkan di dalam sutra-sutra Buddhis, yaitu mengenalkan Dharma kepada orang tua.


Banyak kaum muda Buddhis yang salah kaprah dengan hal ini hingga memaksakan orang tuanya untuk pergi ke vihara, ikut kebaktian dan mendengarkan ceramah (membaca sutra-sutra Buddhis) sampai membuat mereka jengkel. Menurut Bhante, hal itu sangat kurang bijaksana, karena maksud hati berbuat karma baik, namun kita justru malah berbuat karma buruk dengan cara menyakiti hati orang tua.


Hal yang paling tepat dalam mengenalkan Dharma adalah dengan penuh cinta kasih. Biarkan semua proses pengenalan Dharma itu berjalan dengan alami. Apabila hingga akhir hayat mereka, mereka masih belum mengenal Dharma, kita masih bisa melakukan paritta atau pelimpahan jasa terhadap mereka agar mereka dapat tumimbal lahir di alam berbahagia. Bahkan di dalam Buddhisme yang mengetahui tentang adanya konsep tumimbal lahir, perjalanan kita untuk mengenalkan Dharma kepada orang tua kita tidak akan berakhir di dalam satu masa kehidupan. Kita masih bisa terus melanjutkan kebajikan itu di dalam kehidupan-kehidupan kita selanjutnya.

Intinya, dalam proses pengenalan Dharma, kita jangan sampai melakukan “meludah ke langit”. Bhante juga mengingatkan bahwa meski orang tua sampai bersikap seburuk apapun, kita jangan sampai menyakiti hatinya, karena kita memiliki hutang budi yang sangat besar terhadap mereka. Apabila kita masih belum mampu membalas budi orang tua, setidaknya kita tidak berbuat sesuatu yang menyakiti hati mereka.

Pertanyaan-pertanyaan terakhir yang muncul adalah mengenai “ hari baik untuk fang shen” dan “apakah agama memegang peranan penting terhadap moralitas seseorang”. Bhante menjawab bahwa kata Sang Buddha, “setiap hari dimana kita berbuat kebajikan, maka itu adalah hari baik”. Sedangkan untuk pertanyaan kedua, Bhante mengemukakan bahwa agama tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan moralitas seseorang. Agama hanya menjadi tools yang dapat memandu kita menuju ke jalan kebenaran, namun yang paling utama adalah orang itu sendiri mau berusaha dan bertekad atau tidak dalam menyusuri jalan tersebut. Jadi intinya, manusia sendirilah yang paling memegang peranan penting di dalam pembentukan moralitas mereka sendiri, sedangkan agama hanya menjadi panduan.

Pada kesempatan itu pula, Bhante mengemukakan bahwa kita wajib melantunkan “sabbe satta bhavantu sukhittata” setiap saat, baik dalam ucapan maupun pikiran. Mantra ini meski pendek, tapi sangat ampuh dalam memberikan perlindungan. Karena tujuan dari mantra ini adalah untuk kebahagiaan semua mahkluk, maka kita akan selalu terlindungi dan juga bahagia. Mantra ini juga sangat ampuh terhadap hal-hal yg gaib, karena semua hal-hal yang bersifat negatif di dalam kehidupan ini pasti akan bisa ternetralisir dengan dengan doa kebahagiaan bagi seluruh makhluk dan seluruh semesta alam..

Ada 3 poin utama, bahwa kebajikan itu dapat bersumber dari ucapan, pikiran dan tubuh yang sesuai dengan Dharma, antara lain:
1. Latihlah tubuh kita untuk menghindari pembunuhan, asusila dan pencurian;
2. Latihlah ucapan kita untuk menghindari ucapan kasar, ucapan bohong, ucapan omong kosong dan juga ucapan-ucapan tidak benar lainnya;
3. Latihlah pikiran kita agar bebas dari keserakahan, bebas dari keinginan untuk mencelakakan pihak lain dan tetap selalu berjalan di dalam kemurnian Dharma.
Selamat berbuat kebajikan dan semoga selalu berbahagia, saddhu…

Tidak ada komentar:
Write komentar