|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Selasa, 09 Agustus 2011

Wejangan Buddha Hidup Ci Kung, Takut Susah

 

Petikan Wejangan Guru Suci kita, Buddha Hidup Ci Kung,
“Nasehat untuk Manusia di Dunia”

Manusia takut susah, maunya senang-senang, sejak kecil sudah dimanja orang tua.
Pagi tidak mau kerja, sore pun malas, tahunya main bersenang-senang, memboroskan uang.
Masih kecil didikan orang tua tidak serius, sudah besar “semau gue” sulit berubah.

Mari tengok dulu wanita pada umumnya
Kemajuan jaman membawa mode yang serba baru.

Hari-hari bersolek mempercantik diri, bedak ditabur, gincu dioles bertubi-tubi. Alis dicukur habis untuk digambar lagi. Hijau, merah, hitam dan putih, semua warna lengkap.

Tengah hari bolong udara panas, peluh bagaikan mandi. Bedak rontok, gincu tergerus, jelek bukan main.

Busana yang dipakai juga model baru, bokong bolong melompong memukau lelaki dungu.
Jalannya pun lenggak lenggok seperti ondel-ondel. Rok mini dipakainya tampak tidak sopan.

Sepatu, modelnya ratusan dan ribuan macam. Ada yang berlubang, ada yang digulung-gulung. Sepatu berhak tinggi tiga inci, katanya bagus, dipakai berjalan tidak wajar.

Kalau pergi harus ditemani tas tangan, di dalamnya penuh dengan barang kosmetik.

Sekali-sekali ada orang menasehatimu, lebih baik kau bekerja meringankan beban keluarga. Kamupun perlu uang untuk berdandan, tapi bekerja gaji terlalu kecil, untuk apa pun tidak cukup. Orang tua masih sehat dan gagah, seharusnya aku dipelihara sampai cukup dewasa.

Kelak aku dewasa dan kawin, suami harus pandai mencari uang. Memilih calon suami harus teliti, pilih yang kaya dan yang muda.

Orang tahu kamu malas, informasi itu beredar di antara tetangga. Orang bilang, “cewek” itu tidak karuan, maunya senang-senang saja, matahari sudah tinggi baru bangun dari tidurnya.

Kalaupun bangun pagi, tidak ada yang dikerjakan. Lahir dan batin tidak rapi, sangat tidak sedap dipandang.

Sering mengumbar amarah kepada orang tua, minta uang tanpa sungkan. Kadang orang tua menasehatimu dengan baik, tapi kamu malah marah memusuhi mereka. Muka ditekuk, sombong luar biasa, mulut monyong menggerutu, pergi dari rumah. Sekali pergi sampai beberapa hari, tidak peduli orang tua bersedih hati.

Terhadap adik-adik di rumah juga begitu, kata-kata makian diobral membuat ribut.

Etika dan budi pekerti tidak diindahkan. Nama baik leluhur habis oleh ulahmu.

Orang sibuk di sawah, kamu masa bodoh. Masak memasak dan urusan rumah tangga, sama sekali kamu tidak mau tahu.

Nonton bioskop dan jalan-jalan, bergaul bebas dengan teman lelaki seenaknya, ini bosan ganti lagi yang lain.

Kasihan, kamu tidak tahu aturan.

Mencuci baju tidak mau, membersihkan lantai pun tidak. Dengan tetangga juga tidak akur, tidak menyapa.

Perempuan macam kamu, orang pun merasa “amit-amit”. Siapa yang mengambil kamu sebagai istri akan celaka seumur hidup.

Kamu muncul, orang berpaling muka, nama buruk kemana-mana, orang tua kesal. Kalau tahu bakal punya anak seperti kamu, lebih baik tidak punya anak, tidak gila karena kesal.

Laki-laki malas ditertawakan orang
Dari pagi sampai sore maunya yang aneh-aneh. Sekolah tidak mau, bekerja pun “ogah”.

Kenyang makan pergi dari rumah, berkumpul dengan anggota “geng” jadi “jagoan”. Malang melintang di tempat mesum tidak karuan, cengar-cengir “main cewe”.

Rambut dibiarkan panjang tidak seperti pria, baju yang dipakai marong dan warna-warni. Celana seperti terompet dan macam-macam, dipandang seperti banci.

Bosan di luar pulang ke rumah, pelayanan kurang cepat kau marah menggeprak meja.

Orang tua kadang menasehatimu dengan baik, kamu bilang, kamu dilahirkan maunya orang tua. Kini aku sudah besar, tidak perlu diatur, segalanya bagaimana aku.

Adik-adik di rumah juga mengikuti tingkahmu, orang tua kesal makan hati.

Pekerjaan yang benar tidak dicari, lagak seperti preman. Meniru preman pasar, luntang lantung tidak karuan.
Foya-foya, mabuk-mabukan, main cewek dan berjudi, semua yang jelek kamu pandai, tapi soal bekerja sedikitpun tidak niat !

Kebun milikmu terbengkalai, rumput liar tumbuh tinggi. Kasihan kedua orang tuamu, mengurus ke bun bagai kerbau.

Kamu disuruh membantu, alasan tidak sempat, padahal di luar luntang-lantung larut malam baru pulang.

Sampai usiamu harus kawin, tapi orang terkejut setengah mati mendengar reputasimu sangat buruk. Sanak keluarga pun tidak ada yang merekomendasikan, wanita mana yang berani kawin denganmu akan sengsara sampai di batin.

Laki-laki yang sudah berkeluarga tapi tidak benar juga sama
Anak istri disia-sia, akhirnya merugikan diri sendiri. Kesan anak-anakmu padamu sangat buruk.

Sampai dewasa tidak tahu bakti pada orang tua, menjadi bahan tertawaan orang.

(Anak-anakmu berpikir) perlakuanmu terhadap anak istri sama sekali tidak beranggung jawab, di hari tua sudah sepantasnya kamu sengsara.

Semua itu ulahmu sendiri, siapa yang simpati?

Laki-laki macam itu, lebih baik menjadi gembel seumur hidup, sebab gembel masih ada kemauan, hanya tubuh cacat atau mental tidak normal.

Sedangkan kamu sebagai lelaki yang serba sehat, tapi malas bekerja maunya senang-senang saja, apakah pantas?

Aku menasehati semua kaum pria, harus bercita-cita tinggi dan mulia. Jadilah suri tauladan panutan orang, nama harum dikenang orang sepanjang masa.

Mari kita tengok lelaki pembina Tao.
Membina tao yang agung takut sengsara.
Setiap hari masih harus ke luar rumah, menguras pikiran menjelaskan Tao kepada orang lain.

Lama kelamaan pikiran pun kacau, ditertawakan orang, dianggap linglung.
Di dunia ini mana ada dewa-dewa dan kegaiban, kubuat sendiri bahan ceramah secara sembarangan.

Bila aku menurutimu memohon Tao, apakah penyakit sembuh badan enak?
Kalau betul manjur dan gaib, baru aku mau turut pergi sembahyang.

Lambat laun timbul sifat malas, ketulusan hati luntur berangsur-angsur.

Kadang sampai di fo dang, menyaksikan umat sibuk merapikan segalanya, bila aku duduk santai di sisi, bukankah akan ditertawakan orang sebagai pemalas?

Kupikir-pikir, hal ini tidak baik, maka aku datang hanya tanggal 1 dan 15 imlek saja. Tanggal 1 dan 15 sembahyang, buah sajian bisa dinikmati bersama.

Waktunya membersihkan lantai, mencuci piring dan mangkok, aku sembunyi di belakang tidak muncul.

Mendengar Pendahulu atau Tien Juan She datang, aku pura-pura berlaku sopan menyediakan air minum.

Jien Ren, yang mulia, betapa letih (kataku), sudah lama tidak jumpa, saya sangat terkenang. Jien Ren pun memujimu sangat saleh, kamu tertawa terkekeh dengan bangga.

Kamu tidak sungguh-sungguh mawas diri, lain di mulut lain kelakuan, orang pun tertawa sinis.

Kamu yang dungu ini takut bertugas badan sengsara, pandai berpura-pura dan bersandiwara, sedikit pun tidak jantan.

Orang cerdas cepat mengambil keputusan, berani sengsara di tengah kesengsaraan. Aku kerjakan yang orang lain tidak kerjakan.

Selalu maju di muka dalam hal pekerjaan, dengan demikian baru terhitung orang yang jantan.

Hati-hati dalam perbuatan dan kelakuan, ketahuilah hukum tidak bisa diajak kompromi.

Senantiasa mawas diri, 3 takut* dan 9 terpikir* simpan di hati.

Bila bertemu dengan orang malas itu, nasehati dia dengan sabar dan persuasif.
Semoga dia sadar lalu menempuh jalan baik bersama kita dan memupuk jasa pahala maju bersama.

Sebagai Tien Juan She harus ingat,
Perlakukan semua umat dengan adil, pikiran jangan “ruwet”.
Hati harus asli, jangan membuat golongan dan kelompok.

Tidak gentar akan badai hujan dan angin.

Semua sengketa tidak perlu diperdebatkan, yang penting kita sendiri harus prihatin.

Memimpin umat harus belajar sopan, santun dan ramah, rendah hati pula. Tidak boleh sombong dan maunya tinggi terus, menasehati orang harus terus terang dan hati lurus.

Adat jelek sifat buruk dibuang dulu, jangan maunya menang sendiri saja. Sudah begitu masih harus berupaya terus, karunia Tuhan dan budi Guru baru tidak disia-sia. Lupa budi dan tidak tahu budi, bukan satria.

Menipu Yang Maha Pengasih dan menyesatkan diri sendiri, juga melecehkan Guru Penerang.

Sendiri berkepala batu masih tidak mengakui, masih menuduh orang lain mencelakakan kamu.

Pikiran buruk bagai iblis bila tidak dibuang kelak pulang kesana pasti sengsara.

Bukan Guru tidak kasihan dan tidak sayang, nanti menyesal sudah terlambat, air mata bercucuran.

Ada Ciang she yang takut sengsara juga.

Kalau diundang untuk berceramah, dipilihnya topik yang pendek beberapa kata saja, ceramahnya tidak karuan asal jadi.

Ciang she yang begitu tidak memenuhi kewajiban, Yang di Atas jelas tahu akan dicatat semua.

Kalau dihubungi untuk merundingkan tugas suci, katanya dia sibuk badan pun kurang enak, hari ini sibuk ke sawah, besok pun repot yang lain.

Sehari, dua hari, waktu bergulir terus, ikrar dan janji dilupakan, akibatnya kamu sendiri yang merasakan.

Tampang dan lagak seperti orang yang tulus hati, sepandai-pandainya kamu bersandiwara, Gurumu tidak dapat dibohongi.

Bila kau menjalankan tugas dengan hati culas, Guru pun bisa saja berpura-pura terhadapmu.

Segalanya Tuhan tahu dengan jelas. Mana mungkin kamu diberikan kelonggaran tanpa batas.

Tidak mau susah, maunya senang-senang, di atas sana akan tercatat dengan jelas.

Siapa yang melanggar semua itu, cepatlah instropeksi diri.

Yang sudah bagus dan tidak melanggar, majulah lebih bersemangat.

3 Takut :

1. Takut pada Firman Tuhan
2. Takut pada orang besar di atas kita
3. Takut pada ucapan para Nabi



9 Terpikir :
1. Bila melihat terpikir harus terang
2. Bila mendengar terpikir harus jelas
3. Bila berekspresi terpikir harus tenang dan ramah
4. Bila bersikap terpikir harus hormat
5. Bila berucap terpikir harus setia pada kebenaran
6. Bila bekerja terpikir harus hormat pada pekerjaan
7. Bila curiga dan ragu terpikir harus bertanya
8. Bila marah terpikir pada kesulitan dari akibatnya
9. Bila mendapat keuntungan terpikir apakah itu halal

Tidak ada komentar:
Write komentar