|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 09 Januari 2012

Asal Usul Angpao

 

Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. 

Menerima angpao dari orang yang lebih tua pada Hari Tahun Baru Imlek merupakan saat yang paling membahagiakan bagi anak-anak di awal tahun.  


Angpao (红包 / hong bao) adalah amplop merah berisikan sejumlah uang yang diberikan sebagai hadiah menyambut tahun baru imlek. Angpao sendiri adalah dialek Hokkian, arti harfiahnya adalah bungkusan / amplop merah. Biasanya juga diberikan pada hari-hari yang mengembirakan seperti pesta pernikahan, ulang tahun.
Angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik. Yang boleh memberi angpao adalah mereka yang sudah menikah, diberikan kepada keponakan, saudara yang lebih muda atau adik, orang tua kepada anaknya. Namun apakah Anda mengetahui asal usul tradisi angpao ini? Terdapat cerita menarik di baliknya. 

Menurut legenda, pada zaman dahulu ada setan menakutkan yang disebut “Sui.” Setiap tahun pada malam tahun baru, setan itu akan datang untuk menyentuh kepala anak-anak yang sedang tidur sebanyak tiga kali. Karena ketakutan, si anak biasanya akan menangis keras, yang disusul dengan gejala sakit kepala, demam, dan mulai mengoceh tak karuan. Dan ketika gejala-gejala ini menghilang, anak tersebut akan menjadi bodoh. 

Karena khawatir si iblis Sui akan mengganggu anak-anak mereka, para orang tua pun berjaga-jaga sepanjang malam tahun baru, dengan tetap menyalakan penerangan untuk mengusir setan. Ini adalah asal usul dari budaya “tetap terjaga” di malam Tahun Baru. 

Sedangkan di sebuah kota bernama Jiaxing, terdapat sebuah keluarga bermarga Guan. Mereka adalah pasangan suami istri yang baik dan jujur dan baru saja memperoleh seorang anak di usia senja, sehingga mereka sangat menyayangi anaknya bagaikan benda pusaka.

Pada saat malam tahun baru, karena takut iblis Sui akan datang, kedua orangtuanya menemani anaknya bermain supaya anak itu tetap terjaga. Mereka memberinya kertas merah berisi uang delapan koin untuk dimainkan. 

Anak itu pun segera asyik memainkan koin, ia membungkus koin dengan kertas merah, membuka bungkusan, dan kemudian membungkus dan membukanya lagi, berulang-ulang sampai dia kelelahan hingga akhirnya tertidur dengan delapan koin yang dibungkus kertas merah itu tergeletak di samping bantalnya. Sedangkan pasangan suami istri Guan duduk di tempat tidur untuk tetap menjaga sang anak. 

Pada tengah malam, berhembus angin kencang sehingga membuat pintu terbuka dan mematikan lampu. Dan tepat ketika si setan hendak mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepala anak itu, ada seberkas cahaya perak yang menyilaukan memancar keluar dari kertas merah itu. Setan itu pun takut dan melarikan diri. 

Keesokan harinya, pasangan itu menuturkan tentang kejadian semalam kepada semua tetangga mereka. Sejak saat itu, mereka pun mulai melakukan hal yang sama. Dan sejak saat itu pula, anak-anak telah menjadi aman dan sehat tanpa masalah.

Ternyata delapan koin tersebut adalah perwujudan dari Delapan Dewa yang diam-diam datang untuk melindungi anak itu. Oleh karena itu orang-orang Tionghoa zaman dahulu menyebut uang yang dibungkus kertas merah ( angpao ) tadi sebagai “uang keberuntungan di hari Tahun Baru.”

Itulah sebabnya ada sebagian orang Tionghoa yang memberikan angpao pada anak-anak ketika malam tahun baru Imlek. Namun seiring dengan perubahan masyarakat dan hilangnya budaya tradisional, “uang keberuntungan” telah kehilangan makna aslinya di Tiongkok. 

Anak-anak di masa kini justru berlomba-lomba untuk mendapatkan uang paling banyak pada Hari Tahun Baru. Dan jika si pemberi hanya memberikan sedikit, mereka menjadi kurang senang dan tidak respek lagi terhadap orang tersebut. 

Selama bertahun-tahun, jumlah uang dalam bungkusan merah (angpao) telah menjadi berlipat-kali dari asal mulanya yang hanya sebuah koin. Namun kini angpao sudah tidak lagi dipakai untuk menangkal kejahatan, malah tampaknya justru sedang mendorong anak-anak menuju mentalitas serakah. Semoga saja suatu hari nanti, “uang keberuntungan” di dalam angpao, kembali membawa perdamaian dan keberuntungan bagi anak-anak. ( Yu xin )

Tidak ada komentar:
Write komentar