Dulu
ada seorang tetua yang bukan saja sangat kaya, juga berhati mulia; dia
berpikir daripada hanya sendirian menikmati harta kekayaan yang
melimpah, lebih baik dipergunakan untuk membantu orang lain, agar setiap
orang cukup sandang dan pangan.
Dia lalu membuka pintu kebajikan lebar-lebar, bersumbangsih hati cinta kasih untuk menolong semua orang miskin dan menderita sakit.
Dia lalu membuka pintu kebajikan lebar-lebar, bersumbangsih hati cinta kasih untuk menolong semua orang miskin dan menderita sakit.
Semua orang yang pernah menerima pertolongannya sangat berterima kasih
dan memuji sang tetua. Di kemudian hari namanya semakin tersebar luas,
bukan saja warga di negerinya sangat hormat dan cinta padanya, bahkan
warga negeri tetangga juga sangat memuji hati cinta kasihnya.
Ada seorang Dewa yang setelah tahu tetua ini menerima cinta kasih dan penghormatan dari banyak orang, lalu berpikir dalam hatinya, “Dulu sewaktu saya masih hidup di dunia juga suka berbuat kebajikan dan beramal, baru dapat menciptakan keberkahan alam Dewa dan setelah wafat terlahir di alam surga, akan tetapi perbuatan baik dari tetua ini melebihi saya, apakah mungkin buah keberkahannya kelak akan melebihi saya?”
Dalam hati Dewa ini lalu timbul rasa iri, dia kemudian berencana untuk menyurutkan batin menuju pencerahan dari sang tetua. Maka dia merubah diri menjadi seorang manusia awam dan datang ke hadapan sang tetua untuk berkata, “Anda menyumbangkan harta berharga anda, apakah tidak merasa menyesal? Harta yang diperoleh dengan susah payah sudah seharusnya diwariskan kepada anak-cucu, namun anda terus beramal, sehingga suatu hari nanti tentu harta anda akan ludes.”
Sang tetua menjawab dengan wajah tersenyum, “Segala sesuatu di dunia ini akan menghidupi makhluk hidup, jika harta saya hanya dinikmati oleh satu keluarga saja adalah sangat disayangkan, maka akan lebih baik jika dapat dinikmati oleh orang-orang di seluruh dunia.”
Bodhisattva hanya berharap semua makhluk terbebas dari penderitaan
Dewa
berpura-pura mengatakan, “Setahu saya, jika terlalu giat beramal, kelak
akan terjerumus ke alam neraka!” Sang tetua merasa sangat heran, sebab
seharusnya orang yang berbuat jahat yang akan menerima balasan dengan
terlahir di alam neraka, bagaimana mungkin orang yang beramal dan
berbuat kebajikan akan terjerumus ke alam neraka? Melihat sang tetua
tidak percaya, sang dewa lalu menciptakan ilusi pemandangan di alam
neraka dan berkata padanya, “Lihat! Orang-orang yang menderita siksaan
di alam neraka ini, dulunya adalah mereka yang suka beramal di dunia,
jika anda tidak percaya boleh bertanya kepada mereka.”
Sang
tetua maju ke depan dan bertanya pada salah seorang di antaranya,
“Kenapa anda terjerumus ke alam neraka?” Orang ini demi memenuhi
keinginan sang Dewa, menjawab, “Seperti katanya, dulu saya sering
beramal harta benda untuk membantu orang, itulah sebabnya setelah wafat
terjerumus ke alam neraka.” Sang tetua kembali bertanya, “Lalu ke mana
perginya orang-orang yang anda bantu?” “Mereka semua dilahirkan kembali
ke alam surga.”
Sang
tetua berkata dengan penuh suka cita, “Membuat semua orang bahagia
adalah cita-cita saya. Jikalau semua orang yang dibantu dapat terlahir
kembali di alam surga, sedangkan hanya saya sendiri yang terjerumus ke
alam neraka, itu tidak terhitung apa-apa, saya tetap saja sangat
gembira.”
Ekspresi sang tetua saat itu terlihat tulus dan mengharukan, sehingga membuat sang Dewa merasa sangat terguncang batinnya, hatinya merasa terharu dan malu, pemandangan alam neraka juga hilang.
Dia kembali ke rupa Dewa dan berkata kepada sang tetua, “Kata-kata yang saya sampaikan sebelumnya, semuanya adalah kebohongan yang disebabkan oleh timbulnya kecemburuan dalam hati saya, saya hendak menggoyahkan niat pikiran anda untuk beramal dan menolong orang miskin, sehingga saya memutar balikkan kebenaran akan hukum karma.
Sebetulnya, berbuat kebajikan akan mendapatkan keberkahan alam dewa, sedangkan dengan kondisi batin anda yang berharap semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan dengan tanpa mencari kedamaian dan kebahagiaan bagi diri sendiri, maka pembinaan diri anda sudah melebihi taraf alam Dewa, bahkan sudah menuju taraf Bodhisattva yang terang dan jernih tiada terhingga.
Jalan Bodhisattva memang sangat panjang dan jauh, ketika kita melangkah di jalan ini, kadangkala akan menerima perasaan berterima kasih dan hormat dari orang, namun kadangkala juga akan menerima kecemburuan dan fitnah dari orang, semua ini harus dihadapi dengan kebijaksanaan yang jernih dan keuletan yang teguh, kalau tidak, maka batin kita akan berputar mengikuti perubahan kondisi luar dan mudah untuk timbul perasaan ingin mundur.
Pertahankan niat kebajikan yang timbul pada masa awal secara langgeng. Dengan memiliki hati yang polos dan tulus tanpa ternoda oleh masalah dalam hubungan antar sesama, merupakan hal yang paling penting dalam pembinaan diri.
Berharap semua orang dapat tetap memelihara sifat hakiki yang jernih; ketika dipuji orang, jangan angkuh dan membesarkan diri, ketika difitnah orang, jangan timbul pikiran ingin mundur, ini baru merupakan pembinaan diri sesungguhnya.
Dikutip dari buku “Habis debu terbitlah terang” karangan Master Cheng Yen
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar