Kebajikan ( De 德 ) - Secara umum, orang Tionghoa biasa menyebut Tuhan Yang Maha Esa
sebagai Thian Kong (Tian Gong) atau Thi Kong, atau disebut juga Huang Tian Shang Di (皇天上帝).
Sebenarnya Tuhan itu sendiri tak dapat dijangkau oleh daya pikir /
nalar umat manusia yang terbatas, juga tidak dapat dijelaskan melalui
ucapan dan tulisan yang amat sangat terbatas, namun melalui
penciptaan-Nya kita mempercayai adanya SATU TUHAN, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Percaya dan hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa telah ada sejak 5.000-an tahun yang lalu pada zaman 五帝 Wu Di (Ngo Tee = 5 Kaisar Kuno, tahun 2952 – 2205 SM).
Tradisi Sembahyang King Thi
Kong (敬天公) ini turun temurun hingga
sekarang, itulah sebabnya setiap tahunnya pada tanggal 9 bulan 1 Imlek, yang tahun ini jatuh pada tanggal 8 Februari 2014 orang Tionghoa terutama orang Hok Kian,
melakukan upacara sembahyang King Thi
Kong (敬天公) yang dalam Bahasa Mandarin dilafalkan Jìng Tiān Gōng berarti sembahyang kepada Tuhan yang disebut juga perayaan Tahun Baru orang Hokkian.
Upacara sembahyang King Thi Kong
ini telah meluas dan bisa dilakukan mulai dari kalangan atas sampai ke
golongan masyarakat yang paling bawah atau orang-orang miskin sekalipun, seperti petani, pedagang dan
lain-lain. Wilayah Cina yang menyelenggarakan upacara ini adalah propinsi Fujian
dan Taiwan. Upacara ini juga diadakan di tempat-tempat lain yang didiami
oleh komunitas yang leluhurnya berasal dari kedua propinsi tersebut.
Di Propinsi 福建 Fu Jian (Hok Kian) dan 臺灣 Taiwan muncul istilah yang
sangat populer, yaitu 初九天公聖 Chu Jiu Tian Gong Sheng, yang berarti bahwa
pada Cia Gwe Cwe Kao (Tanggal 9 bulan pertama Imlek) adalah Hari Ulang
Tahun Thi Kong. Upacara King Ti Kong ini disebut juga dengan istilah Sembahyang Tebu.
Sehingga masyarakat di propinsi Hok Kian dan Taiwan
mengadakan sembahyang khusus untuk menghormati Thi Kong (Tuhan).
Upacara King Thi Kong ini juga telah menyebar di negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Saat ini yang sembahyang King Thi Kong, bukan hanya orang Hok Kian saja, tapi sudah menyebar dengan suku Tionghoa lainnya seperti Tio Ciu, Kong Hu, Hakka dll.
Persiapan Upacara King Thi Kong
Upacara King Thi Kong dapat diselenggarakan secara sederhana atau lengkap, yang terpenting adalah ketulusan dan kesuciannya, bukan kemewahannya. Sembahyang King Thi Kong ini biasanya dilakukan pada Cia Gwe Ce Pek (Tanggal 8 bulan 1 imlek) tengah malam pukul 12 yang berarti sudah masuk Cia Gwee Ce Kaw (Tanggal 9 bulan 1 imlek).
Yang
melaksanakan ritual King Thi Kong adalah orang yang sudah berpantang
makanan berjiwa atau vegetarian sejak hari ke 4 bulan 1 sampai dengan
hari ke 9 bulan 1. Pantang makan daging merupakan syarat, karena dahulu para warga yang
bersembunyi ke kebun tebu itu sama sekali tidak mengonsumsi daging.
Dalam ritual ini, segala perlengkapan harus khusus
atau tidak pernah dipergunakan untuk keperluan lainnya, bersih lahir dan
batin. Pagi hari di hari ke 9, upacara dimulai oleh anggota keluarga
tertua (kakek) atau kepala keluarga (suami, ayah).
Upacara King Ti Kong
dipandang terpenting dalam rangkaian upacara Sincia karena merupakan
kunci dan penentu semua langkah kehidupan bagi seluruh anggota keluarga
di tahun yang akan dijalani.
Penduduk yang miskin cukup menempatkan sebuah Hiolo (tempat menancapkan
dupa) kecil yang digantungkan di depan pintu rumahnya dan menyalakan hio
(dupa) dari pagi sampai tengah malam secara terus menerus. Bagi orang berada, acara sembahyang ini merupakan hal yang paling megah dan khidmat.
Hal-hal yang dapat mengingatkan orang Tionghoa kepada pengalaman
leluhurnya waktu itu, biasanya diikut sertakan dalam tata-cara
sembahyang King Thi Kong, misalnya :
- Sebuah Meja sembahyang King Thi Kong dengan
taplak meja warna merah. Meja altar biasanya diletakkan di atas dua atau empat bangku kecil.
Hal ini
disebabkan sewaktu pertama kali mengadakan sembahyang King Thi Kong
sebagai rasa syukur, leluhur mereka tidak memiliki meja khusus dan leluhur juga mempercayai bahwa pemujaan kepada Thi Kong (Tuhan) harus
di atas pemujaan biasa (melakukan penghormatan di atas kepala). Itulah sebabnya maka
meja yang biasa (pendek) diberi ganjal bangku supaya menjadi lebih
tinggi.
- Sepasang tebu yang diikatkan di sebelah kanan dan kiri sisi meja, biasanya diikatkan sebatang tebu yang
masih utuh (ada akar sampai ujung daunnya). Ada juga sebagian yang memotong tebu menjadi 9 bagian untuk disajikan dalam sembahyang syukur ini.
Hal ini untuk mengingatkan
saat leluhur dikejar-kejar pasukan Manchuria dan bersembunyi di
kebun tebu. Selain itu, tebu yang masih utuh juga melambangkan hidup
manusia, bahwa kesuksesan seseorang harus dibangun dengan akar yang kuat
(akar tebu), melalui berbagai rintangan dan pengalaman hidup (ruas
tebu) sampai tercapainya kesuksesan (daun tebu yang menjulang tinggi).
- Lilin merah besar sepasang
(2 batang) dipasang di depan altar meja sebelah kiri dan kanan.
- Tiga buah Shen Wei (神位
) atau Tempat Dewa yang terbuat dari kertas warna-warni yang saling
dilekatkan.
- Tiga buah cawan kecil
yang berisi teh di depan Shen Wei dijajarkan.
- Tiga buah mangkuk yang berisi misoa yang diikat
dengan kertas merah.
- Wajik biasanya disajikan dalam bentuk gunungan seperti tumpeng, yang bermakna agar keberuntungannya menggunung, dan melambangkan hok lok siu (fu lu shou).
- Kue mangkok (Huat kueh) yang bentuknya selalu merekah
pada bagian atasnya, bermakna agar hidupnya berkembang dan melambangkan kemakmuran atau hok lok siu (fu lu shou).
- Kue keranjang (Nian Gao / 年糕), yang bermakna agar kehidupan selalu manis dan
melambangkan kesejahteraan dan keberuntungan untuk tahun-tahun berikutnya.
melambangkan kesejahteraan dan keberuntungan untuk tahun-tahun berikutnya.
- Kue Khu, yang
cetakannya berbentuk kura-kura, yang bermakna agar hidupnya panjang usia
seperti kura-kura dan melambangkan hok lok siu (fu lu shou).
- Lima jenis Buah-buahan dan enam macam masakan vegetarian yang disebut Wu Guo Liu Cai (五果六菜) atau Go Ko
Lak Chai dalam bahasa Hok Kian, diatur di bagian depan altar meja. Ini menjadi dasar utama
dalam penataan barang sajian upacara sembahyang orang Tionghoa.
- Masakan dari tiga macam
hewan (Sam Sing / San Xing) atau lima macam hewan (Ngo Sing / Wu Xing),
dimana sajian Sam Sing atau Ngo Sing itu sebenarnya ditujukan untuk para
malaikat pengawal Thian Kong / Tuhan.
- Kim cua dan Ti Kong Kim (kertas sembahyang) biasanya dilipat dan ditumpuk secara bertingkat keatas.
Cara Sembahyang King Thi Kong
- Sebelum dimulai upacara sembahyang (Cia Gwe Cwe Pe = Tanggal 8 bulan 1 Imlek), seluruh penghuni rumah melakukan mandi keramas dan ganti baju.
- Sembahyang dilakukan tepat pukul 12 tengah malam ( Cia Gwe Ce Kaw), dimulai
dengan anggota keluarga yang paling tua dalam urutan generasinya.
- Semua orang
melakukan San Gui Jiu Kou (三跪九叩) atau Sam Kwi Kiu Kho dalam bahasa Hok Kian yaitu 3 kali
berlutut dan 9 kali menyentuhkan kepala ke tanah.
- Setelah selesai baru
kemudian kertas emas (kertas sembahyang ) yang dibuat khusus itu lalu dibakar bersama dengan Shen
Wei yang terbuat dari kertas warna-warni.
- Setelah kertas sembahyang ini dibakar, maka anggota keluarga kemudian mengambil
sepasang batang tebu dari altar (Umumnya cuma dipotong bagian atas pucuk tebu saja) dan
melemparkannya ke dalam api.
- Petasan dinyalakan untuk mengantar kepergian para malaikat pengiring, yang melambangkan atau menandai awal dari hari kesembilan serta kelangsungan hidup orang-orang Hokkian.
Disini jelaslah bahwa orang Tionghoa mempercayai adanya Tuhan sebagai penguasa tertinggi di jagat raya ini. Hanya saja konsepsi ke-Tuhanan ini berbeda dengan agama-agama lain, sebab bagi orang Tionghoa, Tuhan atau Thian Kong adalah Pencipta yang Esa. Salam kebajikan
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat
kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini, Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar