|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Selasa, 29 Juli 2014

Uraian Empat Novel Klasik (四大名著 sì dà míng zhù) Bag. 6

 

 

KEBAJIKAN (De 德) -  Sastra adalah perantara penting bagi peradaban ma­nusia, terutama novel yang merupakan suatu bentuk seni yang disukai oleh masyarakat. Manusia itu datang dari mana? Dan akan pergi kemana?

Mengapa dikatakan dewasa ini sedang berada pada masa akhir dharma (akhir zaman)? Masalah yang kelihatan sederhana ini, tetapi sudah terkandung makna yang amat sangat mendalam.

Di bagian artikel sebelumnya telah disampaikan bahwa novel "Xi You Ji" (西遊) atau "Perjalanan ke Barat" (Journey to the West) karangan Wu Cheng'en tahun 1592, melukiskan sebuah cerita kultivasi yang utuh.

Di dalam kisah itu ter­dapat sebuah kalimat yang paling bermakna, pada bab ke-64, yang berjudul "Di Bukit Jingji (Duri) Samcheng Berupaya, di Kuil Muxian (Dewa Kayu) Pendeta Tong Membahas Syair".

Di dalam bab yang paling bermakna tersebut Wu Cheng'en menulis ungkapan "Sulit memperoleh tubuh manusia, sulit terlahirkan di Tiongkok, sulit menemui Zheng Fa (pelurusan hu­kum alam semesta), Bersyukurlah jika bisa mendapatkan ketiganya".

Kalimat tersebut hampir tidak ada hubungannya sama sekali dengan tulisan di bagian depan mau­pun bagian belakang cerita. Penu­lis meminjam mulut Pendeta Tong untuk mengucapkan kalimat tersebut, benar-benar telah mengutarakan se­buah ketulusan hatinya menuliskan buku karya ini, benar-benar telah mencurahkan kesungguhan hatinya.

Kita selama ini sedang mem­bahas makna sesungguhnya dari 4 novel klasik Tiongkok yang terke­nal. Dirangkum dengan realita hari ini, mungkin kita baru bisa menguraikan makna terdalam yang akan diungkapkan oleh 4 karya terkenal yang selama ini kurang bisa dipa­hami oleh masyarakat.

Masyarakat zaman sekarang disebut sebagai "akhir dharma" oleh sang Buddha Sakyamuni. Apakah itu "akhir dharma"? Adalah di saat moral umat manusia merosot di semua lini. Mari kita padukan dengan novel Shui Hu Zhuan (Ba­tas Air), untuk melihat taraf kemerosotan moralitas umat manusia.

Para pembaca "Batas Air" tentu benar-benar sudah jelas dengan semua sepak terjang para mantan peram­pok di dalam karya tulis tersebut. Pemahaman masyarakat terhadap perampok memiliki data pembanding tertentu. Zhang Jue, pemimpin pasukan Serban Kuning yang mem­berontak di akhir zaman Dinasti Han pada abad ke-2, yaitu tahun 184. Huang Chao, pemimpin pembe­rontakan petani terkenal pada akhir Dinasti Tang.

Pemberontakannya yang berlangsung selama satu dekade yakni pada tahun 875-884 pada akhirnya berhasil ditumpas oleh pemerintah Tang, namun Dinasti Tang sendiri mengalami kemunduran drastis sesudahnya, hingga akhirnya runtuh pada tahun 907.

Selain itu, Hong Xiuquan, tokoh yang memimpin pemberontakan Taiping pada tahun 1851-1864 terhadap Dinas­ti Qing. Ia menyebut dirinya sebagai "Raja Surga" dan "saudara" dari Yesus Kristus.

Para peram­pok zaman dulu dalam operasional mereka mempunyai acuan dasar. Mereka pun paham, jika melampaui acuan dasar dari "Aturan Etika" mereka, maka mereka akan kesu­litan dalam memimpin anak buahnya.

Seperti Bendera Kuning Aprikot bertuliskan "Melaksanakan Keadilan demi Langit" yang diusung oleh kelompok pendekar, yang notabene mantan perampok, yaitu Liang Shan Bo (Rawa-rawa gunung Liang) dari kisah Shui Hu Zhuan melambang­kan hal tersebut.

Zhang Qing dan Sun Erniang (dalam kisah Shui Hu Zhuan/Batas Air) menjual bakpao berisikan daging manusia, mereka juga meng­hindari orang "berderajat rendah" (yang senasib dengan mereka), termasuk terhadap orang yang di­hukum "buang" diberikan pengam­punan. Setidaknya mereka meng­gunakan obat pembius terhadap korbannya, agar setelah orang terse­but tidak sadarkan diri baru dijagal. Salam kebajikan (epochtimes)


                                                      SELESAI

Tidak ada komentar:
Write komentar