|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 25 Juni 2016

Mengapa Orang Cerdas Lebih Bahagia Habiskan Waktu Sendiri

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Apakah Anda lebih bahagia ketika menghabiskan sedikit waktu dengan orang lain dan lebih banyak mencurahkan waktu untuk bekerja demi mencapai tujuan tertentu? Menurut sebuah studi tentang kebahagiaan yang baru-baru ini dipublikasikan di British Journal of Psychology, tampaknya ditujukan pada kasus orang-orang yang memiliki kecerdasan lebih.

Dari sebuah survei terhadap 15.000 warga dewasa Amerika, dengan usia berkisar 18 hingga 28 tahun, peneliti hanya berfokus pada dua komponen sosial yang selalu memengaruhi kebahagiaan manusia: kepadatan populasi dan seberapa sering mereka bersosialisasi dengan yang lain. Melalui penelitian mereka, ditemukan bahwa semakin padat populasi dimana peserta survei tinggal, semakin sedikit tingkat kepuasan mereka terhadap kehidupannya. Dan semakin sering peserta tersebut berinteraksi dengan teman dekatnya, semakin bahagia mereka dilaporkan.

Ketika golongan inteligensi menjadi topik penelitian ini, para peneliti menemukan hasil yang sungguh berbeda. Berdasarkan laporan Washington Post pada studi tersebut, kepadatan penduduk dapat memengaruhi peserta yang memiliki inteligensi rata-rata, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan peserta yang berinteligensi tinggi. Akan tetapi hal yang mungkin lebih menarik adalah, mereka yang berinteligensi tinggi dilaporkan memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih sedikit ketika meng-habiskan lebih banyak waktunya untuk bersosialisasi.

Kini jelaslah, ini semua berdasarkan rata-rata. Tentu saja ada banyak orang berinteligensi tinggi yang suka menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersosialisasi, dan orang yang berinteligensi rata-rata lebih memilih menghabiskan banyak waktunya sendiri. Tetapi kecenderungan umum adalah, orang yang berinteligensi rata-rata, cenderung lebih bahagia ketika sering menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya, sedangkan orang yang berinteligensi tinggi lebih bahagia ketika mereka melakukan hal sebaliknya. Pertanyaannya adalah, mengapa?

Cara otak manusia berkembang (atau belum berkembang) sejak nenek moyang kita hidup sampai sekarang, mungkin memiliki banyak kaitannya dengan penjelasan temuan ini. Kembali ketika nenek moyang kita berkembang dari sebuah suku yang hanya berkisar 150 orang atau lebih, di suatu padang rumput Afrika, dimana menjaga hubungan dekat sangat diperlukan demi kelangsungan hidup mereka, itulah sebabnya kita menjadi makhluk sosial hingga hari ini.

Di masa kini, kita menjalani hidup yang sungguh berbeda, kita berkembang di kota-kota besar, kita sering berkomunikasi melalui teknologi, dan bekerja di era informasi di mana pengetahuan menyelubunginya. Otak dan tubuh kita yang berkembang tidak memiliki cukup waktu untuk mengejar pergeseran gaya hidup yang besar ini, akan tetapi tampaknya seolah-olah mereka yang lebih cerdas muncul untuk dapat beradaptasi lebih efektif dengan kehidupan modern, yang berarti mereka tidak dipengaruhi oleh akar leluhur mereka tidak sebanyak rata-rata kebanyakan orang.

Jika Anda berpikir tentang hal tersebut, tren ini masuk akal. Orang-orang yang berinteligensi tinggi cenderung merasa lebih alami dalam menempatkan kekuatan otak mereka untuk bekerja keras pada hal yang lebih besar, tujuannya jangka panjang. Dan itu tentu saja berarti lebih sedikit waktu yang dihabiskan untuk bersosialisasi. Orang yang berinteligensi rata-rata, di sisi lain mungkin menikmati lebih banyak waktunya untuk bersosialisasi karena mereka benar-benar tidak tertarik untuk mengejar tujuan yang lebih besar seperti yang dikejar orang berinteligensi tinggi-seperti berupaya meraih gelar doktor, menulis novel laris, sandi layanan internet baru yang inovatif, dan sebagainya.

Temuan studi ini menarik, akan tetapi ini tidak berarti bahwa orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota inteligensi masyarakat harus menggali sebuah lubang goa dan mulai bekerja. Sebagian besar dari kita mungkin bisa setuju bahwa setiap orang perlu menghabiskan sejumlah waktu untuk memelihara hubungan mereka demi mendukung kesejahteraannya dengan cara terbaik yang sesuai dengan mereka, terlepas dari bagaimana sifat alami introvert / ekstrovert, atau rata-rata / cerdas yang dimiliki mereka.! Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar