|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Rabu, 19 Oktober 2016

Isteri Bijaksana

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Dua orang wanita muda, Jeje dan Veve sudah bersahabat sejak kecil, memiliki kehidupan rumah tangga yang sangat bertolak belakang.

Jeje sering bertengkar dengan suaminya. Bahkan untuk masalah yang sepele, mereka selalu beradu mulut, mengakibatkan mereka saling aksi diam dan tidak melakukan komunikasi selama berhari-hari.

Lain halnya dengan kehidupan rumah tangga Veve yang terlihat adem ayem, tanpa pernah sekalipun terlibat adu mulut berkepanjangan, apalagi sampai berhari-hari. Keharmonisan ini bertahan hingga mereka memiliki momongan, seorang puteri cantik nan jelita.

Suatu ketika Jeje dan Veve duduk santai di sebuah kafe. Banyak yang mereka obrolkan, termasuk masalah rumah tangga mereka.

Jeje : "Saya kagum dengan kehidupan rumah tangga kalian yang jauh dari percekcokan. Beda dengan rumah tanggaku yang hampir setiap hari dibumbui dengan pertengkaran. Apa sich rahasia dari ini semua?"

Veve tersenyum mendengar keluhan sahabatnya, lalu berkata : "Sesungguhnya rahasia kabahagiaan suami istri berada di tangan sang isteri. Seorang isteri sanggup menjadikan rumahnya laksana surga, namun juga mampu mengubahnya menjadi neraka."

Jeje : "Mengapa semua beban ini harus dipikul oleh seorang isteri...? Dimanakah peran seorang suami...?"

Veve : "Karena seorang isteri lebih banyak berada di rumah dibandingkan suaminya. Dialah sebagai motor pengendali yang paling utama di dalam keluarga..."

Jeje : "Setahu saya kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh kemampuan finansial keluarga. Lihat saja begitu banyak rumah tangga hancur karena isteri tidak mampu hidup dalam kekurangan dan pergi meninggalkan suaminya. Banyak juga suami yang rela menjadi pria penghibur para wanita-wanita berumur yang kaya raya..."

Veve : "Kamu tidak boleh mengatakan harta sebagai faktor utama terciptanya kebahagiaan suami isteri. Betapa banyak isteri kaya yang berselingkuh, ketahuan dan akhirnya diputus cerai oleh suaminya...."

Jeje tidak membantah ucapan Veve. Matanya menatap jauh hingga ke gedung perkantoran dari jendela kafe.

Veve melanjutkan : "Jangan pula kamu berpikir karena faktor ketiadaan anak atau ketidakmampuan isteri dalam memasak. Banyak suami yang menceraikan isterinya walaupun sang isteri telah melahirkan banyak anak untuk menyemarakkan suasana. Begitu banyak ibu rumah tangga yang mampu memasak makanan enak-enak, namun mereka sering mengeluh menderita tekanan batin karena perlakuan kasar suaminya..."

Jeje bertanya penuh penasaran : "Lantas apa rahasia sesungguhnya?"

Veve : "Begini loh jeng... Saat suamiku tidak on mood dan sedang gusar hingga berujung marah-marah, saya hanya diam mendengarkan semua keluh kesahnya, tanpa sedikitpun membantah, walaupun sebenarnya saya tidak bersalah..."

Jeje menyela : "Mana bisa gitu? Kalau kita tidak bersalah, masak kita harus mengalah? Lawan dong... Enak aja dia sesuka hati mau menyalahkan orang..."

Veve tersenyum, lalu berkata : "Jika itu yang kamu lakukan, pastilah terjadi pertengkaran hebat karena tidak ada yang mau mengalah. Tundukkan kepalamu dan biarkan dia menyelesaikan kalimatnya. Namun, janganlah kita diam disertai mimik wajah mengejek, sebab seorang lelaki sangat cerdas untuk memahami itu..."

Jeje : "Mengapa kamu tidak pergi meninggalkan dia sendirian di kamar. Biarkan dia merepet sampai puas... Bila perlu kita pergi meninggalkan rumah, pergi ke mall atau kemana saja..."

Veve langsung menggelengkan kepalanya : "Kita tidak boleh berbuat demikian. Suami kita akan menganggap kita tidak menghargainya. Biarkan dia terus berbicara. Kita harus diam dan mendengarkan semuanya walaupun kadang hati kita merasa panas. Setelah tenang barulah kita bertanya dengan baik-baik, apakah dirinya sudah selesai dan bolehkah kita keluar?"

Jeje : "Jika suami kita menggelengkan kepala..?"

Veve : "Ya kita jangan pergi dong... Persilakan dia untuk melanjutkan keluhannya hingga dia merasa sudah mengeluarkan semuanya. Setelah dia tenang, tanyakan sekali lagi, apakah kita sudah boleh keluar untuk melanjutkan membereskan rumah. Tunggu sampai dia mengangguk. Setelah ada persetujuan, barulah kita keluar kamar untuk melanjutkan pekerjaan rumah. Biarkan dia istirahat karena suami kita pasti membutuhkan istirahat setelah lelah melepaskan amarahnya..."

Jeje : "Selanjutnya apa yang akan kamu lakukan? Menurutku kita seharusnya menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya sampai dia yang menegur kita duluan..."

Sekali lagi Veve menggelengkan kepalanya : "Kita sama sekali tidak boleh berpikiran seperti demikian jika ingin rumah tangga kita tetap harmonis. Dengan berharap dia menegur kita duluan dan meminta maaf atas perbuatannya, justru akan membuatnya semakin murka. Bukan tidak mungkin dia akan meninggalkan kita untuk mencari kesenangan di luar rumah. Malah kita rugi sendiri dan menjadi uring-uringan setelah kehilangan dia..."

Jeje semakin penasaran : "Jadi, apa sepatutnya yang kita lakukan...?"

Veve : "Sebelum suami kita bangun, segera sediakan segelas kopi atau teh manis di samping tempat tidurnya. Setelah dia bangun, ambillah gelas minuman tadi dan berikan kepadanya sambil berkata, silakan diminum, kamu pasti sudah haus. Tetap perlihatkan senyum termanis buatnya. Yakinlah, suami kita pasti mendambakan perlakuan khusus seperti ini. Kita harus tulus melakukan semua ini seperti tidak pernah ada kejadian sebelumnya.."

Jeje : "Apakah kamu masih memendam amarah kepadanya, setelah dia memperlakukan dirimu sedemikian buruk?"

Veve : "Tentu saja tidak... Lihatlah, tidak berapa lama kemudian suami kita akan meminta maaf atas kekhilafannya. Suaranya menjadi lembut dan menyenangkan..."

Jeje : "Kamu mempercayai ketulusan ucapannya?"

Veve : "Pasti dong... Kita harus selalu mempercayai suami kita baik dalam situasi marah maupun senang. Harus adil. Apakah kamu menginginkan saya untuk mempercayainya di saat marah dan tidak mempercayainya di saat dia sudah tenang...?"

Jeje terdiam... Beberapa saat hening seperti memikirkan sesuatu.

Jeje bertanya dengan suara lirih : "Bukankan ini akan membuatnya besar kepala? Bagaimana dengan harga diri kita sebagai seorang perempuan...?"

Veve : "Dalam membina hubungan suami isteri yang harmonis, jangan menimbang untung atau rugi atas suatu perbuatan. Mengenai harga diri, saya sendiri heran dengan pasangan suami isteri yang masih mengutamakan harga diri. Sejatinya diantara suami dan isteri, sudah tidak ada lagi yang namanya harga diri. Harga diri apa lagi sich...? Padahal di hadapan pasangan, kita sudah melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh..."

Sobatku yang budiman...

Saat pasangan kita sedang galau dan marah, jangan pergi meninggalkannya. Diam di tempat dan biarkan dia berbicara hingga selesai. Setelah dia berhenti dan tenang, tanyakan apakah dia sudah selesai berbicara dan apakah kita sudah boleh meninggalkan dirinya?

Berikan perhatian lebih, saat pasangan kita mulai tenang. Tersenyumlah dengan penuh ketulusan. Biarkan semuanya berjalan kembali seperti sedia kala.

Mengalah satu atau dua langkah, bukan membuat kita menjadi seorang pecundang namun sebaliknya menjadikan kita adalah pahlawan bagi keutuhan rumah tangga. Salam kebajikan #firmanbossini

Tidak ada komentar:
Write komentar