|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 24 Oktober 2016

Meditasi Menenangkan, Bahkan Ketika Anda Tidak Sadar

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Anda tidak harus menjadi orang yang sadar penuh untuk menuai manfaat emosional dari meditasi.

Untuk pertama kalinya, peneliti mencatat aktivitas otak orang yang melihat gambar yang mengganggu pikirannya segera setelah melakukan meditasi, para peserta yang tidak sadar penuh mampu mengendalikan emosi negatifnya sama seperti peserta yang sadar penuh.

“Temuan kami tidak hanya menunjukkan bahwa meditasi meningkatkan kesehatan emosional, tetapi juga orang dapat memperoleh manfaat terlepas dari kemampuannya ‘alami ‘ untuk sadar penuh” kata Yanli Lin, seorang mahasiswa pascasarjana di Michigan State University dan peneliti utama penelitian tersebut yang diterbitkan di dalam Frontiers in Human Neuroscience.

Kesadaran penuh, kesadaran pikiran, perasaan, dan sensasi seseorang saat-demi-saat, telah memperoleh popularitas di seluruh dunia sebagai cara untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Tapi bagaimana jika seseorang sepenuhnya sadar? Dapatkah ia dengan begitu saja mencapai kesadaran “pikiran”? Atau perlu untuk lebih terfokus?

Untuk mengetahuinya, peneliti menilai kesadaran 68 peserta dengan penelitian ilmiah yang divalidasi. Para peserta kemudian secara acak ditugaskan untuk meditasi selama 18 menit dengan dipandu oleh audio atau mendengarkan presentasi cara belajar bahasa baru sebagai kontrol, sebelum melihat gambar yang mengerikan (misalnya mayat yang berdarah) dengan merekam aktivitas otaknya.

Peserta yang melakukan meditasi–dengan berbagai tingkat kesadaran penuh—menunjukkan aktivitas “pengaturan emosi” otak yang sama dengan peserta yang sadar penuh yang tidak melakukan meditasi. Dengan kata lain aktivitas “pengaturan emosi” otaknya pulih dengan cepat setelah melihat foto-foto yang mengerikan, yang bertujuan untuk tetap mengendalikan emosi negatifnya.

Selain itu, beberapa peserta diperintahkan untuk “secara sadar penuh” (sadar berpikir) melihat foto-foto yang mengerikan, sementara peserta yang lain tidak menerima instruksi tersebut. Menariknya, peserta yang “secara sadar penuh” melihat foto-foto mengerikan tersebut tidak menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk mengendalikan emosi negatifnya.

Hal ini menunjukkan bahwa untuk peserta yang tidak melakukan meditasi, manfaat emosional dari kesadaran lebih baik dicapai melalui meditasi, bukan “memaksa” untuk sadar berpikir, kata Jason Moser, profesor psikologi klinis dan rekan penulis penelitian.

“Jika Anda orang yang sadar penuh, dan Anda berjalan dengan sangat menyadari hal di sekitar Anda, maka Anda baik untuk terus melangkah. Anda melepas emosi Anda dengan cepat. Jika Anda tidak sadar penuh, kemudian melakukan meditasi, maka meditasi dapat membuat Anda terlihat seperti orang yang berjalan dengan sangat menyadari hal di sekitar Anda. Tetapi bagi orang yang tidak sadar penuh dan tidak pernah melakukan meditasi, maka tidak ada gunanya memaksa diri untuk berhati-hati ‘pada saat itu.’ Anda akan lebih baik setelah melakukan meditasi selama 20 menit,” kata Jason Moser.  Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar