|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 01 Oktober 2016

Nasehat Seorang Ibu Untuk Putranya

 


KEBAJIKAN ( De 德 )Seorang pemuda bernama Zuki, sedang mengalami kegundahan hati. Persoalan rumah tangga yang melibatkan sang isteri, membuatnya menjadi uring-uringan. 

Zuki merasa sang isteri sudah mulai berubah sejak kelahiran anak pertama mereka. Tidak lagi memperhatikan keindahan dan keharuman tubuhnya, membiarkan rumah dalam keadaan berantakan dan mulai mengabaikan dirinya. 

Zuki merasa tidak betah lagi di rumah. Hanya karena keberadaan si kecil yang membuatnya rela berada di rumah. Bermain dan bercengkerama hanya di dalam kamar. Tidak di luar kamar yang kondisinya seperti kapal pecah. 

Suatu ketika, Zuki memutuskan untuk membicarakan hal ini kepada ibundanya tercinta. Zuki berharap mendapatkan solusi atas permasalahan yang terus menerus membebani pikirannya. Sesampainya di rumah ibunya, Zuki segera memeluk dan mencium sang bunda dengan penuh keharuan. Dia merasa mendapatkan kehangatan yang didambakannya selama ini. 

Ibunda Zuki : "Tumben kamu sendirian datang ke sini? Kok isterimu tidak ikut dibawa? Cucuku baik-baik saja bukan?" 

Zuki : "Semuanya baik-baik, Bu.... Cuma saya saja yang kurang baik..." 

Ibunda Zuki : "Kamu sakit?" 

Zuki : "Pikiran saya yang sakit... Saya kemari tidak memberitahu isteriku..." 

Ibunda Zuki : "Kalian sedang cekcok yah? Cobalah untuk mengalah sedikit agar hubungan kalian tetap harmonis, jangan bertengkar. Kasihan isterimu yang baru melahirkan puterimu..." 

Zuki : "Kami tidak berantam, Bu... Pikiran saya sedang kalut... Bolehkah saya bertanya sesuatu...?" 

Ibunda Zuki : "Ada apa anakku...? Ungkapkanlah semuanya agar hati kamu menjadi plong..." 

Zuki : "Apakah seorang ibu rumah tangga itu sangat sibuk sehingga tidak mampu membereskan urusan rumah tangga dengan baik? Rumahku seperti kapal pecah. Berantakan dan seperti tidak terurus..."

Ibunda Zuki tersenyum lalu berkata : "Ibu mengerti apa yang ada di pikiranmu. Kamu menilai isterimu tidak mampu lagi mengurus rumah tangga dengan baik. Dan juga tidak punya waktu untuk mengurus dirimu, bukan?" 

Zuki : "Iya, Bu.... Saya heran saja, isteriku sepanjang hari di rumah, tidak pernah keluar rumah, waktunya banyak, namun rumah tidak pernah rapi. Hampir setiap malam mengeluhkan pinggangnya sakit, kakinya sakit, tangannya sakit, sepertinya semua bagian tubuhnya punya giliran untuk sakit. Saya saja yang bekerja seharian, pergi kesana kemari menjumpai banyak orang, tidak pernah mengeluh kecapekan...." 

Zuki menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan : "Tahu gak, Bu... Akhir-akhir ini, isteriku tidak pernah lagi berdandan. Jika kami pergi berbelanja di mall, banyak orang mengira isteriku seorang pembantu atau baby sitter. Kadang saya menjadi malu sendiri. Padahal, yang saya tahu, seorang isteri itu harus tetap kelihatan cantik di mata suaminya. Agar suaminya tidak melirik wanita lain yang berpenampilan lebih menarik..." 

Ibunda Zuki : "Anakku tersayang... Kamu sama sekali tidak boleh berpikiran seperti itu. Ibu akan sangat marah jika mendengar kamu bermain api dengan wanita lain. Camkan itu..." 
Zuki menunduk : "Iya, Bu... Maafkan saya..." 

Ibunda Zuki : "Kamu tidak boleh menganggap pekerjaan seorang ibu rumah tangga hanya melulu membersihkan rumah, mencuci dan memasak saja. Lebih dari itu, yang paling berat adalah mengurus anak. Coba kamu bayangkan, bagaimana mungkin seorang isteri mampu mengerjakan seluruh pekerjaan ini dengan tuntas. Belum selesai satu pekerjaan, muncul lagi pekerjaan baru yang juga penting untuk diselesaikan. Seorang isteri dituntut untuk banyak berpikir, memilih mana yang paling utama untuk dikerjakan. Tidak jarang mereka harus mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Coba kamu renungkan apa yang saya katakan barusan..." 

Ibunda Zuki pergi ke dapur untuk membuat kopi kesukaan Zuki, membiarkan Zuki merenung sendirian di ruang tamu. Sesaat kemudian ibunda Zuki kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas kopi dan kue-kue kering. 

Ibunda Zuki : "Kamu mempersoalkan rumahmu yang tidak pernah rapi, namun pernahkah kamu memikirkan bagaimana jika sewaktu-waktu isterimu memohon agar disediakan seorang pembantu. Apakah kamu sanggup? Isterimu tahu kondisi keuangan keluarga kalian yang serba pas-pasan, sehingga dia tidak mau memberatkan dirimu... Dia juga mengerti, dengan kehadiran buah hati kalian, maka beban kebutuhan hidup keluarga akan semakin meningkat. Sementara itu, gaji kamu tidak juga kunjung naik..." 

Zuki : "Iya Bu... saya mengerti. Jika dibandingkan dengan ibu, saya melihat ibu tidak sesibuk isteriku. Ibu masih sempat berdandan dan sesekali pergi ke salon atau spa..." 

Ibunda Zuki : "Tentu saja berbeda, Zuki... Anak ibu semua sudah besar-besar, tidak perlu ibu mengurus kalian lagi. Rumah ini tidak ada anak-anak kecil sehingga mudah merapikannya. Isterimu tahu mana yang perlu didahulukan, yaitu anakmu. Makanya rumahmu kadang masih berantakan saat kamu pulang. Mungkin saja isterimu masih bau asem karena belum sempat mandi. Itulah yang selalu kamu permasalahkan..." 

Zuki : Tetapi, Bu... Masak untuk merawat dirinya sebentar saja, dia tidak sempat? Padahal, waktu pacaran dulu, dia paling senang ke salon atau pergi luluran...." 

Ibunda Zuki : "Hahahaha... Anakku... anakku... Siapa sich wanita yang tidak ingin tampil menarik dan wangi? Semua wanita pasti senang memanjakan tubuhnya. Tidak ada seorangpun yang akan menolak untuk menyantaikan diri di salon atau spa. Ibu sangat mengerti dengan kerepotan isterimu dalam mengurus anak. Jangankan untuk luluran, sekadar guyuran air sejuk saja, sudah cukup untuk meredakan rasa capek di badan...." 

Zuki mulai mengerti dengan maksud ucapan sang ibu yang amat bijaksana. 

Ibunda Zuki : "Anakku... Saat isterimu mengatakan lelah, mengapa kamu tidak mencoba untuk memijitnya atau memanjakannya? Saat isterimu mengeluhkan dirinya sedang capek, sebenarnya dia sedang memancing perhatian darimu. Apalagi ketika si kecil sedang terlelap, isterimu ingin sekali, kamu mendekapnya erat-erat. Bukan malah dicuekin..."

Zuki terdiam membisu... Ibunda Zuki mengelus rambut anak terkasihnya dengan lembut, lalu berkata : "Ibu mohon sekali lagi, janganlah kamu membandingkan isterimu dengan teman kerjamu atau dengan wanita lain yang terlihat lebih cantik dan lebih menarik karena polesan kosmetik atau dandanan yang menggugah naluri kelelakianmu. Percayalah, di saat anak-anakmu sudah besar, isterimu akan kembali merawat dan memperhatikan kecantikan dirinya..." 

Zuki : "Iya, bu.. Saya sudah mengerti..." 

Ibunda Zuki : "Kalau kamu sudah mengerti, pulanglah segera. Isterimu sudah menantikan kehadiranmu di rumah. Satu lagi pesan ibu, jangan hanya melihat rumah yang berantakan saja. Kamu harus turut membantu isterimu membereskan rumah. Rasakan perbedaannya setelah kamu turun tangan...." 

Zuki : "Iya, Bu... Saya sudah mengerti semuanya dan akan mengikuti nasehat ibu dengan penuh keikhlasan. Terima kasih, Bu...." 

Sobatku yang budiman... 

Seringkali kita mengeluhkan sesuatu kekurangan tanpa berniat ikut menyelesaikan masalah yang muncul. Hanya mampu menunjuk hidung orang lain, tanpa pernah mau mengoreksi diri sendiri. 

Padahal, dengan keikutsertaan kita dalam membantu mencari dan memecahkan solusi, justru akan membuat "setiap masalah" berubah menjadi "bukan masalah lagi". 

Perjuangan seorang isteri yang telah berusaha sekuat tenaga dalam mengurus rumah dan merawat anak, sering dilupakan atau dianggap angin lalu oleh banyak suami. Yang ada malah munculnya beragam tuntutan yang mengharuskan sang isteri bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi semua tuntutan dan kebutuhan sang suami. 

Seorang isteri bukanlah seorang pembantu, bukan pula seorang baby sitter. Lebih dari itu, seorang isteri dituntut menjalani berbagai profesi, sebagai seorang akuntan yang bertugas mengelola keuangan keluarga, seorang guru yang mengajari dan mengawasi anak dalam belajar, seorang koki yang menyediakan lauk terbaik dengan dana yang terbatas dan menjadi seorang dokter yang harus sigap 24 jam penuh saat anak sedang sakit. 

Sayangilah pasangan kita, sosok yang dianugerahkan Tuhan untuk mendampingi kita hingga berakhirnya kontrak hidup dengan Sang Pencipta. Marilah meluangkan sedikit waktu untuk mengusir kelelahan dan kepenatannya, mempedulikan dan memanjakan mereka dengan penuh cinta kasih. Salam kebajikan #firmanbossini

Tidak ada komentar:
Write komentar