KEBAJIKAN ( De 德 ) - Seorang pemuda, bernama Zuki hendak mengantarkan barang ke sebuah alamat sesuai dengan permintaan bossnya. Setelah sekian waktu mencari, alamat yang dituju masih belum diketemukan.
Pemuda ini sangat yakin dengan kemampuannya, sehingga tidak berniat sekalipun untuk menanyakan alamat yang dimaksud kepada orang lain. Selama berjam-jam, pemuda itu terus memacu mobilnya, hingga akhirnya menemui jalan buntu, jalan yang tertutup oleh timbunan lumpur di ujung desa.
Alhasil, Zuki harus kehilangan waktu yang demikian banyak dengan hasil sia-sia. Kembali ke kantor dengan menahan rasa lelah dan malu karena tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Lain halnya dengan Emon, seorang pecinta alam. Suatu ketika, Emon tersesat di sebuah hutan lebat dan tidak tahu lagi arah mana yang harus ditempuhnya. Untunglah Emon tidak menggunakan emosinya membabat semak belukar secara sembarangan untuk menemukan jalan.
Emon berhenti sejenak, tidak melanjutkan perjalanannya karena dia berpikir apa yang akan dilakukannya adalah perbuatan sia-sia dan hanya menghambur-hamburkan tenaga secara percuma.
Emon berusaha mengingat dan mencoba berhitung dimana posisinya saat ini. Dia melihat ke langit untuk mencari cahaya matahari, lalu menatap ke arah bayang-bayangnya sendiri. Sebuah kompas penunjuk arah dikeluarkan untuk memastikan posisinya saat ini.
Setelah mengukur dengan pasti, Emon mulai melangkah dengan hati-hati, sembari terus melihat ke arah bayang-bayangnya dan arah yang ditunjuk oleh kompas. Mengapa Emon menggunakan dua metode untuk menunjuk arah? Emon khawatir jika kompas yang ada di tangannya ternyata mengalami kerusakan dan justru menunjukkan arah yang salah.
Dua buah ilustrasi cerita di atas menunjukkan kepada kita bahwa di saat kita sedang mengalami kebuntuan, tersesat dan tidak tahu lagi arah untuk melangkah, maka kita harus berhenti sejenak, jangan terus melangkah dalam kegamangan dan ketidakpastian.
Penjelajah kehidupan sejati pasti tahu kapan harus bergerak, berhenti dan beristirahat.
Sobatku yang budiman...
Banyak diantara kita tersesat dalam kebuntuan, terpaku dalam kesibukan yang melelahkan dan menjalani rutinitas kehidupan yang membosankan sehingga berpikir apa yang dilakukan adalah sia-sia belaka. Apa yang dihasilkan selalu tidak bersisa dan bahkan tidak mencukupi kebutuhan hidup untuk sebulan
Semestinya kita juga harus berhenti sejenak, membuka peta diri, merujuk kembali kepada tujuan awal hidup kita. Pastikan posisi kita dengan benar, mengukur diri dan setelah itu teguhkan niat untuk melangkah dengan penuh kepercayaan diri.
Seringkali tujuan hidup kita tidak tercapai karena kita bergerak terlalu cepat dan sembrono, serakah dan selalu mengagungkan gengsi di atas segalanya. Kemampuan pas-pasan namun ingin berlagak seperti mereka yang hidup sudah mapan. Akhirnya menjadikan kita menjadi "budak" yang bekerja terus menerus dalam kelelahan yang tiada bertepi.
Sebaliknya tujuan hidup kita juga tidak akan tercapai jika kita bergerak terlalu lambat, sangat hati-hati dan takut untuk melangkah. Takut bertanya dan terlalu percaya diri mengandalkan kehebatan diri sendiri.
Yang lain sudah bergerak seratus meter di depan, kita masih saja berleha-leha dengan keadaan yang ada. Padahal kita memiliki kemampuan yang tidak kalah hebatnya dengan yang lain.
Jika merasa tersesat, jangan ragu untuk bertanya dan meminta bantuan orang lain agar menunjukkan jalan yang benar. Jika mengalami kebuntuan, berhentilah sejenak, tundukkan kepala dan bersujudlah untuk meminta petunjuk dari Sang Pencipta. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar