|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 24 Desember 2016

Seorang Wanita untuk Disayangi, Bukan untuk Disakiti

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Kelembutan seorang wanita itu terbentuk dari kasih sayang seorang pria. Kesedihan dan sakit hati wanita itu timbul karena tak ada perhatian sang pria. Kebahagiaan wanita karena adanya kehangatan pria, kecentilan wanita itu karena dimanja sang pria. Seorang wanita yang normal dan waras menjadi sesosok wanita yang galak itu karena tekanan pria.

Saat masuk ke kamar pengantin pada hari itu, sang wanita sejak awal telah merapikan sepatunya, menunggu sang pria melepas sepatu naik ke ranjang, tapi sepasang kaki wanita itu menindih/menginjak di atas sepatu pria.

Melihat itu, si pria pun tersenyum geli sambil berkata : “Tak disangka ternyata kamu masih percaya juga dengan hal begituan.”

Tapi, sang wanita justeru dengan serius mengatakan : “Ibu saya bilang, setelah menginjak sepatu pria, selamanya tidak akan pernah ditindas pria.”

Pria itu berkata : “Ibu saya juga pernah mengatakan, wanita yang menginjak sepatu pria, maka ia akan ikut menderita seumur hidup bersama pria itu.”

Sang wanita kemudian mulai mencoba mengatur sang pria, dimulai dari hal-hal kecil sehari-hari, menyuruh sang pria membuang sampah, menyapu dan mengepel lantai, sang pria pun memborong semua pekerjaan itu.

Tanaman yang ada di kebun, si pria menanam apa pun yang disuruh sang wanita.

Ketika sang pria sedang berbincang dengan seseorang, si wanita berteriak dengan lantang, pria itu pun dengan patuh seperti kerbau dicocok hidungnya pulang ke rumah.

Ketika sang pria sedang minum-minum dengan teman-temannya, sang wanita langsung menghampiri dan menyentil kupingnya, pria itu pun diseret ke pulang ke rumah.

Beberapa temannya menertawakan si pria :

Wanita itu kalau dibiarkan begini terus, tidak diberi pelajaran (dipukul), nanti akan semakin bertingkah.

Kamu kan laki-laki, bagaimana boleh diatur wanita seperti itu, dimana wibawamu sebagai seorang pria ?

Kalau saja itu wanita (isteri) saya, pasti akan saya beri pelajaran.

Pria itu dengan tenang berkata : “Coba panggil isterimu ke sini, saya juga tidak keberatan memberinya pelajaran.”

Orang itu pun tampak marah : “Kau tidak mengerti maksud saya ya! Kau sepertinya tidak tahu soal wanita! Takut isteri!” sama sekali tidak seperti ayahmu.”

Ketika ada hal penting di desa yang akan didiskusikan, dimana saat melihat sang pria itu yang datang, maka orang-orang langsung mengatakan : “Kita akan membahas masalah penting, percuma kamu ke sini, tidak bisa bertindak sebagai kepala, lebih baik suruh saja isterimu ke sini!”

Dan pria itu benar-benar menyuruh isterinya datang.

Wanita itu tampak sangat bangga bisa mengontrol/mengatur si pria. Pada suatu hari wanita itu berbisik di telinga sang pria mengatakan keburukan mertua perempuannya.

Mata si pria seketika merona merah (naik pitam), lalu berkata dengan lantang : “Mau tahu kenapa saya takut sama kamu? Tidak berani memukulmu ? Semua itu karena ibu saya.”

Ibu saya sangat menderita selama hidupnya, ayah saya temperamental, suka marah-marah, sedikit saja ada hal yang tidak sesuai keinginannya, langsung marah-marah dan memukul, ayah saya pernah mematahkan kayu seukuran lengan tangan saya, menghacurkan kursi yang cukup besar.

Demi beberapa anaknya, ibu telah menangung semua siksaan itu seumur hidupnya.

Setiap kali melihat ibu dipukul, saya selalu bersumpah, jika suatu hari nanti saya menikah, saya tidak akan pernah menyentil (memukul) wanita seujung rambut pun.

Bukannya saya takut sama kamu, tapi karena saya tidak akan pernah lupa kata-kata ibu saya, dia bilang, “wanita itu untuk disayang laki-laki, bukan untuk disakiti.”

Mendengar itu, sang wanita pun termangu, tidak pernah diduga olehnya dada laki-laki itu begitu lapang !

Sejak itu, sang wanita tidak lagi berteriak lantang atau menyentil kuping pria itu saat berbincang-bincang dan minum-minum bersama teman-temannya di luar, malah ada kalanya mengambilkan air minum untuk sang pria (suami).

Suatu ketika, ada yang bertanya pada si pria, bagaimana caranya bisa membuat isterinya itu begitu lembut ?

Sang pria lalu berkata dengan dengan serius : “ Seorang wanita kalau dipukul, mulutnya (kata-kata) yang luluh, tapi kalau seorang wanita disayang, hatinya yang luluh.”

Ada banyak tradisi saat pernikahan, dan tradisi-tradisi ini sering diiringi dengan beberapa takhayul, seperti misalnya : Saat mengenakan cincin kepada pengantin (pria/wanita) harus dimasukan sampai ke ujungnya baru bisa “menekannya” (agar menjadi patuh), saat tidur di malam hari, sepatu kita ditindihkan di atas sepatu pengantin (pria/wanita), dengan demikian, konon katanya tidak akan ditindas setelah menikah.

Sebenarnya, tidak peduli apakah takhayul ini berpengaruh atau tidak, tapi percayalah dalam hati (pikiran) pasangan pasti akan meninggalkan seuntai simpul, jika terjadi beberapa pertikaian di masa depan, simpul ini akan semakin kusut dan terikat mati, hingga akhirnya memicu krisis pernikahan.

Meskipun pasangan Anda tidak keberatan dengan tindakan/perilaku Anda ini, di mata orang tua pasangan, dipastikan akan merasa kecewa, dan kesan positifnya terhadap Anda juga berkurang.

Pertalian hubungan antara suami-isteri itu dicurahkan atas dasar perhatian, kepedulian, bukan atas dasar takhayul. Kadang-kadang takhayul bukan saja tidak akan membuat suami-isteri saling mencintai, malah justeru tali simpul ini telah dimulai sejak hari pernikahan itu.

Pernikahan itu seyogianya adalah saling menghormati dan berkomunikasi jika menemui masalah, bukannya siapa yang harus menjadi tuannya, atau siapa yang harus mendengarkan siapa. Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar