|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 17 Juni 2017

Kesuksesan

 


KEBAJIKAN ( De 德 )Semalam saya bertemu dengan seorang temanku, sebut saja namanya Ali. Kami mengobrol panjang lebar dari politik hingga ke masalah ekonomi. Ringan namun bernas dengan melontarkan pemikiran masing-masing dalam menyikapi kondisi yang berkembang saat ini.

Beberapa saat kemudian, seorang gadis kecil, imut, cantik dengan lesung pipit dan mata yang indah datang menghampiri Ali sembari berkata : "Daddy, minta uang lagi dong..."

Ali menyahut : "Yang lima puluh ribu tadi sudah habis yah?"

Sang gadis kecil berambut sebahu menyahut : "Iya Dad, sudah habis buat main bola-bolaan. Saya pengen main yang lain. Di Timezone banyak permainan barunya..."

Ali : "Baiklah... Ini yang terakhir yah..."

Sang gadis kecil : "Makasih Daddy..."

Setelah sang buah hati berlalu, pembicaraan beralih ke masalah pendidikan sekolah si kecil.

Ali : "Sebenarnya hari ini saya merasa kesal, kecewa dan sedikit sakit hati... Betapa tidak, saya yang dikenal sebagai anak pintar dulu, sekarang memiliki anak yang biasa-biasa saja..."

Saya terkejut mendengar penuturan Ali. Dari kacamataku, saya melihat Enes, nama panggilan anak Ali, adalah seorang yang lincah dan cerdas. Sorot mata dan tingkah lakunya menggambarkan Enes adalah anak yang pintar dan berbakat.

Saya : "Mengapa kamu berkata demikian, bro?"

Ali menghela nafas panjang, lalu berkata : "Hari ini adalah pembagian rapor. Saya belum dapat menerima kenyataan bahwa anakku tidak masuk sepuluh besar. Bahkan sebenarnya saya membayangkan minimal si Enes masuk lima besar..."

Saya : "Hmmm..."

Ali : "Saya masih ingat dulu saat hanya meraih rangking dua di kelas, selama seminggu saya larut dalam kesedihan yang mendalam. Merasa bodoh dan menyesal tidak mampu meraih rangking pertama. Sekarang anakku yang kubanggakan meraih prestasi yang biasa-biasa saja. Sepertinya dia bukan anakku..."

Saya terhenyak mendengarnya. Ali terlihat begitu terpukul melihat perkembangan pendidikan anaknya. Saya tahu dia pasti ingin anaknya meraih prestasi hebat, sama seperti prestasinya waktu duduk di bangku sekolah.

Saya : "Begini bro... Dulu itu beda dengan sekarang. Waktu dulu kita tidak dapat memilih banyak permainan, pulang dari sekolah, kalau tidak membantu orang tua, ya belajar. Beda sekali dengan anak sekarang, yang memiliki banyak pilihan untuk bermain. Ada gadget, siaran televisi, beragam permainan menarik dan begitu banyak tempat permainan yang membuat mereka lebih memilih bermain daripada belajar. Sekarang bergantung orang tuanya, harus mampu membatasi gerak gerak anaknya..."

Ali : "Benar apa yang kamu katakan, bro..."

Saya melanjutkan : "Kadang kesalahan bukan sepenuhnya berada di tangan si kecil, namun justru berada di tangan orang tuanya. Seharusnya kita sebagai orang tua harus turut mengambil peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Lihat saja fenomena negatif belakangan ini. Saat si kecil membutuhkan perhatian orang tuanya, malah ayah dan ibunya sibuk bermain gadget. Membiarkan anaknya bermain sendirian. Ada yang membelikan gadget dan membiarkan anaknya bermain gadget berlama-lama, asalkan tidak mengganggu kesenangan mereka dalam berselancar di dunia maya..."

Ali : "Iya, kamu tidak salah..."

Saya : "Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak kita memperoleh prestasi bagus, jika kita tidak ikut mendidik dan membimbing mereka dengan benar? Apa mungkin anak kita dapat meraih rangking bagus dengan hanya bermain-main? Sungguh naif dan menggelikan jika kita menumpahkan semua kesalahan kepada anak kita, sementara kita masih sibuk dengan kesenangan kita? Berharap sebuah kesuksesan tanpa berjuang dengan sungguh-sungguh, tekun dan pantang menyerah?"

Ali sedikit terhenyak mendengar suaraku yang sedikit meninggi. Matanya tajam mengarah ke arahku. Namun aku seperti tidak sadar dan terus melanjutkan celotehanku.

Saya : "Sebenarnya saya turut prihatin dengan apa yang kamu alami, sama seperti yang dialami oleh banyak orang tua lainnya. Kita harus fair, jangan serta merta menyalahkan anak kita karena prestasinya yang kurang cemerlang. Walaupun sudah diberikan banyak private les, namun jika kita tidak mau turut dalam dunia mereka, maka jangan berharap banyak dengan kesuksesan mereka. Suksesnya anak tidak terlepas dari peranan orang tuanya. Coba kamu pikir-pikir, bro.. Apakah kamu pernah mendampingi anakmu belajar? Pernahkah bertanya-tanya tentang pendidikannya di sekolah? Cukupkah waktumu untuknya? Seriuskah kamu menjawab pertanyaannya saat dia sedang kesulitan memecahkan suatu masalah?"

Ali sedikit menggelengkan kepalanya, lemah sekali gerakannya, lalu berujar : "Iya bro... Saya baru sadar selama ini kurang memberikan waktuku untuknya. Memang kami berada dalam satu ruangan, namun saya terlalu asyik dengam duniaku, dia juga asyik dengan dunianya. Kami sangat sedikit melakukan komunikasi dan interaksi. Itulah mungkin kesalahan terbesarku. Saya harus belajar banyak dari peristiwa ini. Harus mengubah apapun yang salah dan lebih banyak meluangkan waktu untuknya..."

Saya tersenyum : "Satu lagi bro, jangan terlalu memaksakan keinginan kita, karena apa yang kita inginkan belum tentu sesuai dengan yang mereka inginkan. Kita boleh mengarahkan mereka, namun selanjutnya semuanya bergantung di tangan mereka..."

Sobatku yang budiman...

Apa yang diraih anak kita tidak terlepas dari peran serta kita dalam membimbing perkembangan mereka. Jangan berharap muluk-muluk atas prestasi mereka, jika kita sendiri berleha-leha dengan kesenangan dan dunia kita.

Kesuksesan itu selalu diawali dengan perjuangan yang gigih, tekun, konsisten dan pantang menyerah. Gagal itu biasa, yang tidak boleh adalah berhenti di tengah jalan dalam mengejar impian. Salam kebajikan #firmanbossini

Tidak ada komentar:
Write komentar