Hati nurani adalah sebagai tolok ukur satu-satunya
untuk membedakan mana yang lurus dan mana yang tidak benar, juga adalah sebagai wujud
yang paling nyata dari Wu Xing (kesadaran) dan Hui Gen (akar kebijakan) Anda sendiri.
Dunia
masa kini adalah dunia dengan lima kejahatan keruh dan merupakan masa
akhir dharma seperti yang disebut dalam sutra Buddha. Berbagai jenis
agama, kepercayaan dan beragam cara kepentingan yang beredar dalam
masyarakat, bagaikan mata ikan yang bercampur mutiara, ada yang lurus
dan ada yang sesat. Begitu seorang tidak berhati-hati, maka bisa salah
masuk ke jalan tidak benar yang mungkin akan membuat Anda menyesalinya.
Jika
demikian, bagaimana membedakan Kebaikan dan kejahatan pada taraf yang berbeda dan memiliki tolok ukur yang berbeda. Tolak ukur untuk menilai suatu kebaikan dan kejahatan di zaman sekarang ini bukan berdasarkan hati nurani lagi tapi sudah berdasarkan kepentingan masing-masing.
Misalnya jika seseorang dapat melindungi kepentingan
negara, maka dia akan menjadi seorang pahlawan di mata orang lain,
mendapatkan pengakuan dari orang-orang, dan mendapatkan penghargaan. Sebaliknya jika seseorang itu dianggap menghalangi maka seseorang itu akan di benci bahkan dimusnahkan.
Dalam realitas kehidupan manusia apabila tindakan yang
dilakukan seseorang sesuai dengan kepentingan Anda, maka Anda akan
mengatakan orang itu baik. Sebaliknya, bila tindakan dan ucapan orang
tersebut tidak sesuai dengan kepentingan Anda, maka Anda akan menganggap
orang tersebut jahat, bukankah demikian?
Ada banyak orang yang pergi ke kuil menyembah Buddha dengan memohon kekayaan, naik jabatan, selamat dari bencana, mendapat jodoh dan lain-lain. Semua permintaan ini bukankah merupakan kepentingan dunia fana ?
Sedangkan orang jahat tolak ukur didalam hatinya adalah kejahatan yang selalu memandang sesuatu hal atau seseorang itu selalu dari sisi yang buruk, sehingga tidak menyadari sisi baik orang lain dihadapan matanya. Yang terlihat olehnya hanyalah kejelekan, keserakahan dan ketidakpuasan.
Ada banyak orang yang pergi ke kuil menyembah Buddha dengan memohon kekayaan, naik jabatan, selamat dari bencana, mendapat jodoh dan lain-lain. Semua permintaan ini bukankah merupakan kepentingan dunia fana ?
Banyak orang menganggap Dewa yang
dapat memenuhi permintaan mereka adalah Dewa yang baik dan lurus, jika
Dewa tidak bisa memenuhi permintaan mereka maka Dewa itu dianggap jahat
dan sesat. Jika Anda berpikir secara rasional dan menggunakan tolok ukur
duniawi untuk mengukur kebaikan dan kejahatan Dewa dan Buddha, apakah
bisa?
Tolak ukur kepentingan ini sebenarnya tidak dapat digunakan untuk mengukur baik
atau jahat di dalam etika moral karena Orang yang baik hati tolak ukur didalam hatinya adalah kebajikan moral yang berdasarkan Langit, sehingga setiap
benda dan hal didunia ini dalam matanya adalah mengandung belas kasih, hati yang toleransi, selalu hanya memandang sisi baik dari seseorang, sehingga kesimpulan yang ditimbulkan juga akan berbeda.Sedangkan orang jahat tolak ukur didalam hatinya adalah kejahatan yang selalu memandang sesuatu hal atau seseorang itu selalu dari sisi yang buruk, sehingga tidak menyadari sisi baik orang lain dihadapan matanya. Yang terlihat olehnya hanyalah kejelekan, keserakahan dan ketidakpuasan.
Di zaman
modern, boleh dikatakan banyak kebenaran yang sudah tidak murni, yang ada cuma hanyalah suatu pembenaran. Banyak
pemimpin yang sudah keluar jalur dan tidak benar-benar menjalani
apa yang diajarkan langit pada manusia. Bahkan ada yang menjadikan agama
sebagai bisnis untuk menggali kekayaan sebanyak mungkin.
Dengan munculnya hal-hal demikian, bukankah Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana hal tersebut bisa membuat kedamaian antara umat manusia?
Dengan munculnya hal-hal demikian, bukankah Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana hal tersebut bisa membuat kedamaian antara umat manusia?
Tidak ada komentar:
Write komentar