Pada zaman dahulu ada dua orang janda, seorang ibu mertua dan menantu perempuan yang tinggal bersama di rumah yang sama. Sang ibu berusia empat puluhan dan sering diam-diam dikunjungi oleh seorang pemuda di desanya.
Oleh karena takut ketahuan dengan menantunya, maka setiap ketemu dengan menantunya pemuda itu beberapa kali pergi. Sang ibu kemudian membenci menantunya dan menganggapnya sebagai duri dalam dagingnya.
Suatu hari ia pergi ke pengadilan untuk membuat pengaduan pada hakim daerah itu dengan menuduh bahwa menantunya telah berhubungan berzinah dengan seorang pemuda. Pada masa itu, seorang janda tidak boleh memiliki hubungan dengan pria lain. Perzinahan akan dihukum oleh hukum.
Sang hakim bertanya kepada ibu itu, "Apakah ibu tahu siapa nama pemuda itu." Ibu itu berkata, " Saya tidak tahu siapa pemuda itu, karena pemuda itu datang ketika larut malam dan pergi ketika menjelang pagi hari.
Kemudian sang Hakim bertanya pada menantu ibu itu, " Siapakah nama pemuda itu ? " Menantu ibu itu berkata, " Saya tidak tahu nama pemuda itu, tapi pemuda itu adalah kekasih ibu mertuaku dan bukan milik saya. Mendengar hal itu, sang ibu mertua sangat marah dan membantahnya, bahkan melemparkan penghinaan itu pada menantunya.
Ketika pemuda itu dibawa masuk ke hadapan Hakim, ia pun menyangkal segala tuduhan itu. Hakim merasa aneh, bahwa di antara ratusan penduduk di desa, hanya pemuda ini yang terlibat. Hakim itu kemudian memerintahkan seorang pengawalnya untuk mencambuk pemuda itu. Setelah dicambuk beberapa kali akhirnya pemuda itu mengakui bahwa dia menjadi kekasih wanita muda itu. Meskipun wanita muda itu menolak dengan keras tuduhan itu, namun wanita muda itu tetap diberi hukuman cambuk yang parah dan dilempar keluar.
Wanita muda itu merasa sakit hati dengan perlakuan yang diterimanya. Dia kemudian mengaduhkan kasusnya ke pengadilan yang lebih tinggi. Kasusnya kemudian dirujuk ke seorang Hakim Kabupaten yang bernama Sun Liuxia yang terkenal karena akal cerdiknya. Setelah meninjau kasus itu, Hakim Sun mempunyai ide. Dia memerintahkan tiga dari mereka untuk tampil di pengadilan untuk menggelar sidang ulang dan mengatakan pada para pembantunya untuk membawa beberapa pisau dan batu ke ruang sidang.
"Yang Mulia, kita hanya dapat menggunakan borgol dan belenggu pada tahanan. Kita tidak boleh menggunakan pisau dan batu untuk menyiksa mereka. "
"Aku tahu itu. Lakukan saja apa yang saya katakan. "
Pada hari persidangan, pemuda itu disuruh menunggu di halaman pengadilan, sementara hakim mempertanyakan pada kedua wanita itu.
"Saya tidak tahu, mana salah satu dari kalian yang berzinah," kata Hakim Sun. "Siapa pun dia, dia pasti akan tergoda oleh bajingan ini. Sekarang saya memberikan izin untuk menghukumnya. "
Hakim Sun kemudian menunjuk ke arah batu dan pisau yang ditampilkan dalam ruangan sidang. Kedua wanita itu tampak ragu-ragu.
"Jangan takut," kata hakim tersebut. "Saya akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya."
Kedua wanita kemudian berdiri dan mulai melemparkan batu pada pemuda itu. Wanita muda itu mengambil batu-batu yang besar dan melemparkan dengan segala kekuatannya, sementara ibu mertuanya mengambil batu yang kecil dan melemparkan di kaki pria itu.
Setelah itu, sang Hakim kemudian menyarankan pada mereka untuk menggunakan pisau itu memotong tangan pemuda itu. Wanita muda itu kemudian berjalan untuk mengambil pisau, tapi sang ibu mertua menolak keras. Pada titik ini, sang hakim berkata, "Baiklah. Aku sudah tahu siapa yang telah berzina itu. "
Akhirnya sang ibu itu membuat pengakuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, sementara pemuda itu diberi hukuman tiga puluh cambukan.
Oleh karena takut ketahuan dengan menantunya, maka setiap ketemu dengan menantunya pemuda itu beberapa kali pergi. Sang ibu kemudian membenci menantunya dan menganggapnya sebagai duri dalam dagingnya.
Suatu hari ia pergi ke pengadilan untuk membuat pengaduan pada hakim daerah itu dengan menuduh bahwa menantunya telah berhubungan berzinah dengan seorang pemuda. Pada masa itu, seorang janda tidak boleh memiliki hubungan dengan pria lain. Perzinahan akan dihukum oleh hukum.
Sang hakim bertanya kepada ibu itu, "Apakah ibu tahu siapa nama pemuda itu." Ibu itu berkata, " Saya tidak tahu siapa pemuda itu, karena pemuda itu datang ketika larut malam dan pergi ketika menjelang pagi hari.
Kemudian sang Hakim bertanya pada menantu ibu itu, " Siapakah nama pemuda itu ? " Menantu ibu itu berkata, " Saya tidak tahu nama pemuda itu, tapi pemuda itu adalah kekasih ibu mertuaku dan bukan milik saya. Mendengar hal itu, sang ibu mertua sangat marah dan membantahnya, bahkan melemparkan penghinaan itu pada menantunya.
Ketika pemuda itu dibawa masuk ke hadapan Hakim, ia pun menyangkal segala tuduhan itu. Hakim merasa aneh, bahwa di antara ratusan penduduk di desa, hanya pemuda ini yang terlibat. Hakim itu kemudian memerintahkan seorang pengawalnya untuk mencambuk pemuda itu. Setelah dicambuk beberapa kali akhirnya pemuda itu mengakui bahwa dia menjadi kekasih wanita muda itu. Meskipun wanita muda itu menolak dengan keras tuduhan itu, namun wanita muda itu tetap diberi hukuman cambuk yang parah dan dilempar keluar.
Wanita muda itu merasa sakit hati dengan perlakuan yang diterimanya. Dia kemudian mengaduhkan kasusnya ke pengadilan yang lebih tinggi. Kasusnya kemudian dirujuk ke seorang Hakim Kabupaten yang bernama Sun Liuxia yang terkenal karena akal cerdiknya. Setelah meninjau kasus itu, Hakim Sun mempunyai ide. Dia memerintahkan tiga dari mereka untuk tampil di pengadilan untuk menggelar sidang ulang dan mengatakan pada para pembantunya untuk membawa beberapa pisau dan batu ke ruang sidang.
"Yang Mulia, kita hanya dapat menggunakan borgol dan belenggu pada tahanan. Kita tidak boleh menggunakan pisau dan batu untuk menyiksa mereka. "
"Aku tahu itu. Lakukan saja apa yang saya katakan. "
Pada hari persidangan, pemuda itu disuruh menunggu di halaman pengadilan, sementara hakim mempertanyakan pada kedua wanita itu.
"Saya tidak tahu, mana salah satu dari kalian yang berzinah," kata Hakim Sun. "Siapa pun dia, dia pasti akan tergoda oleh bajingan ini. Sekarang saya memberikan izin untuk menghukumnya. "
Hakim Sun kemudian menunjuk ke arah batu dan pisau yang ditampilkan dalam ruangan sidang. Kedua wanita itu tampak ragu-ragu.
"Jangan takut," kata hakim tersebut. "Saya akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya."
Kedua wanita kemudian berdiri dan mulai melemparkan batu pada pemuda itu. Wanita muda itu mengambil batu-batu yang besar dan melemparkan dengan segala kekuatannya, sementara ibu mertuanya mengambil batu yang kecil dan melemparkan di kaki pria itu.
Setelah itu, sang Hakim kemudian menyarankan pada mereka untuk menggunakan pisau itu memotong tangan pemuda itu. Wanita muda itu kemudian berjalan untuk mengambil pisau, tapi sang ibu mertua menolak keras. Pada titik ini, sang hakim berkata, "Baiklah. Aku sudah tahu siapa yang telah berzina itu. "
Akhirnya sang ibu itu membuat pengakuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, sementara pemuda itu diberi hukuman tiga puluh cambukan.
Tidak ada komentar:
Write komentar