KEBAJIKAN (De 德) - Washington Post pada 20 Agustus 2014 lalu melaporkan bahwa bilamana Anda mendapat suatu kesulitan di dalam kereta api bawah tanah di Tiongkok, jangan berharap untuk mendapat bantuan dari penumpang lainnya.
Hal itu bukan tanpa alasan. Sebuah peritiwa bisa menjadi buktinya. Pada 9 Agustus 2014 lalu, sekitar pukul 09:30 waktu setempat, seorang penumpang kereta api bawah tanah Line 2 Shanghai jatuh pingsan dalam gerbong kereta.
Dari rekaman CCTV Xinhua terlihat, pada awalnya penumpang warga asing itu tampak menyandarkan kepalanya ke bahu seorang penumpang yang berada di sebelah kanannya. Tetapi beberapa detik kemudian seiring pengereman kereta api, ia jatuh ke lantai kereta. Laporan Xinhua mengatakan bahwa tampaknya penumpang tersebut telah hilang kesadaran.
Kelima penumpang yang duduk berdekatan dengannya tak satu pun yang bersedia memberikan pertolongan bahkan berusaha melarikan diri dan menyebabkan gerbong menjadi kosong dalam beberapa detik kemudian. Dari rekaman terlihat penumpang berhamburan melarikan diri setelah seseorang berteriak, "Terjadi kecelakaan".
Seorang penumpang lelaki setengah baya sampai terjatuh dan terinjak penumpang lainnya ketika berhamburan meninggalkan gerbong, seorang penumpang wanita setengah baya tergencet di pintu besi gerbong. Ketika beberapa orang kru kereta api tiba dalam gerbong, penumpang kulit putih tersebut sudah siuman dan meninggalkan gerbong sendiri.
Wall Street Journal dalam laporannya mengatakan bahwa ini bukan kejadian pertama yang menunjukkan sikap tak simpatik penumpang di stasiun KA bawah tanah Shanghai. Pada Februari seorang penumpang wanita yang berada dalam gerbong KA Line 8 Shanghai tiba-tiba mengalami kejadian ponselnya mengeluarkan asap.
Beberapa orang penumpang berteriak, "Terbakar", "Ada api." Hal itu membuat orang-orang bergegas melarikan diri meninggalkan barang-barang bawaan mereka. Padahal akhirnya tidak ditemukan api kecuali ponsel yang berasap itu.
Setelah beberapa bulan terakhir sering terjadi insiden penusukan orang di tempat-tempat umum membuat turis dalam dan luar negeri berwas-was dan khawatir, walau pihak berwenang juga tampak memperketat pengawasan terhadap tindak kekerasan.
Kepanikan penumpang pernah terjadi di stasiun KA Guangzhou dan Beijing. Pada Juni lalu di stasiun KA Taman Mei Hua, seorang penumpang jatuh pingsan membuat penumpang panik dan berlarian untuk menyelamatkan diri. 6 orang penumpang luka dalam insiden ini.
Pada bulan yang sama, di stasiun KA WTC Beijing adu jotos 2 orang penumpang menyebabkan orang-orang berhamburan menjauhi lokasi, membuat beberapa orang akhirnya terjatuh.
Menghadapi situasi demikian Xin Hua dalam artikelnya menulis 'Reaksi kepanikan massa membutuhkan pendidikan darurat'. Menyerukan pembentukan sistem manajemen krisis di tempat keramaian agar orang tidak membabi buta asal mengikuti arus.
Menolak memberikan bantuan kepada orang lain memicu introspeksi nasional
New York Times melaporkan, Sina melalui situs webnya mengadakan jajak pendapat melalui 2 pertanyaan. Apakah dapat dipahami bila penumpang terburu-buru melarikan diri dari tempat kejadian? Apakah Anda akan mengkritik penumpang yang terburu-buru melarikan diri?
Jajak pendapat akhirnya menunjukkan, sekitar 30% suara menyatakan mereka juga akan melarikan diri bila menghadapi situasi demikian.
Ini bukan kejadian pertama di mana masyarakat tidak mau membantu orang lain dalam kesulitan. Maka perlu ada introspeksi nasional. Masih ingat kejadian di kota Fushan, seorang balita berusia 2 tahun Wang Yue terlindas mobil dan dibiarkan tergeletak di jalanan oleh sedikitnya 18 orang yang berlalu lalang di depannya. Ia baru ditolong oleh seorang wanita pemulung. Hal ini memicu perdebatan sengit soal rasa malu yang ada di masyarakat.
New York Times menyebutkan, yang paling menarik perhatian dalam insiden pingsan dalam gerbong KA bawah tanah Shanghai adalah insiden itu terjadi di kota keuangan Tiongkok Shanghai, terjadi di halaman warga yang paling modern dari negeri ini.
Tahun lalu, untuk pertama kalinya kota Shenzhen melaksanakan 'Perlindungan hukum bagi orang baik'. Ia disebut sebagai hak dan perlindungan hukum yang diberikan oleh otoritas Shenzhen kepada masyarakat atau perorangan yang berbuat baik kepada orang lain.
Melindungi mereka dari tindak penuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya akibat memberikan bantuan kepada sesama.
Media Tiongkok menyerukan agar peraturan demikian dapat disebarluaskan dan diterapkan di seluruh negeri. Karena memang terbukti banyak kejadian orang yang membantu sesamanya dari kesulitan justru terancam hukuman maupun malah mengganti kerugian. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar