KEBAJIKAN ( De 德 ) - Seorang pemuda bernama Sinchan selalu mengeluhkan kehidupannya. Ada saja yang menjadi bahan keluhan dan kerapkali menjadi beban pikirannya, bahkan untuk hal-hal yang sepele.
Saat dirinya membeli sebuah baju baru, ternyata di bagian bawah bajunya terdapat sedikit noda, yang akan hilang bila dibilas dengan sabun. Namun, Sinchan tidak dapat menerima kejadian ini. Dia kembali ke toko dan mengeluarkan kalimat-kalimat pedas yang tidak pantas kepada para pegawai toko.
Saat dirinya membeli sebungkus nasi, ternyata saat tiba di rumah dan hendak menyantap makanan tersebut, lauk yang ada di dalam bungkusan tidak sesuai dengan keinginannya. Yang dipesan telur dadar, namun yang diterimanya telur bulat. Keesokan harinya, Sinchan menyambangi warung tersebut dan langsung menuduh pemilik warung sebagai orang yang bodoh dan tolol.
Saat dirinya sedang berjalan di trotoar jalan, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang. Roda mobil menabrak gumpalan air di atas aspal, air memercik ke segala penjuru, hingga membasahi sebagian celana jeansnya. Seketika itu pula, Sinchan berlari mengejar mobil yang sedang berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Dengan penuh amarah, Sinchan memaki pengemudi dengan serangkaian sumpah serapah.
Dan yang paling parah, saat Sinchan menghardik orang tuanya yang enggan memberinya uang untuk membeli sebuah smartphone keluaran terbaru. Dengan nada tinggi, Sinchan mengancam akan meninggalkan rumah dan tidak akan pernah kembali sebelum smartphone kesukaannya tersedia di rumah.
Beragam ulah dan sifat negatif Sinchan, membuat dirinya dijauhi oleh banyak orang. Kedua orang tuanya tidak dapat berkata-kata lagi melihat perangai buruk anak tunggalnya.
Hingga suatu ketika, Sinchan bertemu kembali dengan seorang guru bijaksana bernama Opung Toba. Setelah belasan tahun, baru kali ini beliau mengunjungi Sinchan.
Terhadap Opung Toba, Sinchan menaruh hormat dan mau mendengarkan nasehat beliau, sebab sewaktu kecil, Opung Toba pernah merawat dan membesarkan Sinchan ketika kedua orang tuanya pergi merantau ke negeri seberang, bekerja sebagai buruh perkebunan di negeri jiran.
Opung Toba : "Wahai anakku, saya sengaja datang ke sini karena mendengar kelakuanmu yang tidak baik..."
Sinchan : "Bukan saya yang tidak baik Guru... Tapi orang-orang berlaku sangat buruk terhadapku. Perbuatan mereka selalu membuatku marah..."
Opung Toba : "Begitu mudahkah engkau mengeluarkan emosimu? Kamu menganggap orang lain selalu bersalah kepadamu, lantas apakah dirimu tidak pernah melakukan kesalahan?"
Sinchan diam seribu bahasa dan menundukkan kepalanya....
Opung Toba : "Apakah dirimu mampu hidup bahagia dengan berbagai keluhanmu? Tidak mampukah dirimu bersabar sedikit saja jika menghadapi situasi yang tidak menguntungkanmu? Apakah kamu hanya ingin semua berjalan sesuai kehendakmu? Itu namanya egois.... Jika kamu tidak mau mengubah sifat burukmu, kamu bakal hidup terkungkung seorang diri. Hidup dalam duniamu yang penuh dengan keluhan...."
Sinchan menjawab lirih : "Saya tahu saya tidak benar, tapi maunya mereka jangan memperlakukan diriku semena-mena..."
Opung Toba : "Semena-mena tidak sama dengan berbuat kekeliruan. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Pantaskan kita selalu mengeluhkan kesalahan orang lain sementara kita sendiri bukanlah seorang sempurna dan mulia...."
Opung Toba berdiri dan sekarang duduk di samping Sinchan. Sambil merangkul pundak Sinchan, Opung Toba berkata : "Hidupmu akan sengsara, jika selalu melihat dan mempermasalahkan kekurangan dan kesalahan orang lain. Pikiranmu akan menjadi kerdil dalam suasana kebencian. Mengeluh itu tidak pantas keluar dari mulut kita. Lapangkan dadamu, hiruplah udara kedamaian. Berilah maaf kepada mereka yang telah menyakiti hatimu. Kelak, kamu akan merasakan manfaat yang tiada bernilai..."
Sinchan memeluk tubuh tambun Opung Toba, orang tua bijaksana yang sudah memutih rambutnya.
Sobatku yang budiman...
Semua orang pernah melakukan kesalahan, demikian juga dengan diri kita. Tidak sepantasnya, semua kejadian buruk yang diakibatkan kekeliruan orang lain menjadikan kita banyak mengeluh dan terus mempergunjingkan kesalahan mereka.
Kita boleh menegur atau mengingatkan mereka, lakukanlah dengan santun dan elegan. Tidak perlu marah-marah, apalagi sampai mengeluarkan sumpah serapah yang berisikan penghuni kebun binatang atau kata-kata kotor yang tidak pantas.
Ada kalanya, beberapa kesalahan mereka tidak perlu kita permasalahkan, jika kita sendiri mampu mengatasi masalah itu.
Hidup dengan banyak keluhan akan membuat kita menjadi menderita, pikiran menjadi mumet (penat) dan justru akan menambah beban hidup kita. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar