Sebenarnya, diantara manusia ada seberapa besar dendam yang muncul,
kelihatannya tidak terlalu banyak. Tetapi di dalam kehidupan kita ini,
sering sekali karena hal-hal kecil didalam hati kita merasa tidak enak
dan terasa ada ganjalan, tidak bahagia, yang dimulai dari hal-hal yang kecil ini.
Kalau benar-benar dipikirkan hal tersebut adalah hal yang sepele, tetapi di dalam hati kita sudah terdapat sebuah simpul, yang lama kelamaan akan menjadi batu, sehingga akhirnya kita tidak dapat tertawa dengan bebas lagi.
Bagaimana menciptakan lingkaran setan menjadi lingkaran cinta? Salah satu kuncinya terletak di mana? Gandhi dari India pernah berkata, “Dimulai dari diri sendiri.” Oleh sebab itu saya berpikir lingkaran setan ini tidak dapat diputuskan melalui orang lain, diri kita sendiri yang harus memulainya.
Pada suatu ketika, saya ingin memberikan test psikologis kepada murid-murid saya; karena takut mereka terlambat, oleh sebab itu seminggu sebelum test tersebut diadakan saya telah mengumumkan di depan kelas, dengan serius memperingatkan mereka tidak boleh terlambat.
Pada hari test psikologis diadakan, ketika lonceng masuk telah berdering, saya sengaja terlambat masuk 5 menit, mengharapkan semua murid telah masuk ke kelas. Ketika saya membagikan soal ujian, saya melihat ada 2 orang murid yang tidak masuk, pada saat itu didalam hati saya sangat tidak gembira, mulai menggerutu didalam hati, “Kenapa bisa demikian ceroboh” segera saya tempelkan label “ceroboh” untuk menandai mereka.
Pada hari itu memang hujan deras; setengah jam telah berlalu, salah seorang murid yang terlambat itu dengan tergesa-gesa berlari masuk kedalam kelas, setelah berada di hadapan saya, dengan membungkukkan badan memberi hormat kepada saya, kemudian mengambil kertas ujian yang terletak di meja saya, lalu menghambur ketempat duduknya segera menundukkan kepala mengerjakan soal ujiannya. Saya semakin tidak puas, didalam hati berpikir, “Sudah terlambat, masuk kekelas tidak mengatakan sepatah katapun.”
Setelah beberapa menit kemudian, dia menyadari salah mengambil soal ujian, lalu perlahan-lahan berjalan ketempat saya, dengan hati-hati dia berkata, “Guru, maafkan saya! Karena takut terlambat, saya telah meminta izin di tempat kerja saya, meminta izin pulang lebih cepat; tetapi di luar hujan deras, di jalanan semua macet, saya menjadi terlambat. Maafkan saya!”
Segera mendengar perkataannya, saya menjadi tersentuh! Atas kelalaian saya sendiri, sebelum mengetahui kebenaran, saya telah menempelkan label “Ceroboh” kepadanya; saya merasa malu atas perbuatan saya sendiri. Kemudian, saya melihat cuaca demikian buruk, saya sudah tidak menaruh harapan kepada seorang lagi murid wanita yang belum datang tersebut.
Diluar dugaan, 5 menit sebelum lonceng pelajaran selesai berbunyi, murid wanita tersebut berlari masuk kedalam kelas; seluruh badannya basah kuyup, tanpa berhenti dia meminta maaf: “ Maafkan saya guru! Saya bukan sengaja, seluruh jalan menuju sekolah banjir, bis saya mogok, tidak dapat berjalan, akhirnya saya hanya bisa mendorongnya sampai ke sekolah.”
Ah! Mereka berdua adalah murid yang baik, di siang hari mereka harus bekerja ditempat yang agak jauh dari kota. Malam dengan rajin masih harus datang belajar ke sekolah untuk mencari ilmu, sedangkan saya masih kurang menaruh perhatian kepada mereka, di dalam hati masih menggelutu, “Sudah dipesan jangan terlambat! Kalian masih tidak mendengar perkataan saya!”
Ketika saya melihat murid-murid saya demikian serius belajar dan menghormati saya, sedangkan saya sendiri tidak mempertimbangkan masalah ini dari perspektif orang lain saya merasa sangat malu. Saya perlu mempelajari “rasa hormat” mereka ! setelah berpikir sampai disini, ketidak puasan dan rasa tidak bahagia saya tiba-tiba menghilang, diganti dengan sukacita dan rasa syukur! ( Erabaru )
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Kalau benar-benar dipikirkan hal tersebut adalah hal yang sepele, tetapi di dalam hati kita sudah terdapat sebuah simpul, yang lama kelamaan akan menjadi batu, sehingga akhirnya kita tidak dapat tertawa dengan bebas lagi.
Bagaimana menciptakan lingkaran setan menjadi lingkaran cinta? Salah satu kuncinya terletak di mana? Gandhi dari India pernah berkata, “Dimulai dari diri sendiri.” Oleh sebab itu saya berpikir lingkaran setan ini tidak dapat diputuskan melalui orang lain, diri kita sendiri yang harus memulainya.
Pada suatu ketika, saya ingin memberikan test psikologis kepada murid-murid saya; karena takut mereka terlambat, oleh sebab itu seminggu sebelum test tersebut diadakan saya telah mengumumkan di depan kelas, dengan serius memperingatkan mereka tidak boleh terlambat.
Pada hari test psikologis diadakan, ketika lonceng masuk telah berdering, saya sengaja terlambat masuk 5 menit, mengharapkan semua murid telah masuk ke kelas. Ketika saya membagikan soal ujian, saya melihat ada 2 orang murid yang tidak masuk, pada saat itu didalam hati saya sangat tidak gembira, mulai menggerutu didalam hati, “Kenapa bisa demikian ceroboh” segera saya tempelkan label “ceroboh” untuk menandai mereka.
Pada hari itu memang hujan deras; setengah jam telah berlalu, salah seorang murid yang terlambat itu dengan tergesa-gesa berlari masuk kedalam kelas, setelah berada di hadapan saya, dengan membungkukkan badan memberi hormat kepada saya, kemudian mengambil kertas ujian yang terletak di meja saya, lalu menghambur ketempat duduknya segera menundukkan kepala mengerjakan soal ujiannya. Saya semakin tidak puas, didalam hati berpikir, “Sudah terlambat, masuk kekelas tidak mengatakan sepatah katapun.”
Setelah beberapa menit kemudian, dia menyadari salah mengambil soal ujian, lalu perlahan-lahan berjalan ketempat saya, dengan hati-hati dia berkata, “Guru, maafkan saya! Karena takut terlambat, saya telah meminta izin di tempat kerja saya, meminta izin pulang lebih cepat; tetapi di luar hujan deras, di jalanan semua macet, saya menjadi terlambat. Maafkan saya!”
Segera mendengar perkataannya, saya menjadi tersentuh! Atas kelalaian saya sendiri, sebelum mengetahui kebenaran, saya telah menempelkan label “Ceroboh” kepadanya; saya merasa malu atas perbuatan saya sendiri. Kemudian, saya melihat cuaca demikian buruk, saya sudah tidak menaruh harapan kepada seorang lagi murid wanita yang belum datang tersebut.
Diluar dugaan, 5 menit sebelum lonceng pelajaran selesai berbunyi, murid wanita tersebut berlari masuk kedalam kelas; seluruh badannya basah kuyup, tanpa berhenti dia meminta maaf: “ Maafkan saya guru! Saya bukan sengaja, seluruh jalan menuju sekolah banjir, bis saya mogok, tidak dapat berjalan, akhirnya saya hanya bisa mendorongnya sampai ke sekolah.”
Ah! Mereka berdua adalah murid yang baik, di siang hari mereka harus bekerja ditempat yang agak jauh dari kota. Malam dengan rajin masih harus datang belajar ke sekolah untuk mencari ilmu, sedangkan saya masih kurang menaruh perhatian kepada mereka, di dalam hati masih menggelutu, “Sudah dipesan jangan terlambat! Kalian masih tidak mendengar perkataan saya!”
Ketika saya melihat murid-murid saya demikian serius belajar dan menghormati saya, sedangkan saya sendiri tidak mempertimbangkan masalah ini dari perspektif orang lain saya merasa sangat malu. Saya perlu mempelajari “rasa hormat” mereka ! setelah berpikir sampai disini, ketidak puasan dan rasa tidak bahagia saya tiba-tiba menghilang, diganti dengan sukacita dan rasa syukur! ( Erabaru )
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar