Selama
beberapa ratus tahun terakhir dari Dinasti Zhou, rasa mementingkan diri
sendiri dari masyarakat meningkat seiring dengan berkembangnya
masyarakat luas.
Perilaku bajik dan berbudi luhur yang ditanamkan oleh para Kaisar dari Dinasti Xia, Shang, dan Zhou awal, perlahan-lahan digantikan oleh sifat individu yang mementingkan kepentingan pribadi.
Alhasil, hubungan diantara kerajaan menjadi benar-benar kompetitif dan banyak hubungan diantaranya yang menjadi retak.
Selama periode ini, akhirnya para orang-orang suci muncul di Tiongkok.
Lao Zi (老子) mengajarkan Tao (道) – Sebuah jalan untuk kembali ke sifat asli dari seseorang, diri yang sejati.
Konfusius (孔 子) mengajarkan kebajikan (仁, Ren) sebagai dasar dari perilaku moral, dengan menekankan bahwa Tao sebagai tujuan akhirnya, berdasarkan De (德, berkah, pahala), dan bergantung pada kebajikan (仁, Ren).
Karakter Ren (仁) itu sendiri atau dikombinasikan dengan karakter lain mengacu pada konsep-konsep seperti mengasihi, kebaikan, cinta kasih, berperi-kemanusiaan, bersumbangsih. Ia mengungkapkan gagasan yang mengadopsi perilaku mulia dalam membawa diri saat menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
Tahun-Tahun Awal
Konfusius (551 – 479 SM) dikenal di Tiongkok sebagai Kong Zi (dibaca: kong ce), atau Kong Fu Zi (dibaca: kong fu ce). Namanya saat lahir Kong Qiu, sedangkan nama panggilannya Zhong Ni (sesuai tradisi Tiongkok, “nama panggilan” diberikan setelah usia 20 untuk menandakan kedewasaan).
Konfusius hidup di Kerajaan Lu selama Zaman Musim Semi dan Gugur (770 – 476 SM ) yang merupakan masa penghujung dari Dinasti Zhou (kira-kira dari abad 11 SM - 221 SM).
Ibu Konfusius seorang selir dari seorang pejabat tua. Ketika Konfusius berusia tiga tahun, ayahnya meninggal dunia. Dia dan ibunya hidup dalam kemiskinan, tetapi Konfusius sangat suka membaca dan mempelajari tata etika.
Prinsip Kebajikan
Konfusius mendapatkan pengetahuan yang sangat luas melalui rajin belajar. Dia menguasai puisi, sejarah, tata upacara Dinasti Zhou, dan tradisi kuno lainnya, begitu juga dengan enam seni yaitu: ritual (禮, Li), musik (樂, Le), memanah (射), Imperial (御, Yu), membaca dan menulis kaligrafi (書, Shu), dan ilmu hitung (數, Shu).
Konfusius mengajarkan kebaikan sebagai dasar dari perilaku moral, dan menyatakan bahwa Tao adalah tujuan terakhirnya, yang bisa dicapai melalui kebajikan dan fondasi dari kebaikan sambil menikmati seni.
Setelah dia menginjak usia 30 tahun, Konfusius mulai mengajar. Dia pernah sekali mengunjungi ibukota Kerajaan Zhou untuk belajar dari Lao Zi. Dia lalu menjadi pejabat pemerintah dengan berbagai pangkat rendah.
Memasuki usia 51 tahun, Konfusius dipromosikan menjadi pejabat tinggi. Dia melihat banyak ketidak-adilan dan tidak adanya moralitas dalam politik. Dia pun menganjurkan kepada pemerintah tentang prinsip-prinsip kebaikan, tetapi filosofi politisnya tidak diadopsi oleh rajanya.
Konfusius tidak memiliki pilihan selain mengundurkan diri. Dia pergi mengasingkan diri dan berpergian dari kerajaan demi kerajaan di seluruh Kekaisaran Tiongkok untuk menyebar luaskan ajaran dan kepercayaannya terhadap pelaksanaan kebajikan. Tetapi, kaum bangsawan tidak menerima filosofinya.
Dedikasi hingga Edukasi
Konfusius kembali ke kampung halamannya saat usia 60 tahun dan mendedikasi dirinya untuk pendidikan. Di waktu itu, rakyat biasa tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan, dimana hak istimewa ini hanya disediakan bagi kaisar dan kaum bangsawan.
Konfusius adalah guru pertama dalam sejarah Tiongkok yang memberikan edukasi privat kepada masyarakat umum dengan berdasarkan pada konsep mengajar sesuai “bakat alami”.
Dia mengajarkan tradisi kuno dan enam seni, tetapi menekankan pada moralitas sebagai hal yang paling penting. Dia mengajarkan bahwa seorang pria sejati adalah seseorang dengan pendidikan yang baik dan menjunjung tinggi peningkatan karakter moral sendiri.
Konfusius jarang berbicara mengenai kepentingan pribadi. Jika topik tersebut diangkat, dia selalu menghubungkannya dengan takdir, kebaikan, dan kebajikan. Ketika murid-muridnya tidak dapat menghadapi rintangan dan kesulitan, Konfusius akan menggunakan momen-momen semacam ini sebagai kesempatan untuk mengajar untuk membuat mereka lebih mudah memahami situasi yang mereka hadapi itu.
Dia mengajarkan murid-muridnya bagaimana untuk menjadi orang yang baik, dan dia sendiri mempraktekkan prinsipnya itu. Murid-murid dan generasi berikutnya sangat tersentuh dengan kebenaran, kebaikan, kerendahan hati, kesantunan, kesetiaannya pada negara, dan rasa pedulinya pada sesama.
Menurut legenda, Konfusius memiliki murid sebanyak 3.000 orang. Diantara mereka semua, 72-nya menjadi tokoh yang terkemuka dan lalu turut menyebarkan ajaran dari Konfusius.
Mencari Tao
Sebagai tambahan pada konsep utama yaitu kebajikan (仁, Ren), prinsip utama lainnya dari ajaran Konfusius adalah keadilan (義, Yi), kesopanan (禮, Li), belajar dan kebijakan (智, Zhi), kejujuran dan dapat dipercaya (信, Xin), begitu juga berbakti kepada orang tua (孝, Xiao), kesetiaan (忠, Zhong), dan sifat memaafkan (恕, Shu).
Bersamaan itu, dia juga berbicara mengenai Tao dalam sejumlah kesempatan.
Contoh yang terbaik adalah dari sebuah bab yang paling terkenal dalam catatan Konfusius, Kitab Analek, dimana di situ Konfusius menyatakan, “Pagi mendengar Tao, malam boleh meninggal dunia [朝聞道,夕死可矣, Cháo Wén Dào, Xī Sǐ Kě Yǐ].”
Dalam pernyataan ini, Konfusius menekankan pada perihal betapa berharganya Tao itu, dan jarang ada kesempatan untuk bisa mendengar, mengenali, dan memahami Tao – sebegitunya sehingga seseorang akan merasa puas untuk meninggal dunia pada hari yang sama, tanpa ada penyesalan.
Konfusius menyatakan bahwa dia bukanlah seorang pencipta ide-ide baru, tetapi hanya berharap bisa menyampaikan dan membangkitkan kembali tradisi moralitas kuno dari Dinasti Zhou, dan tata aturan dalam mempraktekkan kebajikan.
Di Tiongkok, Konfusius diberi penghargaan sebagai “tokoh dan guru terbaik”. Dia memberikan bimbingan pada prinsip-prinsip interaksi diantara umat manusia, salah satu warisan yang paling dihargai, benar-benar memengaruhi orang Tionghoa dan kebudayaannya selama 2.500 tahun. (The Epoch Times )
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Perilaku bajik dan berbudi luhur yang ditanamkan oleh para Kaisar dari Dinasti Xia, Shang, dan Zhou awal, perlahan-lahan digantikan oleh sifat individu yang mementingkan kepentingan pribadi.
Alhasil, hubungan diantara kerajaan menjadi benar-benar kompetitif dan banyak hubungan diantaranya yang menjadi retak.
Selama periode ini, akhirnya para orang-orang suci muncul di Tiongkok.
Lao Zi (老子) mengajarkan Tao (道) – Sebuah jalan untuk kembali ke sifat asli dari seseorang, diri yang sejati.
Konfusius (孔 子) mengajarkan kebajikan (仁, Ren) sebagai dasar dari perilaku moral, dengan menekankan bahwa Tao sebagai tujuan akhirnya, berdasarkan De (德, berkah, pahala), dan bergantung pada kebajikan (仁, Ren).
Karakter Ren (仁) itu sendiri atau dikombinasikan dengan karakter lain mengacu pada konsep-konsep seperti mengasihi, kebaikan, cinta kasih, berperi-kemanusiaan, bersumbangsih. Ia mengungkapkan gagasan yang mengadopsi perilaku mulia dalam membawa diri saat menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
Tahun-Tahun Awal
Konfusius (551 – 479 SM) dikenal di Tiongkok sebagai Kong Zi (dibaca: kong ce), atau Kong Fu Zi (dibaca: kong fu ce). Namanya saat lahir Kong Qiu, sedangkan nama panggilannya Zhong Ni (sesuai tradisi Tiongkok, “nama panggilan” diberikan setelah usia 20 untuk menandakan kedewasaan).
Konfusius hidup di Kerajaan Lu selama Zaman Musim Semi dan Gugur (770 – 476 SM ) yang merupakan masa penghujung dari Dinasti Zhou (kira-kira dari abad 11 SM - 221 SM).
Ibu Konfusius seorang selir dari seorang pejabat tua. Ketika Konfusius berusia tiga tahun, ayahnya meninggal dunia. Dia dan ibunya hidup dalam kemiskinan, tetapi Konfusius sangat suka membaca dan mempelajari tata etika.
Prinsip Kebajikan
Konfusius mendapatkan pengetahuan yang sangat luas melalui rajin belajar. Dia menguasai puisi, sejarah, tata upacara Dinasti Zhou, dan tradisi kuno lainnya, begitu juga dengan enam seni yaitu: ritual (禮, Li), musik (樂, Le), memanah (射), Imperial (御, Yu), membaca dan menulis kaligrafi (書, Shu), dan ilmu hitung (數, Shu).
Konfusius mengajarkan kebaikan sebagai dasar dari perilaku moral, dan menyatakan bahwa Tao adalah tujuan terakhirnya, yang bisa dicapai melalui kebajikan dan fondasi dari kebaikan sambil menikmati seni.
Setelah dia menginjak usia 30 tahun, Konfusius mulai mengajar. Dia pernah sekali mengunjungi ibukota Kerajaan Zhou untuk belajar dari Lao Zi. Dia lalu menjadi pejabat pemerintah dengan berbagai pangkat rendah.
Memasuki usia 51 tahun, Konfusius dipromosikan menjadi pejabat tinggi. Dia melihat banyak ketidak-adilan dan tidak adanya moralitas dalam politik. Dia pun menganjurkan kepada pemerintah tentang prinsip-prinsip kebaikan, tetapi filosofi politisnya tidak diadopsi oleh rajanya.
Konfusius tidak memiliki pilihan selain mengundurkan diri. Dia pergi mengasingkan diri dan berpergian dari kerajaan demi kerajaan di seluruh Kekaisaran Tiongkok untuk menyebar luaskan ajaran dan kepercayaannya terhadap pelaksanaan kebajikan. Tetapi, kaum bangsawan tidak menerima filosofinya.
Dedikasi hingga Edukasi
Konfusius kembali ke kampung halamannya saat usia 60 tahun dan mendedikasi dirinya untuk pendidikan. Di waktu itu, rakyat biasa tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan, dimana hak istimewa ini hanya disediakan bagi kaisar dan kaum bangsawan.
Konfusius adalah guru pertama dalam sejarah Tiongkok yang memberikan edukasi privat kepada masyarakat umum dengan berdasarkan pada konsep mengajar sesuai “bakat alami”.
Dia mengajarkan tradisi kuno dan enam seni, tetapi menekankan pada moralitas sebagai hal yang paling penting. Dia mengajarkan bahwa seorang pria sejati adalah seseorang dengan pendidikan yang baik dan menjunjung tinggi peningkatan karakter moral sendiri.
Konfusius jarang berbicara mengenai kepentingan pribadi. Jika topik tersebut diangkat, dia selalu menghubungkannya dengan takdir, kebaikan, dan kebajikan. Ketika murid-muridnya tidak dapat menghadapi rintangan dan kesulitan, Konfusius akan menggunakan momen-momen semacam ini sebagai kesempatan untuk mengajar untuk membuat mereka lebih mudah memahami situasi yang mereka hadapi itu.
Dia mengajarkan murid-muridnya bagaimana untuk menjadi orang yang baik, dan dia sendiri mempraktekkan prinsipnya itu. Murid-murid dan generasi berikutnya sangat tersentuh dengan kebenaran, kebaikan, kerendahan hati, kesantunan, kesetiaannya pada negara, dan rasa pedulinya pada sesama.
Menurut legenda, Konfusius memiliki murid sebanyak 3.000 orang. Diantara mereka semua, 72-nya menjadi tokoh yang terkemuka dan lalu turut menyebarkan ajaran dari Konfusius.
Mencari Tao
Sebagai tambahan pada konsep utama yaitu kebajikan (仁, Ren), prinsip utama lainnya dari ajaran Konfusius adalah keadilan (義, Yi), kesopanan (禮, Li), belajar dan kebijakan (智, Zhi), kejujuran dan dapat dipercaya (信, Xin), begitu juga berbakti kepada orang tua (孝, Xiao), kesetiaan (忠, Zhong), dan sifat memaafkan (恕, Shu).
Bersamaan itu, dia juga berbicara mengenai Tao dalam sejumlah kesempatan.
Contoh yang terbaik adalah dari sebuah bab yang paling terkenal dalam catatan Konfusius, Kitab Analek, dimana di situ Konfusius menyatakan, “Pagi mendengar Tao, malam boleh meninggal dunia [朝聞道,夕死可矣, Cháo Wén Dào, Xī Sǐ Kě Yǐ].”
Dalam pernyataan ini, Konfusius menekankan pada perihal betapa berharganya Tao itu, dan jarang ada kesempatan untuk bisa mendengar, mengenali, dan memahami Tao – sebegitunya sehingga seseorang akan merasa puas untuk meninggal dunia pada hari yang sama, tanpa ada penyesalan.
Konfusius menyatakan bahwa dia bukanlah seorang pencipta ide-ide baru, tetapi hanya berharap bisa menyampaikan dan membangkitkan kembali tradisi moralitas kuno dari Dinasti Zhou, dan tata aturan dalam mempraktekkan kebajikan.
Di Tiongkok, Konfusius diberi penghargaan sebagai “tokoh dan guru terbaik”. Dia memberikan bimbingan pada prinsip-prinsip interaksi diantara umat manusia, salah satu warisan yang paling dihargai, benar-benar memengaruhi orang Tionghoa dan kebudayaannya selama 2.500 tahun. (The Epoch Times )
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar