Wejangan supranatural Fo Tucheng – tidak terikat dengan ilmu dasar
Biksu
Seng Heng (僧恒) hendak pergi ke kota Ye (鄴城) di wilayah utara (kini kota
Han Dan, 20 km dari barat daya kota kabupaten Lin Zhang, kala itu
sebagai ibu kota dinasti Zhao-Akhir) untuk menjumpai Fo Tucheng (佛圖澄,
232-348).
Pada saat itu Fo Tucheng sudah berusia 110 tahun lebih. Fo Tucheng dengan kemampuan supranaturalnya memberi wejangan kepada kaisar lalim dan menyebarluaskan agama Buddha, memberikan sumbangsih besar di dalam penyebarluasan agama Buddha di Tiongkok utara.
Pada saat itu Fo Tucheng sudah berusia 110 tahun lebih. Fo Tucheng dengan kemampuan supranaturalnya memberi wejangan kepada kaisar lalim dan menyebarluaskan agama Buddha, memberikan sumbangsih besar di dalam penyebarluasan agama Buddha di Tiongkok utara.
Sebelum Seng Heng tiba, Fo Tucheng sudah memberitahu
muridnya yang bernama Fa Zuo, “10 hari lagi seorang biksu dari selatan
akan kunjung, mestinya ia hendak menemui saya.” 10 hari kemudian
ternyata Seng Heng tiba, lantas dipertemukan ke Fo Tucheng.
Fo
Tucheng menjelaskan kepadanya, “Kemampuan supranatural adalah kemampuan
yang terbawa semenjak lahir, tapi hanyalah semacam teknik yang tak
berarti, saya menggunakannya untuk mengarahkan kepada penguasa dan
rakyat jelata menuju kebajikan, untuk memudahkan penyebaran hukum alam
semesta. Sekarang saya mengetahui akan meninggalkan dunia ini, khawatir
generasi kelak disibukkan oleh teknik kecil tersebut dan tak lagi
mengenali maha hukum yang pokok, saya tahu saat ini popularitas Anda
meskipun tidak dikenal orang, sesudah ribuan tahun toh akan tersiar,
oleh karena itu saya pada kesempatan ini melalui Anda hendak memberikan
pencerahan kepada umat manusia pada masa yang akan datang.”
Seng
Heng sudah mengetahui Fo Tucheng mampu meneropong jauh ke depan dan
meramal kejadian yang akan datang, maka meskipun tak begitu memahami apa
yang disampaikan oleh Fo Tucheng, ia toh mengiyakan saja.
Ketika
menginjak usia uzur, Fo Tucheng wafat di kuil istana kota Ye dan
dimakamkan di sana. Pada tahun ke dua setelah wafatnya, Ran Min
memberontak merebut kekuasaan, makam Fo Tucheng dibongkar, ternyata di
dalam peti matinya hanya terdapat Bo (缽, tempat makan untuk mengemis
para biksu) dan tongkat saja.
Berjumpa dengan Dao An
Kala
itu Dao An juga berada di kota Ye, Dao An (道安, 314-385 M) juga adalah
salah satu biksu ternama. Ia sangat pintar, sewaktu kecil membaca buku
hanya 2 kali sudah mampu menghafal isinya, sesudah menjadi biksu (pada
usia remaja) menggunakan waktu istirahat siang saat bertani untuk
menghafalkan sutra-sutra Buddha, tak peduli bagaimapun panjang isi sutra
(kitab suci agama Buddha), semuanya bisa dihafal tanpa cela dalam tempo
satu hari.
Setelah beranjak dewasa ia mengikuti
titah sang guru berkelana ke segenap penjuru, meskipun piawai dalam
beretorika, namun karena berwajah hitam dan buruk sempat dipandang
enteng oleh semua orang sampai tiba saatnya berjumpa dengan Fo Tucheng
baru memperoleh respek.
Sesudah Fo Tucheng moksha
(mencapai kesempurnaan kultivasi dengan terbang ke surga), wilayah
Utara terbenam di dalam pergolakan, untuk menghindari kekacauan perang,
Dao An memimpin Seng Heng dan 500 lebih biksu lainnya berkeliling ke
berbagai tempat untuk mengungsi.
15 tahun lamanya,
hingga tahun 365 baru menetap di kota Xiang Yang (襄陽) dan mendirikan
kuil serta berdakwah. Oleh karena kuil dinilai terlalu sempit maka Dao
An mendirikan sebuah kuil yang bernama Tan Xi yang mempunyai pagoda 5
lantai dan kompleks itu memiliki 400 kamar, kaum intelektual dari
berbagai pen-juru berdatangan untuk belajar.
Waktu
itu penguasa yang paling berpengaruh di wilayah utara adalah Fu Jian
(苻堅) dari kerajaan dinasti Qin-Awal (前秦, baca: jhin, tahun 338-385 M)
yang di bawah pemerintahannya menjadi negara yang kuat dan berhasil
menyatukan wilayah Tiongkok Utara.
Fu Jian sudah sering mendengar reputasi Dao An dan berkeinginan membawanya untuk dijadikan penasehat.
Tahun
379 semasa pemerintahan kaisar Xiao Wu(孝武帝), dinasti Jin Timur (東晉,
baca: cin) demi menyongsong Dao An ke Chang An (長安), ia mengirim 100
ribu tentara menyerbu Xiang Yang dan berhasil menyandera Dao An dan Seng
Heng serta membawa mereka ke kota Chang An. Mereka dipersilakan menetap
di kuil Wu Zhong(待續).
Selanjutnya Dao An
mempunyai ribuan murid di Chang An, menyebarkan hukum Buddha dalam skala
luas. Para putra kaum bangsawan dan pejabat di kota Chang An yang ingin
mempelajari syair dan sekolah, semuanya bergabung agar memperoleh
reputasi baik.
Dao An sangat menyukai kitab sutra
agama Buddha dan ia bertekad menterjemahkannya guna penyebarluasan hukum
alam semesta, terkadang ia mengundang biksu dari luar negeri dan telah
menerjemahkan berbagai kitab Buddha sebanyak jutaan aksara.
Sebelumnya
Seng Heng sewaktu di Jian Kang (kota Nanjing kini) seringkali bersama
dengan biksu secara detail mengeja lafal dan membahas makna aksara yang
terdapat di dalam sutra, itulah mengapa Dao An sangat menghargai dan
bergantung pada Seng Heng, bersamanya pula ia meninjau ulang sutra
Buddha yang baru diterjemahkan, maka itu isi dari sutra-sutra tersebut
memperoleh terjemahan yang lebih akurat.
Pada tahun 385, Dao An tiba-tiba mewartakan kepada semua orang, “Sudah waktunya saya meninggalkan dunia ini.”
Selain
itu ia mengatakan kepada Seng Heng, “Enam belas tahun setelah kepergian
saya, seseorang bernama Kumarajiwa akan datang ke Chang An, Anda harus
melanjutkan keinginan saya untuk menterjemahkan dan menyebarluaskan
hukum Buddha dan menegakkan moralitas yang agung.” Pada hari tersebut sesudah makan sayur-sayuran (seperti biasanya), tanpa melalui sakit ia wafat pada usia 72 tahun.
Bersambung ke : Bagian 2
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar