Filsuf Inggris yang bernama Francis Bacon (培根 ) mengatakan," Kita seharusnya jangan seperti semut yang mengumpulkan makanan.
Dan juga jangan seperti laba-laba yang hanya mengeluarkan jaring dari perutnya, tetapi harus seperti lebah yang setelah mengumpulkan sari bunga kemudian mencernanya, barulah bisa menghasilkan madu yang harum dan manis."
Ketika kita memamerkan "Pengetahuan jadi" ( yang diperoleh dari pengetahuan yang sudah ada ) kepada orang lain, itu sama halnya dengan semut yang berusaha membuktikan rajinnya mereka dengan menunjukkan stok makanannya.
Dan di saat kita menceritakan pengalaman dan pengetahuan pribadi, mengira bahwa kehidupan hanya seperti itu saja, maka sama seperti laba-laba yang hanya bisa merajut jaring kecil saja. Dan pertumbuhan batin sesungguhnya harusnya seperti lebah yang mencerna pengetahuan yang diperoleh membentuknya menjadi kearifan diri sendiri.
Penulis tragedi dari Yunani yang bernama Aeschylus (愛其奇勍土 ) mengatakan," Dewalah yang selalu membimbing manusia menuju ke jalan yang penuh kearifan. Karena dia telah menjadikan hukum alam yang akan berlanjut selamanya, kearifan diperoleh dengan sendirinya dalam penderitaan dan kesusahan. "
Kalau hanya menuntut pengetahuan. belumlah layak disebut kearifan, masih harus melalui berbagai cobaan dalam kehidupan. Pintar tidak termasuk dalam kearifan. Tahu bagaimana caranya mempergunakan kepintaran dan pengetahuan dengan benar barulah disebut Kearifan Sejati.
Filsur Roma yang bernama Marcus Tullius Cicero (西齊羅) mengatakan, " Orang yang berkearifan jika tidak dapat membuat dirinya memperoleh manfaat dari kearifannya, maka kearifannya sama dengan nol. "
Mendapatkan manfaat disini adalah memperoleh kebahagiaan karena memperkaya kehidupannya dengan pengetahuan yang solid, biarpun ia menghadapi nasib dimana ia tidak bisa memilih, tidak berdaya, tidak tahu apa yang harus dilakukan dia masih dapat mengatur suasana hatinya untuk menghadapi segala kesulitan.
Bahkan bisa menciptakan kebahagiaan dalam kesusahan tanpa terpengaruh sedikitpun. Dengan demikian manisnya madu lebah masih tidak sebanding dengan kearifan dan kesadaran batin. (Sida Yang)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Dan juga jangan seperti laba-laba yang hanya mengeluarkan jaring dari perutnya, tetapi harus seperti lebah yang setelah mengumpulkan sari bunga kemudian mencernanya, barulah bisa menghasilkan madu yang harum dan manis."
Ketika kita memamerkan "Pengetahuan jadi" ( yang diperoleh dari pengetahuan yang sudah ada ) kepada orang lain, itu sama halnya dengan semut yang berusaha membuktikan rajinnya mereka dengan menunjukkan stok makanannya.
Dan di saat kita menceritakan pengalaman dan pengetahuan pribadi, mengira bahwa kehidupan hanya seperti itu saja, maka sama seperti laba-laba yang hanya bisa merajut jaring kecil saja. Dan pertumbuhan batin sesungguhnya harusnya seperti lebah yang mencerna pengetahuan yang diperoleh membentuknya menjadi kearifan diri sendiri.
Penulis tragedi dari Yunani yang bernama Aeschylus (愛其奇勍土 ) mengatakan," Dewalah yang selalu membimbing manusia menuju ke jalan yang penuh kearifan. Karena dia telah menjadikan hukum alam yang akan berlanjut selamanya, kearifan diperoleh dengan sendirinya dalam penderitaan dan kesusahan. "
Kalau hanya menuntut pengetahuan. belumlah layak disebut kearifan, masih harus melalui berbagai cobaan dalam kehidupan. Pintar tidak termasuk dalam kearifan. Tahu bagaimana caranya mempergunakan kepintaran dan pengetahuan dengan benar barulah disebut Kearifan Sejati.
Filsur Roma yang bernama Marcus Tullius Cicero (西齊羅) mengatakan, " Orang yang berkearifan jika tidak dapat membuat dirinya memperoleh manfaat dari kearifannya, maka kearifannya sama dengan nol. "
Mendapatkan manfaat disini adalah memperoleh kebahagiaan karena memperkaya kehidupannya dengan pengetahuan yang solid, biarpun ia menghadapi nasib dimana ia tidak bisa memilih, tidak berdaya, tidak tahu apa yang harus dilakukan dia masih dapat mengatur suasana hatinya untuk menghadapi segala kesulitan.
Bahkan bisa menciptakan kebahagiaan dalam kesusahan tanpa terpengaruh sedikitpun. Dengan demikian manisnya madu lebah masih tidak sebanding dengan kearifan dan kesadaran batin. (Sida Yang)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar