Sekitar
100 tahun sebelum masa Konfusius, pada kota kecil yang sama, hidup
seorang pria yang bajik, Liuxia Hui (柳下惠) 693-609 SM. Dia menjabat sebagai
penasihat rakyat di suatu kota Negara Lu.
Konfusius sangat menyanjungnya, ia berkata, “Kata-katanya mencerminkan prinsip-prinsip moral tertinggi, tindakannya penuh perhitungan.”
Konfusius sangat menyanjungnya, ia berkata, “Kata-katanya mencerminkan prinsip-prinsip moral tertinggi, tindakannya penuh perhitungan.”
Sebagai penasihat rakyat, Liuxia Hui juga adalah hakim kota itu, dengan demikian perilaku sendiri sangatlah penting dalam melaksanakan tugasnya dengan bertanggung jawab.
Bagi Liuxia, kejujuran adalah sangat penting. Bila perlu, ia tak pernah ragu-ragu untuk menghukum seseorang, bahkan jika orang tersebut menduduki jabatan tinggi atau memiliki posisi yang berpengaruh.
Di saat yang sama, ia menunjukkan belas kasih terhadap orang lain. Meskipun dia hanya seorang pejabat kecil, reputasi yang mengagumkan itu tersebar luas nan jauh.
Pada
waktu itu, kesejahteraan sebuah kota ditentukan oleh nilai barang-barang berharganya, dan benda bernilai karena itu mengandung
simbol yang penting.
Suatu ketika, Negara Qi menyerang Negara Lu untuk memperoleh guci perunggu berharga. Tapi ketika Raja Lu diminta menyerahkannya, karena merasa tertekan, ia hanya menyerahkan barang yang palsu. Menyadari dirinya tertipu, Raja Qi mengirim kembali guci yang palsu. “Hanya jika Liuxia sendiri yang menyatakan guci ini asli, maka saya baru akan percaya,” katanya.
Setelah menerima pesan itu, Raja Lu pergi menemui Liuxia dan memohon kepadanya untuk diberi bantuan dalam masalah ini.
Luixia menjawab, “Yang Mulia, Anda ingin memberikan Raja Qi sebuah barang palsu untuk menghindari bencana bagi bangsanya. Tapi saya tidak bisa membutakan mata saya dari prinsip-prinsip kebenaran untuk menghindari bencana bagi bangsa Anda sendiri.” Dan demikianlah, Raja Qi menerima guci perunggu asli dari Raja Lu.
Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan bahwa, “Tanpa sifat yang jujur dan dapat dipercaya, manusia tidak dapat bertahan di dunia ini.”
Mencius (385 - 204 SM), dianggap tokoh penting kedua setelah Konfusius dalam sejarah Tiongkok. Ia mendeskripsikan Liuxia sebagai berikut, “Ketika orang-orang yang berpikiran sempit mendengar tentang Liuxia, mereka menjadi murah hati, dan ketika mereka yang kurang berbelas kasih mendengar tentang dia, mereka menjadi penuh kasih.”
Suatu ketika, Negara Qi menyerang Negara Lu untuk memperoleh guci perunggu berharga. Tapi ketika Raja Lu diminta menyerahkannya, karena merasa tertekan, ia hanya menyerahkan barang yang palsu. Menyadari dirinya tertipu, Raja Qi mengirim kembali guci yang palsu. “Hanya jika Liuxia sendiri yang menyatakan guci ini asli, maka saya baru akan percaya,” katanya.
Setelah menerima pesan itu, Raja Lu pergi menemui Liuxia dan memohon kepadanya untuk diberi bantuan dalam masalah ini.
Luixia menjawab, “Yang Mulia, Anda ingin memberikan Raja Qi sebuah barang palsu untuk menghindari bencana bagi bangsanya. Tapi saya tidak bisa membutakan mata saya dari prinsip-prinsip kebenaran untuk menghindari bencana bagi bangsa Anda sendiri.” Dan demikianlah, Raja Qi menerima guci perunggu asli dari Raja Lu.
Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan bahwa, “Tanpa sifat yang jujur dan dapat dipercaya, manusia tidak dapat bertahan di dunia ini.”
Mencius (385 - 204 SM), dianggap tokoh penting kedua setelah Konfusius dalam sejarah Tiongkok. Ia mendeskripsikan Liuxia sebagai berikut, “Ketika orang-orang yang berpikiran sempit mendengar tentang Liuxia, mereka menjadi murah hati, dan ketika mereka yang kurang berbelas kasih mendengar tentang dia, mereka menjadi penuh kasih.”
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk
mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar