Pernahkah Anda bertanya
kepada diri Anda sendiri; Apakah arti hidup ini? banyak orang yang
memiliki pertanyaan serupa . Namun, tidak setiap orang berhasil
mendapatkan jawaban yang sama atas pertanyaan itu. apakah arti hidup itu?
Bak air di kamar mandi saya yang terbuat dari semen dan batu bata belakangan ini sering sekali mengalami kebocoran.
Maka saya menggantinya dengan bak baru yang berbahan dasar fiber. Proses pergantian itu menghasilkan setumpuk puing yang teronggok disamping rumah kami.
Sudah saya niatkan untuk meminta bantuan tukang sampah untuk menyingkirkan puing itu. Namun saya belum bertemu dengannya dalam beberapa hari terakhir ini. Walhasil, puing-puing itu tetap teronggok disitu. Membuat pemandangan menjadi terganggu.
Pagi-pagi sekali terdengar seseorang tengah berteriak; ”Maaf Mas, puingnya masih akan digunakan oleh Bapak.”
Secara spontan saya menuju ke halaman depan. Beberapa orang dalam mobil bak terbuka telah bersiap siap di depan rumah kami.
”Mas, Anda membutuhkan puing-puing itu?” saya bertanya. Saat mereka mengiyakan, saya mempersilakannya. Sejak saat itu, saya tidak lagi melihat puing-puing itu.
Saya tercenung selama beberapa saat. . Sesuatu yang saya anggap tidak berguna, tanpa disangka dicari-cari oleh orang lain. Kalau dihitung biaya bahan bakar mobil dan ongkos kerja mereka, maka tidaklah mungkin mereka melakukannya jika tidak menemukan, ’nilai ekonomi’ dari puing-puing itu.
Maka kesimpulan saya; sesuatu yang saya anggap sampah bisa jadi merupakan benda berharga dimata orang lain. Bukan sekali itu saya menganggap sesuatu tidak berharga. Bahkan lebih parahnya lagi, tidak jarang yang saya anggap tidak berharga itu adalah bagian dari diri saya sendiri.
Misalnya, ketika saya merasa sebagai seorang pecundang, maka saya telah merendahkan nilai diri saya. Betapa seringnya juga saya merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu. Seolah tangan ini. Kaki ini. Kepala ini. Dada ini. Semuanya tidak cukup berguna untuk menjadikan hidup saya bermakna.
Padahal, seandainya saya mengumumkan di media masa, ”Barang siapa yang menginginkan mata saya, silakan diambil saja,” maka saya yakin akan banyak sekali peminatnya. Tetapi, mengingat betapa saya sering menyepelekan makna mata ini bagi kehidupan saya, nyata sekali bahwa; saya tidak benar-benar menghargai anugerah yang telah di berikan.
Saya sering sekali bertanya-tanya tentang ’apa arti hidup ini’. Sekarang saya mengerti, mengapa saya tidak kunjung menemukan jawabannya. Sebab seseorang hanya akan bisa menemukan apa arti hidupnya, jika dia bisa memberikan arti dari setiap organ tubuh melalui kegunaannya.
Dengan kata lain, ’Arti hidup ini’ itu bukan untuk dicari definisinya. Melainkan untuk diciptakan oleh diri kita sendiri melalui tindakan yang kita lakukan dengan menggunakan sekujur tubuh kita. Baik tubuh kasar ragawi, maupun tubuh halus rohani. Jadi, agak aneh jika kita terus mencari arti hidup tetapi kita terus menerus menyia-nyiakan hidup kita sendiri.
Jadi, sebenarnya arti hidup ini tergantung bagaimana kita menggunakannya saja. Jika kita menggunakan hidup untuk kebaikan, maka kita akan menemukan bahwa ’hidup ini memiliki arti yang baik’.
Namun, jika kita menggunakannya untuk keburukan maka kita akan memberi arti sebalik nya. Dengan demikian, tidak penting lagi untuk mencari apa itu arti kehidupan. Karena ternyata, justru tugas kitalah untuk memberikan arti kepada kehiddupan yang telah dianugerahkan dan terus memotivasi diri sendiri. Semoga Bermanfaat.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Bak air di kamar mandi saya yang terbuat dari semen dan batu bata belakangan ini sering sekali mengalami kebocoran.
Maka saya menggantinya dengan bak baru yang berbahan dasar fiber. Proses pergantian itu menghasilkan setumpuk puing yang teronggok disamping rumah kami.
Sudah saya niatkan untuk meminta bantuan tukang sampah untuk menyingkirkan puing itu. Namun saya belum bertemu dengannya dalam beberapa hari terakhir ini. Walhasil, puing-puing itu tetap teronggok disitu. Membuat pemandangan menjadi terganggu.
Pagi-pagi sekali terdengar seseorang tengah berteriak; ”Maaf Mas, puingnya masih akan digunakan oleh Bapak.”
Secara spontan saya menuju ke halaman depan. Beberapa orang dalam mobil bak terbuka telah bersiap siap di depan rumah kami.
”Mas, Anda membutuhkan puing-puing itu?” saya bertanya. Saat mereka mengiyakan, saya mempersilakannya. Sejak saat itu, saya tidak lagi melihat puing-puing itu.
Saya tercenung selama beberapa saat. . Sesuatu yang saya anggap tidak berguna, tanpa disangka dicari-cari oleh orang lain. Kalau dihitung biaya bahan bakar mobil dan ongkos kerja mereka, maka tidaklah mungkin mereka melakukannya jika tidak menemukan, ’nilai ekonomi’ dari puing-puing itu.
Maka kesimpulan saya; sesuatu yang saya anggap sampah bisa jadi merupakan benda berharga dimata orang lain. Bukan sekali itu saya menganggap sesuatu tidak berharga. Bahkan lebih parahnya lagi, tidak jarang yang saya anggap tidak berharga itu adalah bagian dari diri saya sendiri.
Misalnya, ketika saya merasa sebagai seorang pecundang, maka saya telah merendahkan nilai diri saya. Betapa seringnya juga saya merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu. Seolah tangan ini. Kaki ini. Kepala ini. Dada ini. Semuanya tidak cukup berguna untuk menjadikan hidup saya bermakna.
Padahal, seandainya saya mengumumkan di media masa, ”Barang siapa yang menginginkan mata saya, silakan diambil saja,” maka saya yakin akan banyak sekali peminatnya. Tetapi, mengingat betapa saya sering menyepelekan makna mata ini bagi kehidupan saya, nyata sekali bahwa; saya tidak benar-benar menghargai anugerah yang telah di berikan.
Saya sering sekali bertanya-tanya tentang ’apa arti hidup ini’. Sekarang saya mengerti, mengapa saya tidak kunjung menemukan jawabannya. Sebab seseorang hanya akan bisa menemukan apa arti hidupnya, jika dia bisa memberikan arti dari setiap organ tubuh melalui kegunaannya.
Dengan kata lain, ’Arti hidup ini’ itu bukan untuk dicari definisinya. Melainkan untuk diciptakan oleh diri kita sendiri melalui tindakan yang kita lakukan dengan menggunakan sekujur tubuh kita. Baik tubuh kasar ragawi, maupun tubuh halus rohani. Jadi, agak aneh jika kita terus mencari arti hidup tetapi kita terus menerus menyia-nyiakan hidup kita sendiri.
Jadi, sebenarnya arti hidup ini tergantung bagaimana kita menggunakannya saja. Jika kita menggunakan hidup untuk kebaikan, maka kita akan menemukan bahwa ’hidup ini memiliki arti yang baik’.
Namun, jika kita menggunakannya untuk keburukan maka kita akan memberi arti sebalik nya. Dengan demikian, tidak penting lagi untuk mencari apa itu arti kehidupan. Karena ternyata, justru tugas kitalah untuk memberikan arti kepada kehiddupan yang telah dianugerahkan dan terus memotivasi diri sendiri. Semoga Bermanfaat.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar