|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 26 Februari 2015

Jangan Terburu-buru Memarahi Anak yang Melakukan Kesalahan

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Dalam proses pertumbuhan anak-anak, tak terelakkan pasti akan menemui berbagai masalah. Sebagai orangtua, sebaiknya pada saat demikian jangan buru-buru campur tangan. Anda bisa lebih dulu menanyakan hal padanya, dan coba dengar pandangan mereka. Mungkin baru beberapa hal yang ditanyakan, ia sudah tahu benar atau salahnya, seperti dilansir dari efochtimes.

Contoh kasus, Martin adalah seorang anak yang nakal, suatu hari guru di sekolahnya menelepon ke rumah, menceritakan kepada orangtuanya, bahwa anaknya memukul seorang siswa di kelasnya, dan meminta kepada orangtuanya agar datang ke sekolah. Mendengar kabar itu, ibunya martin menjadi kesal dan marah. 

Setibanya di sekolah, ia dengan geram memarahi anaknya : “Mengapa kamu begitu nakal, selalu berbuat onar di mana-mana ? Bahkan sekarang memukul orang….” Martin diam tak bersuara sambil menatap ibunya dengan raut wajah marah.

Setelah guru dan rekan sekelasnya mengetahui duduk persoalannya baru diketahui, hal itu disebabkan perselisihan antara keduanya. Siswa itu hendak memukul Martin, tapi meleset, akibatnya siswa itu pun terpelanting dan jatuh di lantai, sehingga pergelangan tangannya terkilir. Martin yang disalahkan oleh ibunya tidak mau bicara selama beberapa hari dengan ibunya.

Ahli terkait mengatakan, bahwa dalam proses pertumbuhannya, anak-anak tak luput dari kesalahan. Selaku orangtua bijak sejatinya harus bersikap tenang dan sabar, jangan serta merta langsung mengambil kesimpulan.

Jika Anda selaku orangtua menghadapi masalah anak seperti conto kasus di atas, cobalah ajukan beberapa pertanyaan berikut :

Apa yang terjadi?

Masalah ini tampaknya kecil, tetapi sangat penting. Banyak orangtua ketika berhadapan dengan situasi tak terduga, akan secara terbiasa langsung menarik kesimpulan : “Pasti kamu yang memukulnya lebih dulu, karena itu ia membalas memukulmu.” “Pasti kamu yang salah, makanya gurumu menghukummu.” Sikap yang menyalahkan seperti ini mungkin tidak adil bagi anak-anak yang tidak bersalah, sehingga membuat anak-anak tidak percaya dan antipati terhadap orangtua.

Berikan kesempatan padanya untuk bicara, meskipun memang dia yang bersalah, ia akan lebih rela mengakuinya karena punya kesempatan menjelaskannya untuk membela diri. Saat seperti ini juga melatih kemampuan ceritanya, sehingga ia dapat menyampaikan dengan jelas apa yang terjadi dengan dirinya.

Bagaimana perasaanmu ?

 
Ketika anak-anak mengingat dan menceritakan apa yang telah terjadi, ia bisa memanfaatkan kesempatan ini merenung kembali bagaimana terjadinya peristiwa itu, saat demikian coba ajukan pertanyaan kedua, niscaya bisa membuat anak-anak mengungkapkan perasaannya. Perlu diketahui, selama anak-anak mengungkapkan perasaannya, maka suasana hatinya akan jauh lebih baik.

Ketika emosional seseorang sedang memuncak, dipastikan ia tidak akan mendengarkan apa pun yang disampaikan orang lain, harus menunggu sampai emosinya mereda dan tenang baru bisa berpikir dengan tenang. Jadi jika orangtua ingin anak-anaknya mendengarkan nasihat dan pendapatnya, maka terlebih dahulu Anda harus memikirkan perasaannya, agar emosinya bisa dilampiaskan dan memuntahkan kekesalannya.

Kalau begitu, cara apa menurut kamu agar bisa mengatasinya ?

Saat demikian, coba biarkan anak-anak memeras otaknya, biarkan ia memikirkan beragam cara, baik yang rasional, irasional, konyol, lucu atau kekanak-kanakan. Saat demikian, tidak peduli apa pun yang didengar, untuk sementara waktu jangan mengkritik atau menarik kesimpulan.

Apa konsekuensinya dari cara ini?

 
Saat demikian, perasaan anak-anak perlahan-lahan sudah tenang, dan juga telah menyampaikan cara yang mungkin terdengar “gila”, dan bila tiba saatnya, orangtua baru menggunakan pertanyaan ini membimbing anak-anak menganalisanya sendiri, apa saja konsekuensi dari setiap cara itu ?

Contoh, Boby suka makan semangka, suatu hari, buah yang disediakan seusai makan siang di sekolah adalah semangka, saat sedang makan, banyak siswa melepaskan pandangan matanya menatap semangka yang paling besar itu, setelah melahap makan siangnya, mereka segera berlari untuk merebut potongan semangka yang paling besar. Boby tampak emosi, karena tidak berhasil merebut semangka paling besar itu, bahkan berdebat dengan salah satu siswa.

Ketika ditanya ibunya, apa yang akan dilakukannya, dengan dongkol Boby bergumam : “Besok saya harus bisa merebut yang paling besar…”

Ibu Boby bertanya : “Anak-anak yang berhasil merebut semangka besar itu, apakah kamu suka dengan dia ?”

Boby menjawab : “Saya sangat benci padanya, begitu serakah.”

“Bagaimana jika kamu yang berhasil mengambil semangka besar itu, apakah orang lain akan menyukaimu ?” “ Tentunya tidak, bukan…?” lanjut ibunya.

Ibu Boby bertanya lagi : “Jika kamu berhasil mendapatkan semangka besar, lalu berapa lama kamu akan gembira ?”

Boby mengatakan : “Rasanya senang sekali saat menyantapnya.”

“Tapi jika anak-anak tidak mau berteman denganmu, apakah kamu akan senang ?” jawab ibunya.

Apa keputusanmu ?

Anak-anak pasti akan memilih kondisi yang paling menguntungkannya, jika ia memahami konsekuensinya, biasanya akan membuat pilihan yang paling rasional.

Akhirnya Boby memutuskan untuk tidak merebut semangka besar itu, karena ia tidak ingin dianggap oleh teman-temannya sebagai “anak yang rakus”.

Pada saat seperti ini, ada sejumlah anak-anak yang pilihan terakhirnya mungkin tidak sesuai dengan harapan orangtua, tapi kita harus menghormati keputusan anak-anak. Jadi, meskipun ia salah, dia akan mendapatkan pelajaran dari kesalahan itu.

Bagaimana hasilnya ? Apakah masalahnya seperti yang kamu pikirkan? atau ika di lain kesempatan menjumpai suasana yang sama, bagaimana kamu akan menjatuhkan pilihan?

 
Membimbing anak-anak merenungkan bagaimana menghadapi kondisi yang sama jika kelak menemui kejadian yang sama. Memberinya kesempatan untuk memeriksa dan mengawasi sikap serta penilaian atas diri sendiri, dan membuat keputusan yang tepat, serta belajar untuk melepaskan, biarkan ia memikul beban tanggungjawab dan konsekuensinya. Setelah belajar beberapa kali seperti ini, kelak anak- anak akan merenuginya jika menemui masalah pada masa depan, dan akan mendapatkan cara pemecahan yang tepat.

Apa yang kamu ingin ibu lakukan ?

Pertanyaan ini memiliki dua makna. Pertama adalah perhatian, ketika anak-anak tidak bisa memecahkan masalah, orangtua tetap harus memberikan bantuan, bimbingan dan inspirasi. Kedua, berikan isyarat kepadanya “ini adalah masalah kamu sendiri, saya bisa membantu kamu, tetapi kamu punya tanggungjawab untuk mengatasinya sendiri.

Pendidikan dari orangtua merupakan masalah sepanjang hidup anak-anak. Jika menginginkan anak-anak bertanggungjawab atas perilakunya sendiri, maka jangan merampas kesempatan anak-anak dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Biarkan anak-anak belajar mengatasi masalahnya sendiri, dan menanggung konsekuensinya atas keputusan sendiri, sehingga dengan demikian menumbuhkan rasa dan sikap yang bertanggungjawab anak-anak. Dan dengan begitu, anak-anak baru bisa berpikir secara mandiri dan kemampuan memecahkan masalah. Salam kebajikan

Tidak ada komentar:
Write komentar