|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 08 Agustus 2016

Arti Sebuah Kepercayaan

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) -  Epel memiliki seorang ayah yang sangat perhatian kepada dirinya. Hingga hal yang sedetil-detilnya tidak ada yang tidak diketahui sang ayah, termasuk sesuatu hal yang bersifat pribadi.

Sejak masih bayi, ayah Epel telah merelakan sebagian waktu kerjanya demi untuk merawat dan menemani Epel di waktu pagi. Beliau tidak mempekerjakan baby sitter karena ingin mengawasi secara langsung perkembangan puteri semata wayangnya. Sehingga, secara tidak langsung, tercipta kedekatan yang sangat erat antara Epel dan ayahnya.

Sedangkan ibu Epel bekerja seharian penuh dan baru akan menjaga Epel bergantian dengan ayah Epel di malam hari. Aktivitas ini telah dilakoni keluarga kecil ini hingga Epel duduk di bangku SD.

Suatu ketika, saat Epel duduk di kelas 3 SD, tiba-tiba ibunda Epel menerima panggilan telepon dari sekolah pada jam kantor. Sang guru mengabarkan berita yang mengejutkan, bahwa Epel telah mencuri uang temannya di sekolah.

Guru : "Maaf bu... Kami terpaksa memberitahukan berita yang tidak mengenakkan. Epel telah mencuri uang temannya dan sudah mengakuinya sendiri. Orang tua si korban sudah menghubungi polisi untuk menangkap Epel..."

Mendengar penuturan dari guru di sekolah, ibunda Epel merasa sangat ketakutan. Beliau mengkhawatirkan muncul situasi buruk jika harus berhadapan dengan pihak berwajib. Sejujurnya beliau tidak percaya bahwa Epel berani dan nekad mencuri uang temannya. Selama ini, Epel selalu berlaku jujur dan tidak pernah berbohong. Namun ibunda Epel berusaha tetap tenang.

Ibunda Epel : "Ibu guru yang terhormat... Saya mohon agar anak saya jangan diapa-apakan. Jangan memukul anak saya, walaupun jika benar dia melakukan kesalahan. Tunggu hingga saya dan suami saya tiba di sekolah, kami pasti akan mengatasi semua permasalahan ini..."

Kemudian ibunda Epel meminta tolong kepada guru tersebut agar mengijinkan dirinya untuk berbicara sejenak kepada anaknya.

Sambil menangis sesegukan, Epel berkata: "Ibuuu... Saya tidak bersalah... Saya tidak mencuri..."

Sayup-sayup, terdengar suara ibu guru mengeluarkan bentakan : "Diam kamu...!!!Jangan berkata sembarangan... Kamu tidak boleh berdusta... Tadi kamu sudah mengaku..."

Ibunda Epel berkata: "Jangan khawatir anakku, ayah dan ibu akan segera datang... Kamu tidak boleh takut..."

Setelah menutup telepon, ibunda Epel segera mengabarkan kejadian buruk ini kepada ayah Epel.

Ayah Epel : "Saya tidak percaya Epel mencuri... Tunggu sebentar, saya akan segera menjemput kamu, lalu kita bersama-sama berangkat ke sekolah. Kasihan sekali anak kita, Epel..."

Dalam waktu tidak sampai setengah jam, kedua orang tua Epel telah tiba di sekolah. Ternyata di halaman sekolah telah berhenti sebuah mobil polisi dengan lampu sirene yang terus menyala. Dengan tergesa-gesa mereka melangkah ke dalam ruang guru.

Di dalam ruang guru, sudah ada dua orang polisi, seorang ibu muda yang merupakan ibu dari anak yang kehilangan uang dan beberapa orang guru. Sementara itu, Epel berdiri seorang diri di pojok ruangan dengan wajah sembab, mencoba menahan tangis.

Ayah Epel segera melangkah ke arah puterinya, memeluk dan membelai rambut Epel dengan lembut. Epel tidak dapat menahan laju tangisnya lagi. Dia menumpahkan seisi hatinya dengan tangis yang memilukan hati.

Dengan terbata-bata Epel berkata : "Ayah... Saya tidak bersalah... Saya tidak mengambil uang siapapun... Ayah tolonglah diriku..."

Tiba-tiba guru wanita itu membentak dengan suara keras : "Kamu jangan berbohong...!!! Tadi kamu sudah mengaku mengambil uang temanmu..."

Ayah Epel : "Mohon ibu guru bersabar sebentar. Jangan menggunakan emosi dalam menghadapi anak didik. Biarkan saya menanyakan detil peristiwa kepada anakku. Saya lebih percaya anakku daripada siapapun..."

Ibu Guru : "Tadi si Epel sudah mengaku mencuri uang temannya... Saya tidak mampu lagi mencegah jika polisi hendak menangkapnya..."

Ayah Epel tidak menggubris omongan ibu guru yang selalu melancarkan tudingan kepada Epel. Mata pria berkacamata minus ini menatap tajam ke arah Epel.

Ayah Epel : "Anakku yang paling kusayang... Ayah ingin kamu berkata jujur. Benarkah kamu telah mencuri uang temanmu...?"

Epel melepaskan pelukan ayahnya. Matanya menoleh ke arah polisi dan para guru secara bergantian. Sebuah kalimat lirih terucap dari mulutnya : "Saya takut, ayah... Saya takut, ibu..."

Ayah Epel : "Kamu takut apa? Jika kamu bersalah kamu harus bertanggung jawab. Jika kamu tidak bersalah, kamu tidak perlu takut. Apakah benar kamu telah mencuri uang temanmu..?"

Epel menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat : "Tidak... Saya tidak pernah mengambil barang yang bukan milikku... Saya selalu ingat semua nasehat yang ayah sampaikan sebelum tidur..."

Ayah Epel tersenyum sambil membelai kedua pipi Epel : "Baiklah... Sekarang ayah percaya kepadamu..."

Ibunda teman Epel yang uangnya dicuri menyolot : "Mana bisa demikian. Tadi anakmu sudah mengaku mencuri uang anakku. Pak polisi, segera tangkap si Epel..."

Ayah Epel : "Eitss... Jika saja ada yang berani menyentuh sehelaipun rambut anakku, saya tidak akan tinggal diam...."

Guru : "Tadi anakmu sudah mengakuinya..."

Ayah Epel : "Mana buktinya? Bagaimana cara kalian mengorek pengakuan dari seorang anak kecil? Lantas dimana uang yang sudah dicuri Epel? Tolong tunjukkan kepadaku."

Polisi yang berdiri di dalam ruangan berkata: "Memang benar tidak ada bukti, tetapi anakmu sendiri sudah mengakuinya."

Dengan tidak sabar dan sikap tendensius yang berlebihan, ibu guru tersebut menceritakan kembali bagaimana cara dia mengorek keterangan dari Epel.

Ayah Epel menoleh kepada sang buah hatinya yang tersayang, lalu bertanya: "Benarkah semua yang dikatakan gurumu...?"

Epel kembali menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat : "Saya tidak tahu apa-apa. Tiba-tiba ibu guru menyuruhku berdiri dan tidak mengijinkan diriku masuk ke dalam kelas lagi. Ibu guru langsung memanggil polisi dan saya merasa sangat takut. Tapi ibu guru berkata jika saya mengakui mencuri uang maka saya diperbolehkan pulang ke rumah... Saya takut tidak bisa pulang, makanya saya terpaksa mengaku, ayah..."

Dengan nada meninggi, ayah Epel berkata kepada ibu guru tersebut : "Kamu sudah tidak bersikap objektif lagi. Tanpa ada bukti kamu memaksa Epel mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Pertanyaan yang disertai ancaman, maksud kamu apa..?!? Apa begini cara guru di sekolah ini mendidik anak? Saya akan mengadukan kalian semua dengan tuduhan pemfitnahan...!!!"

Tanpa mempedulikan wajah bengong dari mereka yang ada di ruangan, ayah Epel menggendong Epel dan membawanya pulang. Ibunda Epel segera mengambil tas sekolah Epel yang tergeletak di atas lantai dan mengikuti langkah suaminya.

Saat berada di dalam mobil, Epel memeluk kedua orang tuanya dengan penuh kelegaan. Mimik wajahnya kembali ceria : "Ayah...Ibu... terima kasih... Kalian adalah pahlawanku..."

Keesokan harinya, kepala sekolah menelepon ibunda Epel dam memberitahukan bahwa terjadi kekeliruan. Ternyata uang yang disangkakan diambil Epel ternyata terselip di buku pelajaran teman Epel.

Sobatku yang budiman...

Sepenggal kisah Epel mengajarkan kita untuk lebih arif dalam menghadapi persoalan yang menimpa anak-anak kita. Jangan mengambil kesimpulan jika belum diketahui kepastian atas peristiwa yang terjadi.

Jika kita sudah memberikan pendidikan dan perhatian yang penuh kepada anak-anak kita, maka sudah sepatutnya kita dapat mempercayai apa yang disampaikan buah hati kita, bukan lantas menghakiminya sebagai tersangka perbuatan jahat.

Bukan bermaksud membela mati-matian atas semua perbuatan mereka, namun jika didikan kita benar, maka kita wajib mendukung dan memberikan rasa aman di saat mereka sedang mengalami masalah.

Peristiwa yang dialami Epel membuatnya tahu bahwa kedua orang tuanya sanggup melindungi dan memberi rasa aman serta akan memompa dirinya menjadi seorang anak yang berani. Orang tua yang percaya kepada anaknya sendiri adalah orang tua yang bijaksana. Salam kebajikan #‎firmanbossini‬

Tidak ada komentar:
Write komentar