KEBAJIKAN ( De 德 ) - Zuki, seorang pemuda berparas lumayan tampan, namun harus kehilangan kedua kakinya karena mengalami kecelakaan lalu lintas beberapa tahun lalu. Tangan kirinya juga harus diamputasi, sehingga Zuki hanya mengandalkan sebelah tangan dan lengan kiri yang "tinggal setengah" dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Seluruh anggota keluarganya meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut. Zuki harus mampu menghidupi dirinya sendiri. Menjadi seorang pengemis menjadi satu-satunya pilihan hidup. Berbekal uang pemberian para dermawan yang lalu lalang, Zuki dapat membeli makanan untuk menyambung hidupnya.
Sehari-hari, Zuki duduk bersimpuh di depan sebuah minimarket yang ramai dikunjungi orang. Sebuah kaleng bekas berdiri tegak di depan Zuki untuk menampung uang receh yang diberikan para pengunjung yang merasa kasihan kepadanya.
Saat itu, hanya ada beberapa keping uang receh di dalamnya. Setiap hari kalengnya tidak pernah penuh, mungkin karena sebagian orang sudah merasa "bosan" karena selalu bertemu dengan orang yang sama untuk dibantu. Padahal Zuki telah menuliskan beberapa kalimat di sebuah papan untuk menggugah rasa empati dari para pengunjung.
Isi tulisan di papan tersebut adalah : "Saya seorang cacat, tidak memiliki kaki dan hanya memiliki sebuah tangan. Kasihanilah diriku..."
Suatu ketika, seorang perempuan muda bernama Isabella berjalan melintas di depan Zuki. Perempuan berkacamata minus dengan rambut hitam sebahu, membuka dompet dan mengeluarkan beberapa keping uang receh, kemudian memasukkannya ke dalam kaleng tersebut.
Saat membungkuk, Isabella memandang dan memperhatikan tulisan yang terpampang pada papan yang sedang dipegang oleh Zuki. Dahinya berkernyit seperti memikirkan sesuatu.
Isabella : "Pak... Bolehkah saya menuliskan sesuatu kalimat untuk menggantikan kalimat yang tertera di papan itu...?"
Zuki menatap ke arah mata Isabella dengan penuh tanda tanya. Dia tidak mengerti apa yang diinginkan oleh Isabella.
Namun melihat sorot mata penuh keakraban, akhirnya Zuki mengangguk : "Sejujurnya saya tidak tahu maksud keinginan ibu. Yang pasti, saya harus mengucapkan terima kasih karena ibu telah memasukkan uang receh ke dalam kaleng uangku. Saya tidak akan mempersoalkan apa yang akan ibu tulis, apakah akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau justru lebih buruk. Namun saya percaya sepenuhnya bahwa Ibu memang berniat membantu diriku..."
Setelah selesai berkata-kata, Zuki menyerahkan papan yang sedang dipegangnya kepada perempuan yang belum dikenalnya itu.
Setelah beberapa menit menuliskan beberapa kalimat, Isabella, perempuan yang baik hati itu, mengembalikan papan tersebut kepada Zuki. Lalu beranjak pergi meninggalkan halaman minimarket, lokasi dimana Zuki sedang duduk bersimpuh.
Sepeninggal Isabella, hampir setiap pengunjung yang melintas di depan Zuki, pasti akan berhenti sejenak untuk membaca kalimat yang tertulis di papan yang berlatar belakang putih itu.
Sebagian pengunjung akan menatap tubuh Zuki dengan penuh iba, lalu mengambil uang receh untuk dimasukkan ke dalam kaleng. Sebagian lagi, matanya berkaca-kaca, dan seperti mendoakan sesuatu yang baik untuk kehidupan Zuki. Tidak sedikit yang malah berjongkok di samping Zuki untuk sekadar berkomunikasi dan menanyakan penyebab Zuki menjadi seorang cacat.
Kurang dari tiga jam, kaleng uang Zuki sudah hampir penuh berisi uang receh. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebuah berkah rezeki yang luar biasa bagi Zuki.
Tidak berapa lama, Isabella datang kembali menemui Zuki dan menyapa : "Bagaimana kabarnya sekarang, Pak? Apakah lebih baik dari sebelumnya...?"
Zuki tersenyum sambil mengacungkan jari jempolnya : "Sungguh luar biasa... Saya tidak mengerti, mengapa kalimat yang ibu tulis dapat berbuah hasil yang jauh lebih baik dari yang saya tulis..."
Sebelumnya, Isabella menuliskan kalimat di papan, sebagai berikut : "Dunia ini begitu indah, namun saya pasti mampu meraih keindahan itu walaupun tanpa kedua kaki dan sebelah tangan. Tetap semangat...!!!"
Isabella menjawab : “Tulisan kita bermakna sama, namun cara penyampaiannya berbeda. Tulisan sebelumnya hanya menggugah keprihatinan orang yang berlalu lalang agar bersedekah. Saya tidak ingin para pengunjung memberikan uangnya hanya karena merasa kasihan kepada dirimu. Kalimat yang saya tulis, mengandung makna lebih dalam yaitu betapa beruntungnya orang-orang masih dapat berjalan untuk menggapai keindahan dunia. Namun, kamu juga tidak mau menyerah, dan bertekad untuk meraih apa yang mereka dapatkan walaupun sesungguhnya dirimu adalah seorang cacat. Saya ingin mereka memberimu sedekah sebagai ucapan terima kasih karena kamu telah mengingatkan mereka untuk selalu bersyukur atas tubuh yang sempurna.”
Sebelum meninggalkan Zuki, Isabella, mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan sebuah nomor ponsel. Memeluk tubuh Zuki sejenak dan pergi berlalu dari hadapan Zuki dengan mata sembab.
Dalam hatinya Isabella berjanji : "Setelah saya berhasil memiliki rumah sendiri dan tidak menumpang tinggal di rumah orang, saya pasti akan membawamu tinggal bersama diriku..."
Sobatku yang budiman...
Saat hidup memberi kita seratus alasan untuk bersedih dan menangis, jangan menyerah atau berkeluh kesah. Tunjukkan bahwa masih ada seribu alasan buat kita untuk tersenyum dan tetap optimis melangkah mengarungi kehidupan ini.
Bayangkanlah masih banyak orang yang hidupnya jauh lebih tidak beruntung dari kita. Namun mereka tidak pernah berpikir untuk menyerah.
Berusahalah untuk mengubah paradigma berpikir bahwa orang lain "membantu" kita jangan disebabkan adanya unsur belas kasihan, namun karena kita telah menginspirasi mereka bahwa kita mampu bertahan walaupun berada dalam kondisi serba kekurangan. Kita memberi ilmu tentang hidup kepada mereka yang berkelebihan, untuk selalu bersyukur.
Sesungguhnya kebahagiaan itu akan diperoleh jika kita mampu bersyukur dengan semua yang telah dimiliki.
Tetaplah optimis dan terus berusaha...!!! Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar