KEBAJIKAN ( De 德 ) - Dua orang anak manusia yang sudah bersahabat sejak kecil, Opekiu dan Uvewe, bekerjasama dalam bisnis minimarket. Dengan persentase saham seimbang, mereka berdua mulai merintis bisnis dari nol. Saat ini, bisnis mereka sudah mulai menunjukkan tren perkembangan ke arah yang positif.
Namun, di saat perjalanan menuju ke puncak karir bisnis, mereka terlibat dalam perdebatan sengit mengenai sesuatu hal, yang seharusnya dapat diselesaikan jika dilakukan dengan kepala dingin.
Mereka berupaya saling mempertahankan pendapat dan tidak mau mundur satu langkahpun. Bersikeras mempertahankan kebenaran pendapat masing-masing
Opekiu : "Dari dulu saya sudah bilang ke kamu, jika hendak memilih karyawan harus dilihat latar belakangnya. Perhatikan dulu bibit, bebet dan bobotnya. Jangan mudah terpengaruh dengan penampilan dan gaya bicara. Akibatnya seperti yang terjadi saat ini, si Bedu melakukan keteledoran sehingga perusahaan mengalami kerugian besar...."
Uvewe tidak mau dipersalahkan, menjawab : "Sebelumnya kamu juga ikut memberikan masukan mengenai masalah pemilihan manajer. Jadi permasalahan ini bukan sepenuhnya salah saya. Jangan sesuka udelmu menyalahkan diriku.."
Opekiu : "Loh, kan kamu yang ngotot mempekerjakan si Bedu. Pegawai yang saya rekomendasikan menjadi manajer, kamu tolak mentah-mentah karena badannya kurang tinggi. Alasan kamu, dia kurang berwibawa di mata pekerja lainnya. Lihat aja, calon kamu yang berbadan atletis, namun otaknya di dengkul. Masak angka lima, dilihat sebagai angka tiga. Perusahaan ini merugi puluhan juta gara-gara keteledorannya..."
Rupanya pertengkaran keduanya dipicu oleh si Bedu, orang pilihan Uvewe, melakukan blunder kesalahan fatal saat mencetak harga jual barang yang seharusnya bernilai 500 ribu, namun tercetak 300 ribu. Keteledoran ini baru diketahui, saat stok barang sudah habis dan perusahaan hendak melakukan repeat order ke supplier.
Dalam hitungan hari, seluruh stok barang puluhan lusin habis diborong pembeli. Akibatnya perusahaan mengalami kerugian banyak. Walaupun si Bedu sudah diberhentikan, namun Opekiu dan Uvewe tetap berdebat, sudah terlanjur mengutamakan ego masing-masing dan mulai menyerang pribadi yang lain.
Opekiu : "Keputusan kamu itu menjadi tanggung jawabmu... Saya tidak mau peduli..."
Uvewe : "Mana bisa begitu? Kalau rugi, yah harus ditanggung sama-sama dong..."
Opekiu : "Saya tidak mau... Kalau ruginya sedikit, gak masalah. Ini ruginya sampai puluhan juta. Saya menyesal sudah bekerjasama dengan kamu..."
Uvewe : "Memang kamu ini keras kepala, mirip dengan keluargamu, sehingga banyak yang tidak suka dengan keluarga kamu. Untungnya saya masih mau berteman dengan kamu. Tapi hari ini saya menyesal sudah mengenal kamu..."
Opekiu : "Jangan bawa nama keluarga. Saya sangat tersinggung dengan ucapan kamu. Begini-begini saya lulusan luar negeri... Kamu tuh cuma lulusan SD. Sadar diri lah..."
Uvewe : "Walau lulusan luar negeri, tapi kamu tidak sepintar diriku. Pengalamanmu tidak sehebat diriku..."
Opekiu : "Oh begitu yah..? Kalau kamu memang hebat, seharusnya kamu sudah memiliki rumah sendiri, bukannya menumpang di rumah mertua..."
Uvewe merasa sangat marah. Emosinya memuncak dan mulai mengeluarkan kata-kara kasar. Dia tidak dapat menerima hinaan dari Opekiu. Demikian juga Opekiu yang merasa dirinya lebih hebat dari Uvewe, juga tidak dapat menerima cibiran Uvewe. Masing-masing merasa paling benar dan tidak mau mengalah.
Hingga akhirnya, tercetuslah kalimat untuk mengakhiri hubungan bisnis di antara keduanya, sekaligus memutus hubungan persahabatan yang telah terjalin sejak kecil.
Sobatku yang budiman...
Perselisihan yang muncul di antara dua pihak, biasanya muncul karena masing-masing pihak merasa dirinya lebih baik dibanding yang lain, merasa pemikirannya lebih benar dibanding yang lain, merasa dirinya lebih pintar dari lawannya dan merasa dirinya lebih mampu dari yang lainnya.
Seyogyanya, setiap pertengkaran akan mudah diselesaikan jika ada yang bersedia mengalah, walaupun belum tentu dirinya yang bersalah. Setiap perselisihan akan mudah disudahi, jika salah seorang tidak merasa malu untuk menyatakan dirinya "kalah".
Kadang, mengalah sejenak, di saat emosi sedang meninggi, merupakan tindakan yang amat bermanfaat dalam menyelamatkan suatu hubungan.
Sebatang padi akan semakin merunduk jika sudah berisi. Sebagai manusia yang jauh dari kata sempurna, sebaiknya kita membuang jauh-jauh pikiran bahwa diri kita adalah makhluk paling sempurna di antara yang lain.
Jangan pernah merasa diri kita lebih baik dibandingkan orang lain, lantas menjadi sombong dan jumawa. Jika kita tetap bersikukuh dengan pendirian kita yang angkuh, maka suatu saat kita pasti akan ditinggalkan oleh yang lain.
Apa hebatnya jika kita memiliki harta banyak atau memiliki fisik yang rupawan namun tidak memiliki teman dan hanya hidup seorang sendiri?
Pada hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan. Sama-sama terlahir suci tanpa dosa. Sama-sama akan meninggal dan menjadi penghuni bawah tanah tanpa membawa sesuatu apapun.
Jadi, tidak ada yang perlu ditonjolkan untuk dibanggakan kepada orang lain mengenai kelebihan kita. Mengalah bukan berarti kalah, namun sesungguhnya merupakan kelebihan kita dalam meredam perasaan ego pribadi. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar