Taoisme merupakan aliran falsafah penting di Cina sesudah Konfusianisme. Bentuk ajarannya yang awal dinisbahkan kepada Lao Tze dan Yang Chu. Tetapi sebagai faham falsafah, Taoisme baru dikenal pada abad ke-1 SM. Yang pertama kali menyebut sistem ini sebagai madzab falsafah ialah Ssu-ma Ch`ien dalam bukunya Shih Chi ( Rekaman Sejarah).
Sudah tentu sebelum abad ke-1 SM Taoisme telah berkembang dan dasar-dasar pokok ajarannya telah dirumuskan oleh para pendirinya.
Sebagai ajaran falsafah, Taoisme dimulai dengan skeptisisme. Skeptisisme ini timbul dari kekecewaan terhadap keadaan masyarakat dan situasi politik di Cina pada abad ke-5 M. Pada masa itu banyak sekali peperangan dan pembrontakan. Korupsi dan penyelewengan merajalela. Raja-raja, bangsawan dan panglima-panglima perang hidup penuh kemegahan dan kemewahaan di atas kesengsaraan rakyat.
Menurut para penganut Taoisme, peradaban hedonistis dan materialistis telah merusak kehidupan manusia. Untuk memulihkan peradaban yang sedang sakit manuia perlu kembali kepada alam dan menyatu dengan alam.
Pernyataan kekecewaan itu tampak dalam sindiran Chuang Tze: “Bekerja membanting tulang seumur hidup tanpa pernah melihat hasilnya, dan bersusah payah bekerja keras tanpa mengetahui apa yang akan dihasilkan – bukankah yang demikian itu sangat menyedihkan? (Legge 1927: I.390.)
Tampaknya Taoisme merupakan sistem falsafah yang mengajarkan pesimisme. Namun hal ini disangkal oleh banyak ahli sejarah falsafah Cina. Justru menurut mereka adalah sebaliknya, Taoisme malah mengajarkan optimisme. Tetapi sebelum kita membahas sistem falsafah ini sepatutnya kita mengetahui dulu beberapa istilah dan konsep kunci yang dikemukakan para penganjurnya.
Tao atau Jalan Kebajikan :
Tao berarti jalan yang dilalui seseorang dalam perjalanannya kehidupannya. Konfucius memberi arti sebagai jalan atau cara bertindak yang benar dan penuh kebajikan dalam kehidupan moral dan politik. Dalam pengertian ini kata-kata Tao tidak mengandung makna metafisik. Bagi Lao Tze berbeda, tao memiliki pengertian metafisik. Lao Tze mengartikannya sebagai asas yang menyusun segala sesuatu. Ia sederhana, tanpa bentuk, tanpa gerak, tanpa hasrat, tanpa upaya. Ia ada sebelum adanya langit dan bumi. Karena adanya penciptaan dan berkembangnya peradabam, manusia kian jauh dari Taom jalan yang benar dan penuh kebajikan spiritual. Karena itu manusia semakin jauh dari kebahagiaan.
Tao ibarat kendi penuh walau pun kosong. Darinya orang dapat menimba air tak habis-habisnya dan tidak perlu mengisinya lagi. Demikian ia, begitu luas dan alam tidak terhingga. Tidak tampak yang paling tua di antara adanya. Semua karam di dalamnya, pucuknya sekalipun rata di sana. Perkara-perkara paling rumit pun sirna. Cahaya kemilau rata menyebarkan keriangan. Segala yang mustahil kembali menuju kesederhanaan. Setenang alam baka ia. Tak tahu aku putra siapa dia.
Jalan ( Tao ) yang dapat dijalani atau ditempuh bukan jalan abadi
Nama yang dapat diberi nama bukan nama yang sesungguhnya
Tao juga diberi makna sebagai Deitas, yaitu keadaan Sang Pencipta sebelum turun ke alam penciptaan.
Te atau Kebajikan :
Te diberi arti kebajikan, watak, pengaruh dan kekuatan moral. Huruf untuk kata Te tersusun dari ideograf : (1) Pergi; (2) Tegak; (3) gambar yang berarti Hati. Secara bersama-sama artinya ialah dorongan yang digerakkan oleh keteguhan batin.
Dalam kamus bahaa Cina abad ke-2 M Shuo Wen chieh Tzu ( Keterangan mengenai kata-kata dan analisis huruf Cina), Te juga ditaksirkan sebagai ‘pengaruh lahir seseorang dan pengaruh batin dari diri’. Berdasarkan arti ini kemudian Te dipahami sebagai kebajikan rohani, falsafah, hikmah atau kearifan yang tinggi.
Sudah tentu sebelum abad ke-1 SM Taoisme telah berkembang dan dasar-dasar pokok ajarannya telah dirumuskan oleh para pendirinya.
Yang menjadi persoalan hingga kini ialah siapa sebenarnya pengasas pertama Taoism.
Ada yang mengatakan Yang Chu (440-366 SM). Tetapi ada pula yang memandang Lao Tze yang hidup sezaman dengan Kon Fu Tze. Perkiraan bahwa orang pertama yang mengajarkan Taoisme adalah Yang Chu sebagian didasarkan pada dugaan bahwa kitab Tao Te Ching baru disusun pada abad-abad kemudian, lama sesudah wafatnya Lao Tze yang dipandang sebagai penulis kitab induk Taoisme.
Tetapi beberapa sarjana seperti Creel meragukan bahwa ajaran Yang Chu benar-benar bercorak Taois, Creel sependapat dengan kebanyakan sarjana sastra Cina yang meyakini bahwa pendiri Taoisme adalah Lao Tze. Yang diajarkan Yang Chu hanyalah semacam naturalisme mistis, yaitu persatuan manusia dengan alam.
Namun ajaran itu tidaklah lengkap sebagaimana ajaran Lao Tze. Dalam falsafah naturalismenya Yang Chu, sebagaimana Lao Tze sebelumnya, mengajarkan perlunya hidup bersahaja dan selaras dengan alam. Ia menolak hedonisme material yang merajalela pada zamannya.
Sebagai sistem falsafah, Taoisme sering dianggap sebagai falsafah mistik, bahkan sebagai salah satu bentuk mistisisme tertua di dunia yang berpengaruh hingga abad ke-20. Ia berbeda dari Konfusianisme yang menekankan pada persoalan manusia sebagai anggot sosial, kehidupannya dalam etika dan politik. Taoisme menaruh perhatian besar terhadap persoalan metafisika dan persatuan mistikal antara manusia dengan alam. Sebagai ajaran falsafah, Taoisme dirumuskan secara mantap oleh Chuang Tze, penafsir Tao Te Ching, kitab falsafah berbentuk puisi yang dinisbahkan kepada Lao Tze sebagai pengarangnya.Ada yang mengatakan Yang Chu (440-366 SM). Tetapi ada pula yang memandang Lao Tze yang hidup sezaman dengan Kon Fu Tze. Perkiraan bahwa orang pertama yang mengajarkan Taoisme adalah Yang Chu sebagian didasarkan pada dugaan bahwa kitab Tao Te Ching baru disusun pada abad-abad kemudian, lama sesudah wafatnya Lao Tze yang dipandang sebagai penulis kitab induk Taoisme.
Tetapi beberapa sarjana seperti Creel meragukan bahwa ajaran Yang Chu benar-benar bercorak Taois, Creel sependapat dengan kebanyakan sarjana sastra Cina yang meyakini bahwa pendiri Taoisme adalah Lao Tze. Yang diajarkan Yang Chu hanyalah semacam naturalisme mistis, yaitu persatuan manusia dengan alam.
Namun ajaran itu tidaklah lengkap sebagaimana ajaran Lao Tze. Dalam falsafah naturalismenya Yang Chu, sebagaimana Lao Tze sebelumnya, mengajarkan perlunya hidup bersahaja dan selaras dengan alam. Ia menolak hedonisme material yang merajalela pada zamannya.
Sebagai ajaran falsafah, Taoisme dimulai dengan skeptisisme. Skeptisisme ini timbul dari kekecewaan terhadap keadaan masyarakat dan situasi politik di Cina pada abad ke-5 M. Pada masa itu banyak sekali peperangan dan pembrontakan. Korupsi dan penyelewengan merajalela. Raja-raja, bangsawan dan panglima-panglima perang hidup penuh kemegahan dan kemewahaan di atas kesengsaraan rakyat.
Menurut para penganut Taoisme, peradaban hedonistis dan materialistis telah merusak kehidupan manusia. Untuk memulihkan peradaban yang sedang sakit manuia perlu kembali kepada alam dan menyatu dengan alam.
Pernyataan kekecewaan itu tampak dalam sindiran Chuang Tze: “Bekerja membanting tulang seumur hidup tanpa pernah melihat hasilnya, dan bersusah payah bekerja keras tanpa mengetahui apa yang akan dihasilkan – bukankah yang demikian itu sangat menyedihkan? (Legge 1927: I.390.)
Tampaknya Taoisme merupakan sistem falsafah yang mengajarkan pesimisme. Namun hal ini disangkal oleh banyak ahli sejarah falsafah Cina. Justru menurut mereka adalah sebaliknya, Taoisme malah mengajarkan optimisme. Tetapi sebelum kita membahas sistem falsafah ini sepatutnya kita mengetahui dulu beberapa istilah dan konsep kunci yang dikemukakan para penganjurnya.
Tao atau Jalan Kebajikan :
Tao berarti jalan yang dilalui seseorang dalam perjalanannya kehidupannya. Konfucius memberi arti sebagai jalan atau cara bertindak yang benar dan penuh kebajikan dalam kehidupan moral dan politik. Dalam pengertian ini kata-kata Tao tidak mengandung makna metafisik. Bagi Lao Tze berbeda, tao memiliki pengertian metafisik. Lao Tze mengartikannya sebagai asas yang menyusun segala sesuatu. Ia sederhana, tanpa bentuk, tanpa gerak, tanpa hasrat, tanpa upaya. Ia ada sebelum adanya langit dan bumi. Karena adanya penciptaan dan berkembangnya peradabam, manusia kian jauh dari Taom jalan yang benar dan penuh kebajikan spiritual. Karena itu manusia semakin jauh dari kebahagiaan.
Tao ibarat kendi penuh walau pun kosong. Darinya orang dapat menimba air tak habis-habisnya dan tidak perlu mengisinya lagi. Demikian ia, begitu luas dan alam tidak terhingga. Tidak tampak yang paling tua di antara adanya. Semua karam di dalamnya, pucuknya sekalipun rata di sana. Perkara-perkara paling rumit pun sirna. Cahaya kemilau rata menyebarkan keriangan. Segala yang mustahil kembali menuju kesederhanaan. Setenang alam baka ia. Tak tahu aku putra siapa dia.
Huruf Cina untuk Tao terdiri dari ‘kepala’ yang melambangkan orang yang mengetahui dan pada bagian lain terdapat simbol orang yang sedang melakukan perjalanan. Setelah berkembangnya ajaran Lao Tze, ia diberi arti sebagai jalan atau asas bekerjanya alam semesta dan dunia dalam perputaran kehidupan. Dalam perjalanan atau perputaran itu, tammpak tanda-tanda menuju ke arah Hakikat asal, dari mana segala sesuatu bergerak kembali.
Tao kadang merupakan kata kerja dan kata benda, misalnya dalam baris pertama sajak pertama Tao Te Ching.Jalan ( Tao ) yang dapat dijalani atau ditempuh bukan jalan abadi
Nama yang dapat diberi nama bukan nama yang sesungguhnya
Tao juga diberi makna sebagai Deitas, yaitu keadaan Sang Pencipta sebelum turun ke alam penciptaan.
Te atau Kebajikan :
Te diberi arti kebajikan, watak, pengaruh dan kekuatan moral. Huruf untuk kata Te tersusun dari ideograf : (1) Pergi; (2) Tegak; (3) gambar yang berarti Hati. Secara bersama-sama artinya ialah dorongan yang digerakkan oleh keteguhan batin.
Dalam kamus bahaa Cina abad ke-2 M Shuo Wen chieh Tzu ( Keterangan mengenai kata-kata dan analisis huruf Cina), Te juga ditaksirkan sebagai ‘pengaruh lahir seseorang dan pengaruh batin dari diri’. Berdasarkan arti ini kemudian Te dipahami sebagai kebajikan rohani, falsafah, hikmah atau kearifan yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Write komentar