|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Rabu, 13 April 2011

Hati Murni Seperti Es Dalam Ketel Giok

 

Bagi orang biasa, hal yang paling berharga di dunia manusia ini adalah kasih sayang untuk keluarga. Namun, bagi orang yang memiliki keistimewaan besar, mereka mematut kualitas moral mereka dengan tinggi. 

Karena kualitas moral seseorang menentukan baik atau buruk orang tersebut.
 
Itu adalah hal yang paling penting dalam kehidupan seseorang. Saat masih muda, saya terbiasa membaca beberapa puisi Dinasti Tang. Salah satunya sangat pendek, tapi saya memiliki kesan yang sangat mendalam dan terus terpampang dalam benak saya. Bunyi puisi tersebut sebagai berikut,

"Jika kerabat saya di Loyang bertanya kepada saya, 
hanya hati saya yang murni seperti es dalam ketel giok”
Pada waktu itu, meskipun saya seringkali membacanya, namun saya tidak mengerti makna sesungguhnya. Dengan berlalunya waktu dan bertambahnya pengalaman, saya bisa memahami sebait puisi ini dengan lebih cermat, yakni
Adalah yang terbaik membayar kebajikan kepada teman dan kerabat, jika seseorang dapat memiliki hati yang murni dan penuh belas kasih.
Petikan bait tersebut berasal dari puisi “Melihat Xinjian Padam di Furong.” Syair lengkapnya berbunyi sebagai berikut,
Hujan dingin datang ke Wu di malam hari. 
Saya melihat teman saya turun saat fajar dan 
Gunung Chu berdiri di sana sangat kesepian.
Jika kerabat saya di Loyang bertanya kepada saya, 
hanya hati saya yang murni seperti es dalam ketel giok.
Arti kasar puisi ini menggambarkan adegan penyair saat bertemu dengan temannya yang turun dari Furong. Ia memberitahu temannya, jika sanak keluarga si penyair di Loyang bertanya tentang dirinya, mohon sampaikan padanya akan kebajikan dan hati yang murni kepada mereka. Ini adalah puisi bertemu dengan seorang teman, tetapi ia menyisihkan dengan ringan atas perasaan sedih dan menekankan pentingnya kualitas moral masyarakat. 
Dua kalimat pertama menggambarkan kesepian atas pemisahan. Kemudian penyair menggunakan dua kalimat terakhir untuk membandingkan dirinya dengan hati dingin dan ketel giok, serta menunjukkan pikiran terbuka dan tekad yang kuat. Puisi ini memiliki konotasi yang sangat mendalam.
Pada zaman Tiongkok kuno, sekitar periode Dinasti Liu dan Song, penyair Zhao Bao mengunakan “bening seperti es dalam ketel giok” untuk menggambarkan kualitas moral yang sangat murni. Selama Dinasti Tang, Menteri Yao Chong menulis, “Perintah Es Ketel”, dan penyair Dinasti Tang, Wangwei, Cuiying dan Libai, semua menggunakan “es ketel” sebagai perangkat sastra untuk mendorong diri mereka sendiri dan memuji akhlak mulia.
Dalam puisi ini, Wang Changlin menggunakan hati yang dingin dan jernih laksana kristal dan ketel giok, untuk mendorong dirinya sendiri dan menanamkan semacam keyakinan dalam dirinya. Itu adalah yang paling berharga bagi teman dan kerabatnya ketika ia memberikan kepada mereka sebuah hati yang murni seperti es dalam ketel giok. Sebenarnya yang ia harapkan, yang disampaikan temannya itu kepada sanak saudara si penyair bukanlah pesan keselamatan sebagaimana lazimnya, tetapi pesan dalam menegakkan kemurnian dan kepercayaan diri penyair itu. 
Dengan kualitas keyakinannya, ia memperoleh hormat, dan kemudian orang selalu menggunakan “hati yang murni seperti es dalam sebuah ketel giok” untuk menggambarkan cita-cita mulia.
Setiap orang memiliki ambisi dan keinginan yang berbeda, jadi setiap orang juga memiliki pengejaran mereka sendiri. Selama dalam kehidupan yang singkat ini, beberapa orang berpikir uang adalah hal yang paling penting dan selalu mengejar keberuntungan seumur hidup mereka
Beberapa orang menilai ketenaran dan pengejaran tersebut dengan segenap hati. Beberapa orang menganggap kekuasaan di atas segala sesuatu dan menempatkan kekuatan pribadi sebagai prioritas tertinggi. Akhirnya, beberapa orang memandang sentimentalitas sebagai hal yang paling penting dalam hidup. 
Hanya orang-orang dengan standar moralitas yang tinggi dapat melampaui dunia sekuler ini dan tidak tertipu oleh ketenaran dan keuntungan. Meskipun mereka tidak diketahui oleh publik, mereka masih mempertahankan kemurnian dan kewibawaan mereka.

Tidak ada komentar:
Write komentar