|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Jumat, 08 April 2011

Kitab Tiga Aksara San Zi Jing 三字经

 


Hidup sampai tua, belajar sampai tua tidak terbatas pada sekolah saja apakah sama dengan peribahasa bahasa latin yang berbunyi non scholae sed vitae discimus yang artinya adalah “Kita belajar untuk hidup bukan untuk sekolah”, ujaran itu dikumandangkan oleh Seneca. 

Apakah membaca saja sudah cukup ? Apakah membaca terkait dengan pembelajaran ? Masih teringat walau tidak secara detail, pada waktu sekolah dasar dahulu pernah diajarkan bahwa manusia hidup sampai tua, belajar sampai tua.

Untuk memudahkan para siswa mengerti tujuannya, digunakan cerita atau fabel ( 寓言) Jin Ping gong 晋平公 atau duke Jin Ping ( ? – 557 BC ) yang sudah berumur 70 tahun dan masih bersemangat belajar. Duke Jin Ping pada usia 70 tahun awalnya ragu-ragu untuk belajar, tapi setelah berdiskusi dengan Shi Kuang 师旷( 572-532 BC ), ia memutuskan untuk belajar lagi. 

Dan ini bukan hanya satu-satunya cerita yang diajarkan atau disampaikan dalam pendidikan sekolah, masih ada banyak lagi cerita-cerita seperti itu dan melibatkan tokoh-tokoh sejarah Tiongkok masa lampau.

Dalam lingkungan kita sendiri banyak orang yang merasa terlalu tua untuk belajar,
selain itu juga banyak yang merasa malas belajar hal lain, terutama karena sudah merasa pandai dan tidak bisa menerima pendapat orang lain, beranggapan apa yang telah dipelajari adalah yang terbenar. Kisah Zen Buddhisme 禅宗 tentang gelas teh yang telah penuh, menurut saya adalah ungkapan yang tepat.


Fabel atau kisah-kisah serupa banyak diajarkan di sekolah pada waktu saya kecil, kisah lainnya seperti Yue Yangzi 乐羊子 menuntut ilmu dan masih banyak kisah-kisah lainnya yang bertujuan memotivasi orang untuk belajar dengan mengutip kisah-kisah atau fabel pada jaman dahulu.

Menuntut ilmu tentunya harus dilandasi kemampuan membaca, menyenangi membaca dan menghayati serta mengerti. 

Saya berpendapat kisah-kisah seperti itu perlu diajarkan sejak kecil untuk memotivasi anak-anak agar tertarik belajar dan membaca. Sedihnya adalah kondisi budaya membaca dan belajar di Indonesia amat lemah.

Menurut Arini, Kepala Arsip dan Perpustakan Kota Surabaya mengatakan bahwa budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD ). Padahal budaya membaca dan belajar bagi generasi muda adalah fondasi bagi negara Indonesia untuk maju meninggalkan keterpurukannya. 

Karena itu saya mencoba menyajikan suatu sudut pandang yang lain tentang budaya membaca dan belajar yaitu dari sudut budaya Tionghoa yang tentunya diharapkan bisa memperkaya khazanah budaya Indonesia yang terdiri dari berbagai macam budaya suku-suku lainnya. Dan belajar itu tidak hanya bisa membaca saja, belajar juga perlu penekanan budi pekerti.

Kita harus bisa memikirkan cara-cara yang tepat untuk membangkitkan semangat dan budaya membaca, apalagi saya teringat ujar Kong Zi 孔子( 551 BC- 479 BC ) yang mengatakan :

Dengan mempelajari yang apa yang telah kita pelajari kemudian bisa melahirkan pemikiran baru maka dapat disebut seorang guru ( 温故而知新 可以为师矣 ).
- Tapi pemikiran atau inovasi yang baru harus diikuti belajar yang tepat.

Menurut Kong Zi belajar yang tepat adalah : Belajar tanpa berpikir sama saja dengan tersesat, berpikir tanpa disertai belajar adalah mati atau tidak berkembang (学而不思则罔,思而不学则殆 ).

Kata si 思 secara harafiah dapat diartikan berpikir, tapi artinya bisa juga to reflect on atau untuk direnungkan, merenungi.Artinya tidak sekedar membaca saja tapi juga harus disertai perenungan, pemikiran mendalam, menggali apa yang yang kita pelajari, melakukan terobosan, penemuan-penemuan baru atau inovasi-inovasi. Tidak sekedar membebek atau mengulang-ulang kata-kata yang kita pelajari.Pentingnya belajar dalam budaya Tionghoa sudah berlangsung ribuan tahun, bahkan seorang Xun Zi 荀子 ( 313 – 238 BC ) dalam kitabnya dimulai dengan :

- Belajar tidak mengenal kata berhenti ( 学不可以已 ) .

Budaya Tionghoa tidak membicarakan belajar dan membaca saja, tapi juga ditekankan bahwa belajar dan membaca bertujuan membina ahlak yang baik, berguna bagi masyarakat, membuat suatu inovasi atau pemikiran yang baru.Salah satu pentingnya ahlak selain pengetahuan, adalah ujar Mo Zi ( 468-376 BC ) :

- Sarjana walau berpengetahuan luas harus mengutamakan kebajikan 士虽有学, 而行为本焉.
Judul tulisan ini Kitab Tiga Aksara, sengaja saya tidak bahas diawal, tapi dituliskan dahulu beberapa pandangan filsuf-filsuf Tiongkok jaman lampau tentang pendidikan sebagai pengenalan awal untuk memasuki apa yang dimaksud Kitab Tiga Aksara ini. Tentunya pendidikan atau belajar yang bertujuan untuk memiliki pengetahuan harus bisa membaca dahulu dan San Zi Jing adalah alat pendidikan yang digunakan untuk anak-anak bahkan balita.

Kitab Tiga Aksara disebut juga San Zi Jing 三字经, selanjutnya disebut San Zi Jing karena terdiri dari untaian tiga aksara yang pendek, yang akan memudahkan anak-anak belajar mengingat dan mengenal kata-kata sehingga bisa membaca. Kitab ini dibuat pada jaman dinasti Song ( 960-1279 AD ) dan pada umumnya orang berpendapat pengarangnya adalah Wang Yinglin 王应麟 (1223-1296 AD ) dengan jumlah aksara bervariasi dari 1200 aksara hingga 1600 aksara. 

Perbedaan jumlah aksara karena diselipkan pelajaran sejarah, dan dari dinasti ke dinasti selalu ada penambahan tentang sejarah.
 
San Zi Jing adalah bacaan wajib anak-anak sekolah di Taiwan, Hongkong, sekarang di Tiongkok dan beberapa sekolah di Singapore, bahkan ada yang mengajarkan sebelum anak-anak itu belum belajar baca tulis dengan cara melantunkan isinya, selain Kitab Tiga Aksara, Kitab Aturan Murid dan Anak 弟子规 juga merupakan bacaan wajib.

Menjadi bacaan wajib karena selain sebagai alat pelajaran pengenalan aksara dan cara membaca, dan jika ada kesulitan dalam membaca, diajarkan metode membaca yang benar, bukan sekedar menghafal isinya.Juga mengandung ajaran moral, budi pekerti.Selain itu juga ada metode pendidikan janin, dimana janin sudah diajarkan dan disebut sebagai tai jiao 胎教.

Dalam tulisan ini tidak akan dibahas tentang pendidikan janin. Dalam memahami San Zi Jing sebagai bahan pengajaran, diperlukan pembagian yang terdiri dari lima bagian :
  1. Menyatakan bahwa dasar manusia adalah baik adanya dan lahir setara, pentingnya pendidikan, bakti terhadap orang tua, hubungan keluarga, hubungan sosial, dan pengetahuan umum.
  2. Pengetahuan mengenai karya klasik Kong Zi dan para filsuf terutama adalah filsuf Ruism serta pedoman mempelajarinya.
  3. Rangkuman sejarah Tionghua, buku-buku sejarah dan bagaimana belajar dari sejarah agar bisa memperbaiki masa depan.
  4. Contoh-contoh keteladanan orang-orang jaman dahulu dalam hal rendah hati, ketekunan dan tekad belajar baik itu orang tua, anak kecil, lelaki maupun perempuan.
  5. Seruan dan pentingnya belajar serta bagian penutup.
Disini saya tidak akan membahas secara lengkap isi San Zi Jing. Tapi mencoba menguraikan bait-bait yang menurut saya penting untuk direnungkan. Dimulai dengan :
Manusia pada saat lahir, nuraninya baik dan sama, tapi kebiasaan yang merubahnya.

 人之初,性本善. 性相近, 习相连.

Dari sebaris awal, pada umumnya dijelaskan bahwa manusia pada dasarnya saat lahir adalah memiliki hati nurani yang baik, bagaikan air jernih yang belum tercemar, sama derajatnya. Tapi seiring dengan waktu, lingkungan, pendidikan, orangtua yang didapatnya akan membuat perbedaan dan bisa mengikis hati nuraninya.Jika tidak diberi pelajaran, nurani baik akan lenyap. Cara mendidik yang baik, harus dengan serius, baik, konsisten 

苟不教, 性乃遷。 教之道, 貴以專.

Dari dua bait yang saya kutip, penanaman moral, perasaan kebersamaan, diajarkan sejak kecil dan sebagai pendidik harus konsisten, serius dan baik mendidiknya merupakan hal yang utama. Orangtua dan pendidik jangan tertawa dahulu, berpikir tiada teguran untuk mereka. San Zi Jing juga menuliskan tentang perang dan tanggungjawab orang tua dan para pendidik.
Merawat dan membesarkan tanpa mendidik, kesalahan orangtua. Mengajarkan tidak dengan sungguh-sungguh, adalah guru yang malas, tidak bertanggungjawab.

 养不教父之过,教不严师之惰 

Guru dalam pengertian budaya Tionghoa yang pernah dikatakan oleh Kong Zi bahwa guru tidak saja sekedar mengajar saja tapi menjalin hubungan batin bagaikan anak dengan orangtua.

Sebagai orangtua juga harus bisa berperan sebagai pendidik atau guru bagi anaknya. Selain itu diajarkan 10 kewajiban manusia, berbicara keadilan dan kebenaran, berbakti kepada orangtua, sayang kepada keluarga, etika pergaulan, setia dan mengabdi kepada negara, lima sifat mulia ( Wu Chang ) 仁 ren kemanusiaan, 義 yi kebenaran atau keadilan, 禮 li etika kesusilaan, 智 zhi kebijaksanaan, 信 xin kejujuran, bisa dipercaya.

Sebagai pejabat negara harus memperhatikan rakyat, pengusaha memperhatikan karyawan dan masih banyak hal lainnya. San Zi Jing juga mengajarkan dasar-dasar berhitung, geografi, sejarah, pengetahuan alam, tokoh-tokoh yang menjadi panutan baik dalam bidang ilmu, pengetahuan, etika dan lain sebagainya. 

Hal lainnya adalah jika malas belajar, tidak serius maka kerugian besar bagi anak tersebut dalam banyak bidang, sehingga selalu ditekankan belajarlah dengan baik dan serius. Baik menggunakan contoh tokoh yang malas belajar ataupun melalui kata-kata yang disampaikan dalam kitab itu.

Manfaat dan guna membaca, tidak selalu berkaitan dengan pengetahuan, tapi berkaitan dengan moral, budi pekerti. Mengajarkan membaca pada anak-anak adalah hal yang penting, sebagai sarana untuk meraih pengetahuan.

Apakah hanya bisa membaca saja penting ? Apakah harus diajarkan budi pekerti sejak awal ? Bagaimana jika pembelajaran membaca dari awal saja tidak ditanamkan pentingnya belajar, budi pekerti dan lain-lain ? 

Bisa-bisa lahir generasi gamers yang selalu menghabiskan waktu di depan layar komputer untuk bermain game. Jikapun bisa membaca dan berilmu tapi tidak bermoral, apa akibatnya ?

Negara kita mengaku sebagai negara yang beragama, menekankan agama sebagai hal yang utama dan terpenting, tapi lihatlah dimana-mana, korupsi merajalela, padahal pelajaran agama menjadi pelajaran wajib di sekolah.

Yang diperlukan sekarang adalah metode atau cara pengajaran membaca sejak dini bagi anak-anak yang memiliki ajaran-ajaran moralitas yang terstruktur dan selalu dibaca ulang terus menerus hingga melekat di pikirannya betapa pentingnya bisa membaca dan belajar yang memiliki budi pekerti, tanpa harus dipisah-pisah.

Di awal tulisan, saya kutip dari kitab Li Ji : " Batu Jade tidak diolah, tidak berguna, manusia tidak belajar, tidak berpengetahuan 玉不琢,不成器 ;人不学, 不知道 ".

Sebagai penutup, saya kutip bait dari San Zi Jing :

"Batu Jade tidak diolah, tidak berguna, manusia tidak belajar, tidak memiliki pengetahuan kebenaran 玉不琢,不成器 ;人不学,不知义 ".

Tidak ada komentar:
Write komentar