Manusia lahir dalam dunia fana ini, seperti tertutup sepasang matanya, bagai bermain petak umpet untuk menangkap benda-benda yang diinginkan.
Dalam pengejaran keterikatan ini, dalam kesibukan, sangat sulit untuk bisa mengingat diri kita sebelumnya yang polos, lugu, baik, jujur dan bajik. Tenggelam dan tersesat di dalam hasrat keinginan yang demi ego dan keakuan semata.
Manusia seringkali terlalu menuntut kepuasan dalam realita hidup, membiarkan uang, kekuasaan dan nafsu birahi menggerakkan kita, saling intrik, berebut dan mengambil paksa, perilaku bagai perampok yang kian lama kian menjadi.
Meski memiliki penampilan luar seperti seorang priayi, tutur kata sangat beradab, tetap juga tidak bisa ditemukan sikap anggun bermoral seorang budiman sejati.
Saya mendadak menyadari apa yang disebut sebagai “kemiskinan”. Kehabisan uang dan kekurangan materi dalam kehidupan, bukanlah kemiskinan yang sebenarnya.
Pengurasan, kerusakan dan kebobrokan jiwa barulah merupakan kemiskinan yang tak dapat diukur. Seseorang demi mendapatkan yang diinginkan, lalu melakukan penipuan, pencurian, perampokan dan pembunuhan. Orang yang berjiwa bejat ini akan kehilangan martabat, kehormatan dan nama baik seorang manusia, akan kehilangan simpati dari orang lain. Karena siapa pun juga tidak ingin bergaul dengan seorang berandal.
Meski berandal tersebut berpakaian perlente, berpenampilan anggun, juga tidak akan bisa menutupi kebrutalan dan kekejaman mereka. Bila hanya melihat atau menilai dari penampilan luar, tidak mementingkan moral yang terkandung dalam hati manusia, penilaian yang demikian ini merupakan suatu kesedihan karena manusia sudah tidak mengerti bahwa dirinya telah tersesat!
Kepercayaan atau keyakinan membuat kita mengerti akan kehidupan, mengerti bahwa manusia mempunyai nasib keberuntungan, manusia mengalami reinkarnasi, nasib manusia ditentukan oleh balasan karma baik dan jahat.
Kebahagiaan dalam hidup adalah hasil dari perilaku kita yang mementingkan moral dan melakukan kebaikan.
Manusia mengejar kekuasaan, uang, cinta dan kebahagiaan dalam hidup. Hal itu tidak salah, tetapi harus dilakukan dengan jalan kebajikan dan kebaikan, karena balasan dari kebaikan itu adalah kebaikan juga, dengan demikian barulah benar-benar memiliki kebahagiaan yang sebenarnya.
Sebaliknya, balasan dari kejahatan itu adalah kejahatan pula, bagaimana mungkin bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidup?
Tidak ada komentar:
Write komentar