|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 09 April 2011

Suara Hati Warga Negara Keturunan Tionghoa

 


Sukubangsa Tionghoa di Indonesia adalah satu etnis penting dalam percaturan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Golongan Tionghoa turut memfasilitasi terjadinya Sumpah Pemuda, dengan dihibahkannya gedung Sumpah Pemuda oleh Sie Kong Liong.

Ada beberapa nama dari kelompok Tionghoa sempat duduk dalam kepanitiaannya itu, antara lain Kwee Tiam Hong dan tiga pemuda Tionghoa lainnya. Sin Po sebagai koran Melayu Tionghoa juga sangat banyak memberikan sumbangan dalam menyebarkan informasi yang bersifat nasionalis. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh W.R. Supratman pertama kali dipublikasikan oleh Koran Sin Po.

Sebelumnya, Pada 1920-an harian Sin Po memelopori penggunaan kata Indonesia bumiputera sebagai pengganti kata Belanda inlander di semua penerbitannya. Langkah ini kemudian diikuti oleh banyak harian lain.

Sebagai balas budi, semua pers lokal kemudian mengganti kata "Tjina" dengan kata Tionghoa. Pada 1931 Liem Koen Hian mendirikan PTI, Partai Tionghoa Indonesia dan bukan Partai Tjina Indonesia.

Pada masa revolusi tahun 1945-an kita menyaksikan perjuangan Mayor John Lie yang menyelundupkan barang-barang ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan Republik. Selain itu ada pula tokoh lain seperti Djiaw Kie Siong memperkenankan rumahnya di pakai untuk rapat mempersiapkan kemerdekaan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang merumuskan UUD'45 terdapat 5 orang Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan Drs.Yap Tjwan Bing.

Liem Koen Hian meninggal dalam status sebagai warganegara asing, padahal ia ikut merancang UUD 1945. Dalam perjuangan fisik sebenarnya banyak pahlawan dari Tionghoa yang terjun namun sayangnya tidak banyak dicatat dan diberitakan. Tony Wen adalah orang yang terlibat dalam penurunan bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya.

Memang Kami datang belakangan, awalnya banyak dari kami yang sudah datang dalam kemiskinan. Sudah banyak yang tiba lebih dulu sejak generasi nenek moyang kami.

Kami duduk dibawah terik matahari menunggu dagangan kami, di saat ada orang lain datang meminta bagian untuk uang "keamanan".

Kami mengayuh sepeda berjualan bakpao, di saat orang lain sedang menikmati makanan kesukaannya.

Kami menghitung berapa kuat kami bisa menanggung beban dan berapa jumlah yang bisa kami tabung, di saat orang lain menghitung berapa banyak uang yg akan mereka belanjakan.

Kami berusaha dan mencari peluang yang bisa menghasilkan uang, ketika orang lain sedang mencari barang apa yang bisa dibeli dengan uang mereka.

Kami rajin berhubungan dengan banyak orang agar kami lancar mencari makan, ketika yang lain sedang enak menikmati hidangan makan malam dimeja nya.

Kami berani menanggung resiko atas pinjaman2 dengan bunga tinggi, di saat banyak orang merasa berpuas diri akan penghasilan rutin nya.

Kami rela makan nasi sekali sehari demi masa depan, di saat semua orang menuntut makan 3 kali sehari.

Kami mengirit dan rela menggunakan pakaian ala kadarnya, di saat banyak orang menggunakan pakaian mewah buatan Perancang dan Butik terkenal.

Setelah berpuluh tahun sang waktu berlalu...

Kami menikmati apa yang telah kami perjuangkan...
Di saat itu ada yang mengumpat dan berkata, "Sialan, elo nguasain negara gueee!!"

Kami menikmati liburan untuk melihat indahnya alam ciptaan Tuhan, di saat orang-orang ribut akan kenaikan harga sembako.

Kami bersyukur atas hasil kerja keras kami, di saat banyak orang sedang sibuk mengutuki negeri ini dan berdemo anarkis merusak negeri ini.

Kami berjalan menyisir pantai, menikmati tenggelamnya matahari, ketika orang lain melihat matahari tenggelam dari jendela masih ditempat kerjanya.

Kami sangat bersyukur karena anak-anak kami bisa melanjutkan pendidikan, ketika orang lain banyak yang pusing memikirkan bagaimana menyekolahkan anaknya.

Kami menikmati dan bercerita tentang bagaimana indahnya hidup ini, ketika orang bercerita tentang susah dan pahitnya hidup ini.

Kami sudah berpikir besok mau makan apa, ketika banyak orang berpikir apa besok bisa makan.

Saat kami menikmati puncak kesuksesan, ada sebagian orang menyalahkan kami atas kemiskinan yang mereka alami.

Saat kami masuk ke pintu ruang pabrik kami, ada yang datang minta bagian atas apa yang telah kami perjuangkan.

Kami tahu sebagian orang menganggap kami ini hanya pendatang, tapi kami tahu bagaimana membuat hidup ini menjadi lebih berarti dan dihargai. Kami telah tunjukan bagaimana kami berjuang lebih keras dalam hidup ini.

Kami tahu sebagian orang menganggap kami ini hanya numpang, tapi kami telah tunjukan bahwa kami bukan penumpang gelap yang tak membayar. Kami telah tunjukkan bahwa kami juga adalah pejuang yang gigih dan kami adalah penurut. Banyak dari kami juga ikut berjuang bahu membahu dengan para pejuang lain.

Kami ini adalah keturunan pengusaha ulet yang menganggap uang bukan jatuh dari langit, tapi harus dibayar dengan keringat dan kadang dengan air mata maupun darah.
Tapi ada yang mengutuki kami, mengapa negeri ini penuh dengan keturunan kami yang sukses. Ada yang tidak senang dan mengiri akan kesuksesan kami.

Bukan kami menjauhkan diri kami dan anak kami dari pergaulan, tapi karena kami hanya ingin agar anak2 kami lebih terjaga.

Kami bukannya sombong dan kami sama sekali bukanlah orang yang pembenci sesama,
tapi kami hanya ingin hidup seperti apa yang nenek moyang kami ajarkan,

"JANGAN PERNAH MEMINTA, TAPI BERUSAHALAH"

Bukan kami tak mencintai negeri ini. Percayalah! Hati kami telah tertaut dan milik Negeri ini. Kami ini ditakdirkan lahir di Negeri ini, mencari hidup dan ingin mati di negeri ini.
Tapi ada sebagian orang yang membenci kami dan bahkan ingin menyakiti kami .

Percayalah...
Kami ini hanya berkorban, kami hanya berbuat yang terbaik untuk anak-cucu kami.
Kami ini berjuang dari kemiskinan untuk mencapai kemakmuran.
Kami ini tidak pernah meminta semua itu dengan gratis.
Kami membayar apa yang harus kami bayar.

KAMI KETURUNAN TIONGHOA, KAMI BANGGA

Meski kami kenyang tapi kadang tidur kami tak nyenyak, kami dalam ketakutan. Takut diserbu dan kembali disakiti. Sering kami dihantui mimpi buruk. Rumah dan harta bisa hilang, bahkan nyawa pun bisa melayang.
Kadang kami merasa berdiri diatas Bom Waktu yang bisa meledak setiap saat.
Kami telah terlahir di Indonesia, kebanggaan dan Tumpah Darah kami tentulah INDONESIA.

Jangan tanya Tuhan kenapa kami dilahirkan disini,
Jangan lagi bicara sipitnya mata kami ,
Jangan lagi bicara kuningnya kulit kami,
Jangan lagi masalahkan kesukuan kami ,
Jangan lagi ada rasa curiga
Jangan lagi ada rasa permusuhan
Jangan lagi ada rasa kebencian
Karena Tumpah Darah kami tetaplah INDONESIA,
Karena minum kami adalah air INDONESIA,
Makan kamipun juga nasi INDONESIA,
Maka Darah kami pastilah juga Darah INDONESIA.

Sekarang... Zaman telah berganti, penguasa juga telah datang dan pergi.
Sekarang... Kita lupakan masa lalu yang menyeramkan dan sangat kelabu.
Sekarang... Jangan lagi ada Tragedi yang menyayat banyak hati.
Sekarang... Sa’atnya kita lupakan dan hilangkan masalah kesukuan.
Sekarang... Sa’atnya kita semua bersatu padu membangun Negeri.
Sekarang... Sa’atnya kita angkat Negeri tercinta ini dari kemiskinan.
Sekarang... Sa’atnya kita galang semangat Persatuan dan Kebersamaan.
Sekarang... Sa’atnya kita kembangan bersama wawasan Kebangsaan kita.
PANCASILA dan BHINEKA TUNGGAL IKA

Tidak ada komentar:
Write komentar