Jika
seseorang benar-benar mencintai Anda, maka dia juga harus menyayangi
jiwa Anda, jika bukan demikian, maka itu bukan namanya cinta, itu
disebut “saat sadar bergembira bersama, setelah mabuk berpisah
sendiri-sendiri”. Cinta seperti itu, walaupun jadi tren, walaupun ringan
tak terbebani, tetapi sama sekali tak bernilai.
Cinta
sama seperti jiwa, membutuhkan kesabaran kita untuk menyayangi. Kadang
kala Anda harus memegang teguh, menanggung penderitaan yang mau tidak
mau harus ditanggung, kemudian Anda baru mungkin bisa merasakan
kegembiraan hidup serta keindahan cinta dan ternyata cinta sejati itu tidak boleh diperhitungkan.
Saat
musim hujan, rumah kami segera tergenang air. Teringat suatu hari,
ketika terbangun dari tidur, menemukan seluruh buku-buku bahkan surat
nikah semuanya mengambang diatas air. Rumah kami begitu kecil, hingga
hanya bisa ditempati sebuah ranjang besar dan meja komputer kecil.
Saya
menelpon suami, hanya dapat berbicara sepatah kata saja sudah menangis.
Dia pulang bagaikan kilat, menjinjing celana langsung menguras air, dia
menghibur saya, “Tetaplah diatas ranjang, jangan sampai terkena air.”
Mendengar perkataannya, saya jadi tak menangis lagi, dalam sekejap hati
merasa tenang dan gembira.
Tak
terasa pekerjaan saya semakin lancar, naik jabatan dan gaji bertambah,
buku bisa diterbitkan dan menghasilkan uang, hari-hari juga berubah
semakin santai dan ceria. Kami membeli sebuah mobil dan rumah di pinggir
kota, saya mulai suka menghabiskan uang tanpa perhitungan, tetapi suami
tidak terbiasa dengan hal itu. Orang lain semakin beranggapan dia tidak
serasi dengan saya, kata mereka saya masih muda.
Ketenaran
dan keuntungan telah tampak di depan mata, salah satu buku karangan
saya berada dalam daftar buku terlaris selama 3 bulan penuh. Dalam usia
yang tak muda lagi, tidak menyangka masih ada pria yang mengejar saya,
dengan antusias ingin berhubungan dekat dengan saya.
Suami
saya menjadi lebih diam dan lebih banyak membenamkan diri dalam
pekerjaannya, pekerjaan kasar biasa. Hanya mengetik naskah di komputer,
uang yang saya hasilkan sudah melampaui upahnya bekerja dalam beberapa
minggu.
Hal ini
tidak berlangsung lama, suatu hari dia berniat pergi ke Hong Kong untuk
bekerja, karena uang yang dihasilkan dalam satu tahun lebih banyak dari
uang yang dihasilkan di dalam negeri selama dua tahun. Satu-satunya
persyaratan adalah tidak boleh membawa keluarga, dan menandatangi
kontrak kerja paling pendek 5 - 8 tahun, selama kontrak, boleh pulang ke
rumah.
Saya
terdiam, kemudian kami membenamkan diri dalam kesibukan masing-masing,
sibuk hingga suatu hari saya merasakan kepala pusing sekali. Saya
terkena tumor ganas yang jarang sekali ditemukan.
Suatu
hari saat dalam perawatan, suami menunggu di lorong rumah sakit yang
penuh sesak, dia pura-pura membaca koran, tetapi saya melihat tetesan
air matanya membasahi koran yang dia pegang. Sudah setengah tahun ini
dia tidak bekerja, kehidupan kami mengandalkan uang tabungan dan uang
hasil sewa rumah, kami berdua sama-sama tinggal di rumah ibu saya.
Kekejaman nasib sepertinya sedang bersenda gurau dengan saya. Dalam
sekejap mata saya kehilangan semuanya, usia sudah tidak muda lagi,
kehilangan kesehatan tubuh, kehilangan kemampuan bekerja, tetapi saya
masih ingin terus hidup...
Saya
berkata kepadanya “Saya masih ingin hidup.” Dia menatapku dan berkata
“Kamu harus bertahan hidup, hidup terus hingga usia tua.”
Dulu
saya mengira tak akan bisa hidup lebih lama jika tidak mempunyai
kehidupan yang terhormat, tidak mempunyai pekerjaan yang sempurna,
bahkan jika tidak mempunyai cinta kasih yang berlimpah. Sekarang saya
baru mengerti, sebenarnya bukan demikian, saya boleh tidak membeli
busana, tidak berdandan, tidak minum kopi, tetapi saya harus hidup
terus.
Beberapa
tahun kemudian, saya keluar dari rumah sakit dan melanjutkan kehidupan
normal. Tetapi saya sering berpikir, seandainya saya tidak mengalami musibah
seperti ini, mungkin saya sudah berpisah dengannya, karena kami sudah
tidak mempunyai alasan untuk terus bersama. Dia pergi ke Hong Kong untuk
mendapatkan gaji tinggi, sedangkan saya juga bisa hidup seperti wanita
lajang, mencari seorang pria yang status dan penghasilannya pantas
dengan saya.
Tetapi
pengaturan nasib itu bukan demikian, dia membuat saya menyadari bahwa
kehidupan itu bukan seperti permainan spekulasi, karena Anda tidak tahu
pengaturan dari nasib. Dia bisa membuat Anda kehilangan semuanya dalam
sekejap mata.
Tidak ada komentar:
Write komentar