|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 31 Oktober 2013

Memberi Tanpa Syarat, Menerima Dengan Bersyukur

 


Qubing seorang penguasa dari negeri Song mencari sekerat batu giok yang sangat mahal dan memberikannya pada Zihan seorang menteri dari negeri Qi. Qubing berkata, "Tuan Menteri, batu giok ini sangat cantik dan amat berharga, sudilah kiranya tuan menteri menerimanya sekedar kenang-kenangan dari saya". Zihan tentulah maklum pemberian dari Qubing bukannya tanpa maksud.

Sahut Zihan,"Tuan Qubing saya sangat mengagumi keindahan batu giok ini. Anda menyatakan batu giok ini adalah benda yang sangat anda hargai. Tetapi pada diri saya yang paling saya hargai adalah sikap untuk tidak dapat disuap. Jika batu giok ini saya terima maka kita berdua akan kehilangan sesuatu yang kita masing-masing anggap paling berharga. Oleh karena itu sebaliknya batu giok ini anda bawa pulang saja".

Dalam zaman yang kita sedang jalani sekarang ini tindakan Zihan untuk menolak pemberian Qubing terasa tidak normal, sedangkan tindakan Qubing justru merupakan tindakan yang lumrah. Lagipula Qubing sudah beriktiar untuk mencari batu giok terbaik ke segala negeri, mengapa gerangan Zihan tidak menghargai suatu kebaikan? Bahwa Qubing ingin berkawan dengan Menteri Zihan, apa sih salahnya?

Nabi Kongzi dan Mengzi banyak sekali mengisahkan peristiwa beri dan terima. Ada pemberian dari raja kepada menteri, ada dari rakyat kepada pembesar negeri. bahkan ada pula pemberian dari Raja dan atau Pembesar Negeri kepada Nabi Kongzi atau Mengzi atau pun kepada murid-murid mereka. 

Ada yang disarankan untuk diterima ada pula yang dianjurkan untuk ditolak saja. Jadi rupanya hal memberi dan menerima ini tidak selalu sederhana dan ada patokannya. Soal ini ada kaitannya dengan itikad dan pola hubungan sosial si pemberi dan penerima.

Bila kita kaji lebih teliti, maka terjadi pada kasus Qubing vs Zihan ada kemungkinan bukan pola hubungan beri dan terima yang sebenarnya. Mengapa Qubing memberikan batu giok tersebut kepada Zihan yang jelas bukan kerabat atau saudara dekatnya? Bukankah lebih baik batu giok tersebut diberikan kepada orang yang disayanginya. 

Ada dugaan bahwa tindakan Qubing ini dimaksudkan agar kepadanya diberikan suatu akses atas sesuatu yang dimiliki Qubing. Tetapi belum tentu sesuatu itu berupa keuntungan material secara langsung.

Dibelahan dunia manapun, banyak pihak yang girang jika dapat dekat dengan para VIP atau selebritis. Tetapi yang lazim diharapkan adalah konsesi yang memberikan keuntungan finansial. Seringkali akses yang diberikan kepada seseorang dimaksudkan untuk menutup jalan bagi pihak lain. 

Jika demikian maka yang terjadi pada kasus diatas adalah suatu transaksi dagang. Qubing bermaksud membeli sebagian kewenangan yang dimiliki Zihan. Rupanya bagi Qubing ini merupakan suatu good bargain sedang bagi Zihan itu bukanlah suatu good trade, sehingga transaksi itu tidak berlangsung.

Apakah memberi demikian ada faedahnya? Tentu saja ada tetapi nilainya lebih buruk daripada transaksi si Qubing. Orang yang dipalak tidak mempunyai posisi tawar menawar yang jelas karena berada dalam keadaan terpojok. Sedangkan si Qubing bertindak atas inisiatifnya sendiri dan tidak dalam keadaan tertekan. Oleh karena itu pahala memberi karena terpalak kadarnya sangat rendah baik bagi si pemberi maupun si penerima.

Investasi

Anda tentu pernah mendengar seseorang yang berusaha menyegarkan ingatan orang yang pernah ditolongnya? Bahkan diucapkan kepada anak-anak dari orang yang pernah dibantunya. Ini banyak terjadi pada lingkungan keluarga atau kerabat dekat. 

Ucapan seperti ini mungkin anda pernah dengar. “Dulu bapakmu itu pernah dibantu bapakku, kalau saja bapakmu itu tidak dimodali bapakku kamu sekeluarga sudah pasti hidup sengsara. Mana mungkin kau ini menjadi produsen martabak seperti sekarang ini.”

Ucapan semacam itu sungguh tidak enak di dengar. Bagaimana memutarkan kembali budi baik seseorang yang sudah terlanjur tertelan? Si penerima hanya bisa menyesali nasibnya mengapa dulu ia sampai terpaksa harus meminta bantuan orang itu. Mengapa pula ia begitu lemah sehingga dulu mau begitu saja menerima uluran dari orang yang sekarang mengecamnya. Untuk memahami hal semacam ini kita harus memiliki perpektif yang tepat. 

Si pemberi rupanya tidak memberikan suatu hibah tetapi melakukan suatu investasi. Maksudnya si pemberi menganggap pernah menanam saham sehingga merasa berhak turut menikmati buah dari kerja investasinya. Jadi memang ada faedahnya, tetapi sayang sekali cacat karena motifnya bukan surgawi tetapi duniawi. Seyogyanya si pemberi tetap memelihara rasa hormat kepada orang yang ditolongnya.

Dalam kehidupan keluarga kita juga harus waspada adanya pemberian yang tidak berlandaskan kesusilaan. Banyak sekali kita temukan adanya pemberian yang mempunyai tujuan tersembunyi misalnya untuk merenggangkan tali silaturahmi. 

Dari uraian di atas hikmah apa yang dapat kita tarik? Memberi yang benar haruslah mendekatkan baik si pemberi maupun si penerima kearah jalan suci. Transaksi Qubing dengan Zihan memang dapat mendatangkan faedah material kepada keduanya, tetapi menjauhkan mereka dari jalan suci. 

Kalau saja batu giok itu diterima oleh Zihan maka terbukalah jalan bagi si Qubing untuk menarik keuntungan secara tidak adil. Fasilitas yang diberikan kepada si Qubing boleh jadi dipakai untuk menutup rezeki bagi pihak lain. Ini sama saja dengan seorang anak yang memberi orang tuannya dengan tujuan merenggangkan hubungan orang tua dari anak yang lainnya.

Menerima Sama Pahalanya dengan Memberi

Nabi Kongzi menerima uang sekolah dari murid-muridnya. Besar kecilnya tidak di patok, sekerat daging pun jadilah. Mengzi menyarankan agar muridnya menerima saja pemberian beras dari raja.

Apakah Nabi Kongzi dan Mengzi demikian memerlukan sekerat daging dan beras itu? Rasanya tidak. Jadi apa motivasinya? Rupanya mereka ingin mendorong orang untuk memberi, dan ini berarti mendorong mereka untuk berbuat amal kebajikan.

Nabi Kongzi juga mengajarkan mereka etika menerima. Mensyukuri pemberian dan membantu si pemberi untuk mendekat ke jalan suci. Kelezatan pahala dari kerja memberi, mendorong si pemberi untuk berbuat amal lebih banyak pada hari kemudian. Oleh karena itu penting kita memberkati tangan si pemberi. 

Dengan berbuat demikian maka si penerima akan berbuat sama banyak dengan si pemberi. Sehingga si kaya yang memberi dan si miskin yang menerima keduanya diberkahi. Karena itu si pemberi tidak berhak menghina si penerima karena mereka saling di untungkan.

Memberi dengan kasih sayang dan menerima dengan bersyukur itulah yang diajarkan oleh Nabi Kongzi. Itu sebabnya Nabi Kongzi dengan amat garang mengecam pemberian kepada orang tua tanpa kasih sayang karena tidak ada bedanya secara fundamental dengan memberi makan hewan peliharaan.

Berbuat kebajikan Untuk Tuhan

Seyogyanya orang yang bergerak dalam pelayanan kebajikan haruslah dengan kesungguhan hatinya yang tulus untuk melakukan hal itu semata-mata demi Tuhan. Hal ini memang tidaklah mudah. Terlalu sering memberi nasihat, justru membuat dianggap sebagai orang yang tidak bijaksana dan hal ini dapat mengakibatkan kehilangan kemampuan untuk mendengarkan orang lain, terutama bila isinya menunjukkan kekurangan pribadi. 

Kita menjadi takut atas turunnya reputasi kita sebagai orang yang arif, sehingga kebesaran nama kita menjadi fokus utama bukannya Jalan Suci. Padahal seorang Nabi saja masih mau menjadikan salah satu yang dua orang berjalan bersamanya untuk menjadi guru atasnya (Lun Yu VII : 22)

Kita harus mewaspadai keterikatan kita pada keuntungan material. Bukan berarti rejeki yang datang atas kegiatan dalam pengabdian kemanusiaan wajib ditolak. Tidak, yang tidak layak adalah menjadikan keuntungan material sebagai sasaran pokok. 

Kerja dalam bidang ini sepatutnya dilakukan secara ikhlas. Memberi kepada manusia dan apalagi kepada Tuhan haruslah tanpa syarat. Jika tidak maka derajatnya akan merosot menjadi transaksi dagang ala Qubing.


Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.

Tidak ada komentar:
Write komentar