Menjadi miskin di atas kejujuran tidaklah memalukan. Namun sungguh
memalukan bila memiskinkan diri harus menukarnya dengan
ketidak-jujuran.
Sahabatku....
Kemiskinan itu memang menyakitkan, ketika menjadi penghinaan. Tidak dihargai sebagaimana mestinya. Dipandang sebelah mata. Tersingkirkan dan menjadi beban. Tak ada penghargaan untuk kemiskinan. Menyakitkan.
Menjadi miskin itu menyedihkan. Keinginan hanya menjadi harapan kosong. Menahan lapar, sebab tak ada
hidangan. Sarapan menjadi sesuatu yang mewah.
Menyedihkan harus menahan kedinginan.
Tak ada tempat berteduh. Baju hanya yang melekat di badan. Ketika basah
tak ada untuk pergantian.
Sungguh nelangsa. Sudah menahan lapar
kedinginan pula. Mata hanya bisa menatap hampa sambil menelan air liur
yang menjadi santapan. Menelan angin yang semakin membuat perut
keroncongan. Ketika perut lapar dan tak ada yang bisa dimakan. Masihkah dapat bahagia? Menyedihkan!
Sahabatku...
Kemiskinan memang menyedihkan. Namun mereka yang rela memiskinan diri lebih menyedihkan lagi. Lebih hina dari yang terhina. Lebih menyakitkan nurani yang tersembunyi.
Kemiskinan memang menyedihkan. Namun mereka yang rela memiskinan diri lebih menyedihkan lagi. Lebih hina dari yang terhina. Lebih menyakitkan nurani yang tersembunyi.
Bagaimana tidak lebih menyedihkan?
Ketika sudah memiliki kemampuan untuk membeli apa dibutuhkan, masih
tetap merasa kekurangan. Akibatnya harus menipu dan mencuri di
sana-sini. Seolah-olah mereka adalah orang yang termiskin.
Bagaimana tidak lebih menyedihkan? Ketika perut sudah dipenuhi tumpukan makan, masih merasa kelaparan.
Ketika sudah memiliki tempat berteduh dan lemari penuh pakaian, tetapi tetap merasa kekurangan. Menyedihkan bukan?
Untuk memenuhi segala yang masih
dianggap kekurangan. Tidak malu meminta jatah ke mana-mana. Mengambil
sesuatu yang bukan haknya.
Betapa menyedihkan, ketika di meja makan
terhidang sajian atas kesedihan mereka yang kelaparan. Memakai pakaian
atas kenestapaan mereka yang kedinginan.
Sahabatku...
Sesungguhan di atas rasa kenyang dan nyaman itu, ada kesedihan tak terkira yang menyakitkan di kemudian hari.
Sesungguhan di atas rasa kenyang dan nyaman itu, ada kesedihan tak terkira yang menyakitkan di kemudian hari.
Sarapan pagi dari Sang Guru di Puncak Kesunyian yang dingin. Tak ada sarapan yang tersaji dan teh hangat untuk menemani. Apakah kata-kata bisa mengenyangkan dan menghangatkan tubuh?
Sahabatku..
Kata-kata memang tidak dapat
memberi kenyang dan hangat pada tubuhmu. Tetapi kata-kata dapat
memberi harapan dan kehangatan jiwamu. Kata-kata dapat membuatmu
melihat kebenaran. Senyum Sang Guru yang membaca isi hatiku seketika menghadirkan malu pada diriku. Salam kebajikan. (Sumber)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar