|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Minggu, 15 Desember 2013

The Golden Rule

 

Lui Fong menusuk raja zalim itu, ditangannya ada belati berceceran darah. Sebagai hamba raja, dia telah melakukan kejahatan terbesar, dia telah membunuh tuannya.

Raja zalim itu telah merebut kekasihnya, telah membunuh beribu ribu rakyat jelata, telah memeras menindas kerajaan kecil disekelilingnya, telah menhancurkan ratusan dusun. Raja zalim itu layak mati, layak seribu kali mati. Lui Fong berupaya meyakinkan dirinya sendiri.

Kekasihnya yang dicintainya sejak kecil, dan sang Raja tahu akan hal itu, masih saja diambil dan dijadikan selir yang ke sekian ratusnya, raja rakus yang binal. Dia layak mati, layak seribu kali mati.

Lui Fong adalah pelajar yang soleh, dia teringat ajaran Confucius, “the golden rule”, lakukan kepada orang lain, seperti apa kau ingin diperlakukan olehnya. Dan Lui Fong pun bingung, apakah Confucius akan membenarkan atau mempersalahkan tindakannya?

Lui Fong masih memegang belati berdarah, sementara para pengawal istana berdatangan masuk kedalam kamar sang Raja. Kematian jelas menanti Lui Fong, menyesalkan dia? Ataukah pengorbanannya cukup berharga untuk membalas dendam kekejaman dan banyak nyawa yang telah hilang?

The Golden Rule, diajarkan sejak 500 tahun sebelum masehi, sampai begitu banyak filsuf besar lainnya, tetap menjadi tonggak pengukur perbuatan. “Hanya lakukan pada orang lain seperti engkau ingin diperlakukan olehnya.”

Bila kita tidak ingin dipenjara, apakah penjahat layak dipenjara? Apakah “The Golden Rule” itu harus dikaitkan dengan “context”nya, keadaan atau lingkungan yang menjadi alasan sesuatu itu terjadi. Ataukah dia “absolut”, bahwa “jangan membunuh” adalah tidak boleh membunuh, apapun alasannya?

Kita sering menyalahkan tindakan seseorang, apakah kita telah menyelaraskan pemikiran kita dengan keadaan dan situasi yang dirasakan orang itu? Orang membunuh saat perang, menipu saat berbisnis, berbohong untuk kebaikan orang lain, apakah itu menyalahi “The Golden Rule?”.

Bila kita rela berkorban untuk seseorang, haruskah dia rela berkorban untuk kita. Chairil Anwar berkata, “Bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyian masing masing.” Mungkin juga pada akhirnya semua berpulang dari pola pikir kita sendiri, dan tidak perlu terlalu melihat sudut pandang orang lain? (Penulis : Tanadi Santoso)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menurut Anda bisa mengilhami orang untuk menjadi baik dan berbuat kebajikan, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.

Tidak ada komentar:
Write komentar