|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 10 September 2015

Untuk Dianggap Cantik, Nenek Ini Dulunya Harus Menjalani Tradisi yang Menyakitkan

 


KEBAJIKAN ( De 德 ) Di masyarakat, ada banyak tradisi dan budaya tertentu yang berkaitan dengan kecantikan wanita. Seorang wanita baru dikatakan cantik jika mengikuti tradisi tertentu. Atau bisa jadi seorang wanita baru diakui statusnya setelah menyelesaikan ritual khusus.

Wang Huiyuan, nenek berusia 84 tahun ini mengungkapkan pengalamannya dulu harus mengikuti tradisi pembebatan kaki sebagai bagian untuk menjadi wanita cantik. Dilansir dari dailymail.co.uk, nenek yang kini tinggal di daerah pedesaan Tonghai, Yunnan, Tiongkok
ini harus menjalani "perawatan kecantikan" yang menyakitkan. Saat usianya baru enam tahun, dibantu oleh ibunya, kedua kakinya dibebat kencang sekali.

Wang Huiyuan dulu harus menjalani pembebatan kaki sebagai bagian dari tradisi
"Sekitar enam atau tujuh tahun, kaki saya mulai dibebat dengan bantuan ibu. Setiap kali dibebat, saya berteriak kencang, 'Jangan dibebat lagi, jangan lagi!'," kata Wang. Tradisi kuno ini dijalankan pada abad ke-13 dan sudah dilarang sejak tahun 1902.

"Saat itu baru dianggap modis kalau kaki dibebat. Semua orang melakukannya. Kalau tidak, kita akan ditertawai, 'lihat kakinya yang besar dan pipih'. Saya pernah ditertawai, jadi saya membebat kaki saya," terang Wang pada Dr Amanda Foreman dalam acara dokumenter The Ascent of Woman.

Proses pembebatan kaki yang dialami Wang sangat menyakitkan. Setelah dibebat, malam harinya Wang kecil akan berteriak minta dilonggarkan. "Kaki saya dibebat selama beberapa saat dan dilonggarkan sedikit. Jadi kaki saya tak terlalu kecil," ujar Wang.

Sementara itu Dr Foreman menjelaskan kalau proses pembebatan itu terasa menyiksa. "Mulai dari usia sekitar lima tahun, ibu mereka akan menekuk tulang kaki anak perempuan mereka sampai hampir separuh. Mereka akan menekan jari-jari kaki dengan keras terlipat ke bawah dan membuntalnya dengan bebatan yang akan makin kencang selama beberapa tahun," kata Dr Foreman. Wanita sejarawan tersebut juga memaparkan kalau praktik tersebut merupakan norma budaya selama berabad-abad sebagai standar kecantikan yang mengagungkan kesucian dan juga keterbatasan gerak.

Tradisi pembebatan kaki itu menjadi salah satu ciri identitas orang Tiongkok saat itu bahkan sebagai syarat wanita baru diperbolehkan menikah. Zaman dahulu, ada keyakinan bahwa kaki kecil bisa membuat wanita terlihat lebih atraktif.


Wang Huiyuan dulu harus menjalani pembebatan kaki sebagai bagian dari tradisi
Kaki yang dibebat saat itu menjadi simbol status bagi mereka yang kaya dan modis. Sampai akhirnya demi bisa terlihat memiliki status sosial yang tinggi, orang-orang miskin pun melakukan praktik tersebut.

Wang yang menikah ketika usianya baru 14 tahun mengatakan kalau ia akan tetap membebat kakinya, meski dulu prosesnya menyakitkan. Bahkan ketika ada orang dari pemerintah yang mencoba untuk melepas bebatan di kaki Wang, ia malah bersembunyi.

Dr Foreman mengunjungi sebuah museum di Shanghai dan seorang ahli menjelaskan kalau anak-anak gadis zaman dulu tak mau dibebat kakinya, maka sang ibu akan memukul pantat anaknya dengan sebilah tongkat kayu. "Dalam tradisi Tiongkok kuno, saat kaki anak-anak perempuan dibebat, ujung kuas pena untuk menulis dimasukkan di dalam kain bebat. Artinya kaki mereka harus terlihat seperti ujung kuas pena yang runcing dan kecil," papar sang ahli.


Dr Amanda Foreman
Sepatu khusus dulu dibuat untuk membungkus kaki-kaki kecil para perempuan Tiongkok zaman dulu. Sepatu tersebut disebut sepatu teratai yang biasanya dibordir sendiri oleh wanita yang memakainya. "Sepatu tersebut adalah simbol status ekonomi yang membungkus seorang wanita. Tapi sepatu itu juga menjadi saksi biksu tentang kenyataan pahit akan kecantikan dan fashion, di satu sisi wanita dijadikan alat pembebasan tapi di sisi lain wanita jadi instrumen penindasan pria," ungkap Dr Foreman.

Sobat, bagaimana menurut Anda tradisi kecantikan seperti ini? Kalau zaman sekarang tradisi ini masih dilakukan, apakah Anda berani untuk mencoba?  Salam kebajikan (Sumber)

Tidak ada komentar:
Write komentar