Banyak sekali orang berpikir bahwa kematian hanyalah berteman dengan mereka yang usianya sudah senja dan enggan atau jarang sekali menghampiri mereka yang masih muda, atau bahkan orang yang sudah berbuat baik.
Tapi beberapa peristiwa seperti kejadian mengerikan yang terjadi di pusat Kota Paris, Prancis pada Jumat 13 November 2015, malam waktu setempat yang membuat dunia berduka ini benar-benar seolah berteriak kepada kita bahwa hidup ini sungguh benar-benar sebuah misteri dan kematian bisa datang menghampiri siapa saja, dengan tiba-tiba tanpa peringatan, dan dalam keadaan apa saja.
Ada 7 serangan yang dilakukan hampir serentak dalam rangkaian teror di 6 lokasi yang terjadi di Perancis. Salah satunya adalah lokasi penembakan yang paling banyak menelan korban jiwa karena pelaku menembak secara membabi-buta ke kerumunan orang yang sedang memonton konser, di Gedung Bataclan Theater Paris yang berkapasitas 1.500 orang.
Penembakan di Bataclan dimulai satu jam setelah konser grup rock asal California, Eagle Of Death Metal (EODM) sedang berlangsung. Beberapa pria berpakaian hitam dan menjinjing AK-47, masuk ke gedung. Mereka dengan tenang melepaskan tembakan secara membabi buta ke arah kerumunan penonton, yang mengakibatkan 89 korban yang tewas dan banyak orang yang luka-luka.
.
Polisi Prancis telah melakukan penyergapan terhadap kelompok bersenjata yang melakukan penyanderaan di Gedung Teater Bataclan di pusat kota Paris. Tiga pelaku lainnya yang menyerang gedung konser Bataclan juga tewas di tempat. Dua orang di antaranya tewas setelah meledakkan bom bunuh diri. Sementara itu, satu pelaku lainnya ditembak polisi Paris hingga tewas.
Pihak keamanan berhasil membebaskan 100 tawanan, beberapa diantaranya terlihat terluka. Pihak berwenang mengatakan para sandera ditahan di gedung itu sebelum pasukan khusus polisi Perancis tiba di lokasi.
Berikut adalah saksi mata dalam aksi penembakan dalam gedung Batclan Theater, Paris, yang dkutip dari berbagai sumber.
1. Saksi Mata Reporter Radio, Julien Pearce
Reporter radio itu sedang berada di Bataclan, gedung konser dan teater di Paris, pada Jumat (13/11) malam, menyaksikan penampilan sebuah band rock asal Amerika Serikat.
Pertunjukan sudah berlangsung hampir satu jam dan baru akan selesai ketika pria-pria bersenjata menyerbu tempat itu, kata Pearce kepada CNN.
"Orang-orang berteriak," kisahnya. "Berlangsung sekitar 10 menit. Sepuluh menit yang mengerikan di mana semua orang di lantai menutupi kepala mereka dan seperti mandi darah", kata Julien Pearce.
Pearce mengatakan, ia dekat dengan panggung ketika peristiwa nahas itu berlangsung. Ia mengaku melihat dua orang yang disebutnya sebeagai teroris masuk ke gedung, "sangat tenang, bertekad," lalu "menembak dengan acak."
Mereka, menurut Pearce, memakai pakaian hitam tanpa topeng. Ia melihat wajah penembah, yang masih sangat muda, maksimal berumur 25 tahun.
"Ia seperti laki-laki acak yang memegang sebuah Kalashnikov. Itu saja," kata Pearce.
Ia mengatakan penembak berdiri dekat ruangan belakang dan terus menembak orang yang langsung menunduk begitu tembakan pertama dilepaskan.
"Mereka tidak bergerak," ujarnya. "Mereka hanya berdiri di (area) belakang ruangan konser dan menembak kami. Seolah kami burung."
Pearce mengatakan ia berujar kepada orang-orang di sekelilingnya untuk bersembunyi dan berpura-pura mati. Mereka menanti hingga si penembak harus mengisi ulang senjatanya dan berlari ke sebuah ruangan kosong, namun ruangan itu tak punya pintu keluar.
"Kami terjebak," ucap Pearce.
Lima menit kemudian, tembakan berhenti. "Mereka mengisi senjata lagi, dan kami lari."
Pearce menemukan pintu keluar dan lari ke jalan, di mana ia melihat 20-25 orang terbaring di jalanan, banyak yang tewas atau terluka parah. Ia tak melihat polisi ketika pertama kali keluar.
Ia juga berpas-pasan dengan seorang gadis remaja yang tertembak dua kali di kaki dan mengalami pendarahan.
"Saya meraihnya, menggendongnya di belakang dan kami lari."
Sekitar 200-300 meter, ia meletakkan gadis itu di taksi dan menyuruhnya ke rumah sakit.
Ketika pertama kali berbicara kepada CNN, Pearce mengatakan temannya masih berada di dalam gedung dan masih bersembunyi.
Ketika masuk ke dalam konser sebelum serangan, Pearce mengatakan bahwa pihak keamanan tak melakukan pemeriksaan dengan teliti. Tak ada pendeteksi logam, petugas juga tak memeriksa tasnya. Mereka hanya melihat tiketnya.
"Keamanannya sangat buruk," ujar Pearce.
2. Saksi mata, Pierre Janaszak
Selain menyebut Suriah, pelaku penembakan di gedung konser Bataclan, Paris, Prancis juga menyinggung soal operasi militer Prancis. Salah satu saksi mata menyebut pelaku menyalahkan Presiden Francois Hollande sebagai alasan penembakan ini.
"Saya jelas mendengar mereka berkata 'Ini salah Hollande, ini salah presiden Anda, dia tidak seharusnya mengintervensi Suriah'. Mereka juga berbicara soal Irak," tutur presenter radio setempat, Pierre Janaszak yang ada di dalam gedung saat penembakan terjadi, seperti dilansir AFP, Sabtu (14/11/2015).
Janaszak duduk di balkon bersama saudara perempuan dan beberapa temannya untuk menonton konser band rock asal Amerika Serikat, Eagles of Death Metal di gedung itu. Sekitar 1 jam sebelum konser dimulai pada Jumat (13/11), mereka mendengar suara tembakan dari bawah.
"Awalnya, saya pikir ini bagian dari acara tapi kami segera menyadari apa yang terjadi. Mereka ada tiga orang dan mereka menembaki kerumunan orang. Mereka membawa senjata besar, saya pikir Kalashnikov, suaranya keras sekali. Mereka tidak berhenti menembak," terangnya.
"Ada lautan darah di mana-mana, mayat di mana-mana. Kami mendengar teriakan. Semua orang berusaha menyelamatkan diri," imbuh Janaszak.
Janaszak menyaksikan sendiri para pelaku menyandera sekitar 20 orang di dalam gedung. Dia juga sempat mendengar para pelaku berbicara kepada para sandera, saat itulah Janaszak mendengar nama Presiden Hollande disebut-sebut sebagai alasan penembakan ini.
Bersama beberapa orang lainnya, Janaszak bersembunyi di toilet hingga situasi aman. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana dia keluar dengan selamat dari gedung tersebut.
3. Saksi Mata, Isobel Bowdery, yang Berpura-pura Mati di Tengah Penembakan
Isobel Bowdery, 22, seorang penggemar musik tak pernah menyangka konser Eagles of Death Metal di Teater Bataclan, Paris, Perancis, pada Jumat 13 November, berakhir tragis. Dia menyaksikan langsung bagaimana penembakan yang diduga dilakukan sekelompok teroris.
Pengalaman mengerikannya itu dia tuangnya dalam sebuah tulisan di halaman Facebook. Dia juga mengunggah foto pakaian dengan noda darah yang digunakannya saat peristiwa yang memaksanya harus berpura-pura mati demi menyelamatkan diri.
Facebook Isobel Bowdery |
Dia memaparkan bagaimana konser yang semula penuh dengan seru, tawa, dan keriangan berubah menjadi kolam darah. Sekelompok orang bersenjata tiba-tiba masuk ke ruangan ketika konser tengah berlangsung dan langsung melepaskan peluru.
Para lelaki yang semulanya bernyanyi dengan semangat kemudian jatuh dengan tetesan air mata. Mereka menangis sambil merangkul tubuh dingin kekasihnya yang meninggal terkena timah panas.
"Terkejut dan sendirian, aku berpura-pura mati selama satu jam. Aku terbaring bersama orang-orang yang menyaksikan orang yang dicintainya tak bergerak lagi," kata dia. "Aku menahan nafas, mencoba tidak bergerak dan menangis yang akan memberi ketakutan bagi mereka. Aku beruntung bisa selamat."
Dengan jelas, Bowdery memaparkan segala pikirannya ketika berbaring tak bergerak di lantai konser. Dia melihat sebagai semua kejadian yang telah dialami semasa hidup menjadi satu.
"Aku berharap, tiap orang yang aku sayangi bahwa apapun yang terjadi padaku, aku berharap mereka tetap percaya ada kebaikan di setiap orang. Tidak membiarkan mereka (pelaku teror) menang," jelas dia.
Bowdery pun berterima kasih kepada semua 'pahlawan' yang telah memberinya pertolongan usai 'pembantaian' ini. Dia juga berjanji tak akan melupakan semua orang yang telah tewas dalam peristiwa ini.
"Tadi malam, banyak kehidupan telah berubah selamanya, itu tergantung kita untuk menjadi orang yang lebih baik. Untuk menghidupkan impian para korban tak bersalah yang tak akan pernah terwujud, istirahatlah dengan tenang. Kalian tak akan kami lupakan," pungkas dia.
4. Saksi mata, Sophie Doran
Pura-pura mati adalah salah satu cara agar selamat dari penyerang yang membabi buta menembakkan timah panas kepada para penonton pertunjukan Eagles of Death Metal di gedung Bataclan, Paris. Selama 30 menit, Sophie Doran bersembunyi di belakang kursi dan pura-pura mati.
Kisah perempuan Melbourne yang menetap di Paris ini diceritakan oleh ayahnya, Michael Doran, kepada ABC dan dilansir Sydney Morning Herald, Minggu (15/11/2015). Michael menuturkan, putrinya menonton konser grup musik cadas itu bersama teman-temannya.
Ketika tembakan terjadi - tepatnya saat Eagles of Death Metal menyanyikan lagu keenam - Sophie dan seorang temannya bersembunyi di belakang kursi-kursi dan pura-pura mati selama 30 menit hingga polisi menyerbu gedung pertunjukan itu. Teman Sophie terluka tapi tak lama kemudian diizinkan keluar dari rumah sakit.
"Dari apa yang dia ceritakan kepada saya, pembantaian dan mandi darah sepertinya adalah refleksi yang akurat atas apa yang mereka semua saksikan di sana," ujar Michael.
5. Saksi mata, Marc Coupris
"Itu pembantaian," kata Marc Coupris (57), yang masih gemetar setelah dibebaskan dari dalam Bataclan seperti dikutip The Guardian, Sabtu (14/11/2015).
6. Saksi mata, Coupris
"Ini tampak seperti medan perang. Ada darah di mana-mana, ada mayat di mana-mana. Aku berada di sisi yang jauh dari lorong saat pengambilan gambar dimulai. Tampaknya ada setidaknya 2 orang bersenjata. Mereka menembak dari balkon," kata Coupris lagi.
Saat kejadian itu, Coupris mengatakan semua orang tertungkup di tanah. Bahkan, dia dan banyak orang lainnya ada di tanah dan ada pula yang berada di dinding. "Kami terus seperti itu. Awalnya kami diam. Saya tidak tahu berapa lama kita tinggal seperti itu, tampaknya seperti selamanya," ujar Coupris.
Sementara korban lainnya mengatakan, "Itu mengerikan, ada begitu banyak mayat, saya tidak bisa bicara tentang itu," kata seorang pria berjanggut sambil berlari menyusuri jalan dari Bataclan.
Stasiun TV Prancis BFMTV mengatakan orang-orang bersenjata yang menyerang Bataclan telah berteriak "Ini untuk Suriah," sebelum melepaskan tembakan.
7. Saksi mata, Anna
Seorang saksi bernama Anna, yang tinggal dekat Bataclan, mengatakan mereka mendengar tembakan. Dengan suara gemetar dia mengatakan kepada BFMTV.
"Kami melihat orang-orang berjalan dan orang-orang dengan senjata. Seluruh daerah tertutup. Kami tidak tahu apa yang terjadi di sini. Oh my God ada tubuh. Ini mengerikan."
Sobat, hendaknya kita bisa menghargai hidup, terutama menghargai waktu-waktu yang kita miliki dengan melakukan apapun yang terbaik untuk Tuhan selama masih dipercayakan nafas olehNya.
Tak selamanya kita diberikan kesempatan untuk memiliki hidup di dunia ini, maka selama kita masih diberi kesempatan, maka hiduplah dengan sebaik-baiknya dan buatlah menjadi bermakna, bukan hanya untuk diri Anda sendiri, tetapi juga untuk semua orang yang Anda kasihi dan mengenal Anda.
Janganlah membuang waktu berharga kita untuk melakukan hal-hal konyol dan merusak. Supaya, suatu saat nanti jika kita sudah tiada, kenangan kebaikan kita masih akan tetap hidup di hati mereka semua. Salam kebajikan
Tidak ada komentar:
Write komentar