KEBAJIKAN ( De 德 ) - Dua orang karateka melakukan aksi duel yang seru. Mereka berusaha untuk memasukkan pukulan ke badan lawannya agar menghasilkan poin kemenangan. Saling mengeluarkan jurus pamungkas untuk mengalahkan dan menjatuhkan lawannya. Berharap dapat keluar sebagai juara. Mereka rela berpeluh keringat dan mengabaikan rasa sakit dari badan yang memerah atau membiru akibat terkena pukulan dan tendangan. Semuanya demi sebuah kehormatan menuju juara sejati.
Kemenangan di atas arena bagi seorang atlet, hanyalah satu proses kecil dari serangkaian proses yang berlangsung dalam waktu lama.
Proses besarnya ada di balik layar, bukan pada saat bertanding. Jauh sebelum bertanding, mereka wajib melakukan ritual latihan yang berat dan menjemukan. Selalu menjaga konsistensi berlatih untuk mengasah kekuatan, kecepatan dan kelincahan pukulan serta melatih daya tahan dan ketangguhan diri.
Di saat orang lain menikmati kebebasan hidup, para atlet harus tetap mengasah kemampuannya. Tidak peduli betapa lelah dan sakitnya serta tidak peduli betapa pun menderitanya selama melatih diri, demi mencapai kemenangan di atas arena.
Namun, sesungguhnya kemenangan seorang atlet bukan hanya ditentukan oleh kehebatannya mengalahkan lawan-lawannya, namun lebih dari itu, mereka harus mampu mengalahkan dirinya sendiri, mengalahkan ego dan nafsu keinginan.
Dapatkah kita membayangkan jika seorang atlet hanya berlatih saat menjelang pertandingan? Tentunya hasil yang tidak menggembirakan akan diperolehnya.
Mau ada pertandingan atau tidak, seorang atlet harus tetap melatih kemampuannya setiap hari tanpa pernah mengenal kata lelah maupun bosan.
Sobatku yang budiman...
Demikian juga dengan kehidupan yang harus kita jalani. Sepanjang waktu kita terus belajar dan berlatih.
Tidak ada kata cukup dalam upaya melatih batin dan pikiran kita, untuk mengubah kebiasaan buruk dan untuk berbuat kebaikan.
Misalnya kita memiliki kebiasaan tidak baik yang harus dihilangkan, seperti kebiasaan menggigit jari dan aktivitas ini sudah dilakukan dalam jangka lama, maka diperlukan tekad yang kuat, konsistensi hati untuk mengubah kebiasaan buruk tersebut. Melatih menjauhkan jari dari mulut, dalam kondisi apapun, terutama saat mendapat tekanan dari luar.
Untuk benar-benar dapat menghilangkan kebiasaan buruk itu, kita harus konsisten melatih pikiran dan menanamkan sugesti bahwa apa yang kita lakukan akan berdampak buruk bagi kesehatan dan menurunkan derajat penampilan kita di mata orang lain.
Menurut penelitian para ahli, kegiatan yang diulang terus-menerus hingga tiga bulan penuh secara konsisten, akan menghasilkan sebuah kebiasaan baru. Yang menjadi permasalahan utamanya adalah tetap konsisten mempertahankan kebiasaan tersebut, tanpa pernah berniat untuk menghentikannya. Jika sekali saja berhenti, maka kita akan sulit untuk memulainya kembali. Pengulangan yang konsisten dan berkesinambungan akan mengubahnya menjadi kebiasaan baru.
Hal yang paling sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah membiasakan diri untuk selalu tersenyum saat bertemu dengan orang lain. Menghilangkan wajah jutek dan tidak ramah.
Selanjutnya melatih hati untuk selalu berpikiran positif, menjauhkan sifat suka melontarkan fitnah atau cibiran yang menyakiti perasaan orang lain, suka meng-share berita yang tidak bermutu serta membiarkan pikiran melayang ke alam dengki dan sirik.
Jika kita serius berlatih secara konsisten dan memiliki motivasi yang kuat untuk mewujudkan apa yang ingin kita capai, maka hidup kita pastilah akan selalu diliputi awan kebahagiaan.
Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar