Kebudayaan Tionghoa bersejarah amat panjang, dengan keyakinan sebagai pokok, moralitas sebagai yang dihormati
Doktrin Konghucu sangat dipengaruhi oleh aliran Tao, kitab "Zhou-Yi" yang mengurai tentang langit dan bumi.
Yin-Yang, alam semesta, masyarakat dan hukum kehidupan manusia, oleh aliran Konghucu disanjung sebagai "Induk dari aneka kitab". Ilmu prediksi yang terdapat di antaranya bahkan ilmu pengetahuan modern juga sulit melacak apa dasar perhitungannya.
Doktrin aliran Buddha, terutama doktrin sub-aliran Zen, telah membawa pengaruh secara halus yang tak terasa bagi para cendekiawan.
Doktrin aliran Konghucu adalah bagian "tingkat duniawi" dari kebudayaan tradisional Tionghoa, mengutamakan norma-norma hubungan keluarga. Di antaranya ajaran "berbakti" telah menduduki porsi yang sangat besar, dengan ungkapan "segala kebajikan diawali dengan berbakti", Konghucu memprakarsai kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan dan keyakinan.
Norma-norma hubungan keluarga dapat secara alami diperluas menjadi norma-norma masyarakat. "Berbakti" dijulurkan ke atas menjadi "kesetiaan pejabat terhadap penguasa", "hormat terhadap yang lebih tua" adalah hubungan antara saudara dalam keluarga, dapat diperluas menjadi "persaudaraan" sesama teman.
Aliran Konghucu mengajarkan kasih sayang orang tua, bakti anak terhadap orang tua, persahabatan antara saudara, penghormatan adik terhadap kakak, di antaranya "kasih sayang dapat dijulurkan ke bawah menjadi "kebajikan" penguasa terhadap pejabat." Asalkan adat istiadat dalam rumpun keluarga dipertahankan, maka norma-norma masyarakat dengan sendirinya juga dapat dilestarikan, ini adalah "membina watak pribadi, menyempurnakan keluarga, memerintah negara dan menentramkan dunia".
Doktrin aliran Buddha dan aliran Tao adalah bagian "luar duniawi" dalam kebudayaan tradisional Tionghoa. Pengaruh Buddha dan Tao terhadap kehidupan masyarakat umum boleh dikatakan tersebar di mana-mana. Ilmu-ilmu pengobatan Tiongkok kuno, qigong, Hongsui, ramal-meramal yang berakar mula dari doktrin aliran Tao, bersama kepercayaan adanya surga dan neraka, perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya, yang berasal dari doktrin aliran Buddha, serta norma-norma dari aliran Konghucu, semua ini telah membentuk inti kebudayaan tradisional Tionghoa.
Keyakinan dari tiga macam aliran Konghucu, Buddha dan Tao telah membangun seperangkat sistem moralitas yang amat kokoh bagi orang-orang Tionghoa, yang disebut "langit tidak berubah, Tao niscaya tidak berubah". Perangkat sistem moralitas ini adalah fondasi yang berfungsi sebagai sandaran bagi masyarakat untuk tetap eksis, stabil dan harmonis. Moralitas yang termasuk dalam lingkup spiritual sering kali bersifat abstrak, sedangkan suatu fungsi penting dari kebudayaan, adalah untuk menyampaikan sistem moralitas tersebut secara populer.
Dengan mengambil empat karya budaya besar berikut sebagai contoh. "Xi You Ji" (Kisah Perjalanan Ke Barat, lebih dikenal dengan legenda Kera Sakti) yang memang adalah cerita dongeng; "Hong Lou Mung" (Impian Balkon Merah) yang pada awalnya juga dijelujuri unsur-unsur dongeng; "Shui Fu Zhuan" (Kisah Para Pahlawan dari Gunung Liang) yang mengisahkan asal usul 108 pendekar; "Shan Guo Yan Yi" (Cerita Tiga Negara atau Sam Kok) yang dimulai dengan peringatan bencana alam, dan diakhiri dengan "peristiwa di dunia tak pernah ada habisnya, apa yang menjadi takdir tak akan terloloskan".
Semua ini mutlak bukan merupakan kebetulan yang mengilhami sang penulis, melainkan adalah pandangan dasar dari kaum intelektual Tiongkok saat itu terhadap alam semesta dan kehidupan manusia. Hasil karya kebudayaan mereka membawa pengaruh yang sangat dalam bagi generasi berikutnya. Sehingga orang Tionghoa sekali membicarakan tentang "persaudaraan", yang terpikir tidak hanya berupa sebuah konsep, melainkan berbagai kisah dan tokoh yang berkaitan dengan hal ini.
Seperti Guan-Yu sang tokoh dalam cerita Samkok yang menjunjung tinggi persaudaraan dalam situasi apa pun, serta kisah-kisah perjalanannya; saat berbicara tentang "kesetiaan", dengan sendirinya akan terpikir tentang kisah Yue Fei yang setia pada negara dengan sepenuh hati, serta Zhu Ge Liang dalam cerita Sam Kok yang membaktikan segenap jiwa raganya hingga akhir hayat, dan lain-lain.
Pujian terhadap "kesetiaan" di dalam nilai-nilai tradisional, melalui karya kaum intelektual yang berupa kisah-kisah menarik diperlihatkan secara gamblang di depan para pembaca. Dengan demikian, ajaran moralitas yang abstrak, telah dibuat menjadi konkret dan berbentuk melalui cara-cara kebudayaan.
Aliran Tao berbicara tentang "sejati", aliran Buddha berbicara tentang "kebajikan", aliran Konghucu berbicara tentang "kesetiaan dan pengampunan". Walaupun bentuk luarnya berbeda, namun pemahaman dari sisi dalamnya sama, tak lain adalah merujuk pada kebaikan. Ini baru merupakan letak basis yang paling berharga dari kebudayaan tradisional yang berakar pada keyakinan "Konghucu, Buddha dan Tao".
Dalam kebudayaan tradisional menjelujur unsur-unsur "langit, Tao, Dewa, Buddha, nasib, takdir, kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan, keyakinan, kejujuran, rasa tahu malu, kesetiaan, rasa bakti, keluhuran jiwa" dan lain-lain. Banyak orang mungkin seumur hidup buta huruf, namun mereka sangat akrab di telinga bahkan ingat sekali terhadap drama dan jalan cerita tradisional.
Bentuk-bentuk kebudayaan yang demikian adalah jalur penting bagi kalangan rakyat untuk memperoleh nilai-nilai tradisional. Maka perusakan PKC terhadap kebudayaan tradisional adalah secara langsung merusak moralitas Tiongkok, juga adalah merusak fondasi kestabilan dan kedamaian masyarakat.
Tidak ada komentar:
Write komentar