Sebuah kapal barang berlayar di Samudra Atlantik. Di buritan kapal ada seorang anak kecil negro, dia adalah seorang pesuruh.
Suatu ketika anak ini tidak berhati-hati sehingga tercebur ke dalam Lautan Atlantik yang bergulung-gulung ombaknya. Anak ini berteriak minta tolong, apa daya ombaknya sangat besar dan angin sangat kencang, orang yang berada di atas kapal tidak ada yang mendengarnya.
Dengan mata terbelalak dia melihat kapal barang tersebut membawa ombak bergerak makin lama makin menjauh. Naluri bertahan hidup anak ini membuat dirinya berenang sekuat tenaga di dalam air yang sangat dingin.
Dia mengerahkan segenap tenaganya untuk mengayuh kedua lengan kurusnya, berusaha keras agar kepalanya tetap berada di atas permukaan air, membuka matanya yang besar memandang ke arah kapal yang pergi semakin menjauh.
Kapal itu makin lama makin jauh, makin lama makin kecil, akhirnya tidak terlihat lagi, sisanya sejauh mata memandang hanya lautan yang tak bertepi. Tenaga anak ini hampir habis, sesungguhnya ia sudah tidak mampu berenang lagi, dia merasakan dirinya serasa akan tenggelam.
Lepaskanlah, hatinya berbisik pada dirinya sendiri. Saat itulah, di dalam benaknya terbayang akan wajah yang begitu welas asih dan pandangan mata yang ramah dari sang kapten tua kapal itu.
Suatu ketika anak ini tidak berhati-hati sehingga tercebur ke dalam Lautan Atlantik yang bergulung-gulung ombaknya. Anak ini berteriak minta tolong, apa daya ombaknya sangat besar dan angin sangat kencang, orang yang berada di atas kapal tidak ada yang mendengarnya.
Dengan mata terbelalak dia melihat kapal barang tersebut membawa ombak bergerak makin lama makin menjauh. Naluri bertahan hidup anak ini membuat dirinya berenang sekuat tenaga di dalam air yang sangat dingin.
Dia mengerahkan segenap tenaganya untuk mengayuh kedua lengan kurusnya, berusaha keras agar kepalanya tetap berada di atas permukaan air, membuka matanya yang besar memandang ke arah kapal yang pergi semakin menjauh.
Kapal itu makin lama makin jauh, makin lama makin kecil, akhirnya tidak terlihat lagi, sisanya sejauh mata memandang hanya lautan yang tak bertepi. Tenaga anak ini hampir habis, sesungguhnya ia sudah tidak mampu berenang lagi, dia merasakan dirinya serasa akan tenggelam.
Lepaskanlah, hatinya berbisik pada dirinya sendiri. Saat itulah, di dalam benaknya terbayang akan wajah yang begitu welas asih dan pandangan mata yang ramah dari sang kapten tua kapal itu.
“Tidak, kapten kapal setelah mengetahui saya tercebur ke laut, pasti akan kembali untuk menolong saya!” Berpikir demikian, anak ini berusaha dengan seluruh keberaniannya menge-rahkan segenap tenaganya yang tersisa untuk berenang lagi.
Akhirnya kapten kapal menyadari bahwa anak negro itu telah hilang, setelah dia memastikan bahwa anak itu tercebur ke laut, dia memerintahkan agar berlayar kembali untuk mencarinya.
Saat itu seseorang menasehatinya, “Sudah sekian lama berlalu. Kalaupun dia tidak mati tenggelam, pasti sudah dimakan oleh ikan hiu…” Kapten kapal agak ragu-ragu, namun akhirnya ia tetap memutuskan untuk kembali mencari anak itu.
Ada orang yang berkata, “Pantaskah tindakan ini hanya demi seorang anak negro?” Sang kapten menghardiknya, “Tutup mulut!”
Ada orang yang berkata, “Pantaskah tindakan ini hanya demi seorang anak negro?” Sang kapten menghardiknya, “Tutup mulut!”
Di saat-saat terakhir ketika anak kecil itu hampir tenggelam, sang kapten tiba tepat pada waktunya dan anak itu tertolong. Ketika anak negro tersebut tersadar, dan saat itu dia pun bersujud untuk berterima kasih kepada sang kapten kapal atas budi baiknya telah menyelamatkan nyawanya.
Kapten itu memapah sang anak negro dan bertanya, “Bocah kecil, bagaimana kamu bisa bertahan begitu lama?” Anak itu menjawab, “Saya tahu Anda pasti akan kembali untuk menolong saya, saya tahu Anda pasti akan datang!” “Bagaimana kamu tahu saya pasti akan datang untuk menolongmu?” tanya kapten kapal lagi.
“Karena saya tahu Anda adalah orang yang demikian!”, jawab si anak.
Mendengar jawaban tersebut, kapten berambut putih ini menjatuhkan diri di atas kedua lututnya bersujud di hadapan anak negro tersebut, air matanya berderai memenuhi wajahnya.
“Bocah kecil, bukan saya yang menyelamatkanmu, sebaliknya, adalah kamu yang telah menolong saya! Saya sangat malu atas keragu-raguanku saat itu…”
Seseorang yang sangat dipercaya oleh orang lain merupakan sebuah kebahagiaan. Pada saat orang lain mengalami keputusasaan, yang dipikirkan olehnya adalah diri Anda, dan yakin akan mendapatkan pertolongan dari Anda, itu adalah sebuah kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Write komentar