Perilaku yang didukung oleh jiwa yang berperi Cinta Kasih dan dilaksanakan dengan Bijaksana akan melahirkan perbuatan yang bernilai Kebenaran, yang menegakkan Keadilan, memenuhi Kewajiban; bila perilaku itu didorong dan dikendalikan oleh perasaan keindahan, itulah laku Susila yang terbabar di dalam berbagai tata sopan santun dan tata upacara dan peribadahan.
Nabi bersabda, “Seorang Susilawan memegang Kebenaran sebagai pokok pendiriannya, Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya. Demikianlah Susilawan.” (Sabda Suci XV: 18)
“Seorang Susilawan terhadap persoalan dunia tidak mengiakan atau menolak mentah-mentah. Hanya Kebenaranlah yang dijadikan ukuran.” (Sabda Suci IV: 10) Mengzipun bersabda, “Cinta Kasih itulah Hati Manusia, Kebenaran itulah Jalan Manusia. Kalau Jalan itu disia-siakan dan tidak dilalui, Hatinya lepas tidak tahu bagaimana mencarinya kembali; ini sungguh menyedihkan.” (Mengzi VIA: 11) “Adapun Kebenaran itulah Jalan dan Kesusilaan itulah Pintu. Hanya seorang Susilawan/Junzi dapat hilir mudik di Jalan itu dan keluar masuk Pintu itu.” (Mengzi VB: 7)
Nabi bersabda, “Seorang Susilawan memegang Kebenaran sebagai pokok pendiriannya, Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya. Demikianlah Susilawan.” (Sabda Suci XV: 18)
“Seorang Susilawan terhadap persoalan dunia tidak mengiakan atau menolak mentah-mentah. Hanya Kebenaranlah yang dijadikan ukuran.” (Sabda Suci IV: 10) Mengzipun bersabda, “Cinta Kasih itulah Hati Manusia, Kebenaran itulah Jalan Manusia. Kalau Jalan itu disia-siakan dan tidak dilalui, Hatinya lepas tidak tahu bagaimana mencarinya kembali; ini sungguh menyedihkan.” (Mengzi VIA: 11) “Adapun Kebenaran itulah Jalan dan Kesusilaan itulah Pintu. Hanya seorang Susilawan/Junzi dapat hilir mudik di Jalan itu dan keluar masuk Pintu itu.” (Mengzi VB: 7)
Mengapakah hanya seorang Susilawan mampu melaksanakan itu? Untuk melaksanakan itu kita dituntut pengabdian dan pengorbanan yang membelakangkan kepentingan pribadi. Mengzi berkata, “Ikan, aku menyukai. Tapak beruang, aku menyukai juga. Kalau tidak dapat kuperoleh kedua-duanya, akan kelepaskan hidup dan kupegang teguh Kebenaran.” (Mengzi VI: 10)
Di dalam melaksanakan Kebenaran orang tidak dapat meninggalkan Kesusilaan, ikutilah ayat-ayat di bawah ini:
- “Hormat tanpa tertib Kesusilaan akan menjadikan orang repot. Berhati-hati tanpa Kesusilaan akan menjadikan orang serba takut. Berani tanpa tertib Kesusilaan akan menjadikan orang suka mengacau. Dan jujur tanpa tertib Kesusilaan akan menjadikan orang berlaku kasar.” (Sabda Suci VIII: 2)
- “Bila keaslian mengalahkan tatacara menjadikan orang bersikap udik. Bila tatacara mengalahkan keaslian menjadikan orang bersikap juru tulis. Maka tatacara dan keaslian itu hendaknya benar-benar selaras. Dengan demikian menjadikan orang bersifat Junzi.” (Sabda Suci VI: 18)
- Ji Zicheng 棘 子 成 / Kik Cusing berkata, “Seorang Junzi itu hanya perlu menjaga kemurnian hatinya. Maka apa perlunya segala tatacara?” Zigong 子 贡 berkata, “Mengapakah tuan melukiskan seorang Junzi demikian? Sungguh sayang! Kata-kata yang telah lepas itu, empat ekor kuda tidak dapat mengejar. Sesungguhnya tatacara itu harus selaras dengan kemurnian hati, dan kemurnian hati itu mewujud di dalam tatacara. Ingatlah, kulit harimau dan macan tutul, bila dihilangkan bulunya takkan banyak beda dengan kulit anjing dan kambing.” (S.S. XII:
- Zigong bertanya, “Seorang yang pada saat miskin tidak mau menjilat dan pada saat kaya tidak sombong, bagaimanakah dia?” Nabi menjawab, “Itu cukup baik. Tetapi alangkah baiknya bila pada saat miskin tetap gembira (di dalam Jalan Suci) dan pada saat kaya tetap menyukai Kesusilaan.” (Sabda Suci I: 15)
Seorang Susilawan memegang Kebenaran sebagai pokok pendiriannya, Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya.
Tidak ada komentar:
Write komentar