Zaman dahulu, diceritakan ada seorang nenek yang hidup bersama putranya; Tuan Handoyo. Tuan Handoyo sangat kikir dan kejam, sebaliknya ibunya suka berderma dan welas asih. Handoyo selalu merintangi setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh ibunya sendiri. Ibunya sering dibentak-bentak dan dicaci maki olehnya, hal ini tentu saja membuat para tetangga tidak senang kepadanya.
Pada suatu hari, seorang pengemis tua renta mendatangi rumah Handoyo dan meminta belas kasihan nenek tua, nenek tua memberikan tiga liter beras kepadanya. Saat pengemis itu menerima beras dan mengucapkan terima kasih, Tuan Handoyo tiba-tiba muncul di depan mereka, direbutnya beras itu dari tangan si pengemis dan dilemparkan ke bawah sehingga beras-beras berserakan ke tanah. Berbarengan dengan itu, tinjunya mendadak meluncur ke muka ibunya yang sudah tua itu sehingga jatuh terkapar dan kemudian ibunya diusir dari rumah. Istri dan anak Handoyo tidak dapat berbuat apa-apa melihat amarah Handoyo yang sedang membara bagaikan api liar. Untunglah para tetangga turun tangan, barulah kejadian ini terselesaikan.
Sejak kejadian itu, sikap Handoyo terhadap ibunya semakin bengis dan kejam.
Beberapa tahun kemudian, tubuh Handoyo yang gemuk ditumbuhi bisul-bisul ganas yang gatal-gatal dan bercucuran nanah berbau busuk, rintihan dan jeritan yang memilukan terdengar sepanjang hari. Penyakit itu berkepanjangan hingga bertahun-tahun, akhirnya Handoyo tersiksa hingga meninggal dunia.
Seminggu sesudah Tuan Handoyo meninggal dunia, anaknya mendapatkan suatu mimpi, bahwa ayahnya pulang dan memberikan nasihat kepadanya:
"Anakku, kini ayahmu sangat menyesal, menyesal sekali! Tetapi penyesalan itu sudah terlambat anakku, karena raja neraka sudah memvonis suatu hukuman berat bagiku. Karena semasa hidup ayahmu selalu mendurhaka kepada nenekmu, maka harus dilahirkan menjadi seekor babi.
Anakku, semasa memiliki tubuh manusia, pergunakanlah kesempatan itu untuk berbuat amal kebajikan. Berbaktilah kepada ibu dan nenekmu yang sudah tua itu. Janganlah sekali-kali mengulangi kesalahan ayahmu ini.
Besok, di rumah penjagal Oto Munandar akan lahir beberapa ekor bebrapa ekor anak babi, di antaranya terdapat seekor yang paling kecil dan kurus, itulah aku, itulah ayahmu yang durhaka ini.
Tolonglah aku anakku yang baik, jemputlah aku pulang ke rumah agar terhindar dari malapetaka penjagalan." Selesai mengatakan itu, arwah Handoyo terus-menerus menangis dengan sedihnya.
Keesokan harinya, ketika terjaga dari mimpi, anak Handoyo langsung mendatangi rumah penjagal Oto Munandar dan ternyata apa yang terdapat dalam mimpinya itu memang betul. Anak babi yang paling kecil dan kurus itu memandang penuh pengharapan seakan-akan menantikan suatu pemberian yang teramat berharga dari anak Handoyo. Melihat itu, anak Handoyo merasa yakin, bahwa babi kecil itu adalah titisan ayahnya, maka ia pun segera membelinya dengan harga tinggi dan dibawanya pulang untuk dipelihara di rumah.
Tidak ada komentar:
Write komentar