|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Sabtu, 28 Januari 2012

Kebajikan Watak Sejati Insani

 

Ada sebuah cerita diskusi yang telah terjadi antara lilin dengan dupa ( hio ) ketika orang sedang sembahyang Imlek di kelenteng.

Sang lilin berkata kepada dupa, “Dupa, akulah seorang bijak yang penuh welas asih, di dalam kegelapan aku rela mengorbankan diriku, aku rela tubuhku hancur dan leleh untuk menerangi sekelilingku.” 

Sang dupa menjawab tidak mau kalah, “Akupun demikian lilin aku rela menghancurkan tubuhku untuk membuat harum sekelilingku, tetapi ada satu hal yang aku melebihi kamu, ketika orang melihat penerangan darimu, orang akan tahu siapa yang menerangi. Tidak demikian dengan aku, orang akan merasakan harumnya aroma yang kuberikan tanpa harus mengetahui siapa aku. Bukankah aku lebih mulia darimu?”

Dari dialog di atas apabila diperhatikan akan terlihat bahwa sebuah lilin yang menyala akan menghancurkan dirinya sendiri demi menerangi kegelapan, sedangkan dupa yang menyala akan menghancurkan dirinya untuk mengharumi sekelilingnya. Keduanya sama-sama rela mengorbankan dirinya untuk kebaikan sekelilingnya, rela berkorban untuk penerangan dan semerbak harum suasana disekelilingnya.


Kalau kita renungkan semangat dari lilin dan dupa maka dapat dibandingkan bahwa lilin rela meleleh untuk menerangi kegelapan, tetapi orang pasti tahu sumber dari mana cahaya yang menerangi kegelapan tersebut dan begitu sang lilin habis, kegelapan akan kembali terjadi. Sebaliknya dengan dupa, ketika menebarkan semerbak harumnya tidak semua orang tahu dari mana sumbernya, meskipun dupa sudah habis terbakar menjadi abu, tak dapat dipungkiri bahwa keharumannya masih tersisa serta tetap meninggalkan kesan yang mendalam.


Demikian halnya dengan manusia yang telah dikaruniai Firman Tian berupa “Watak Sejati”, mampukah menyikapi semangat dupa dalam realitas kesehariannya, sehingga dalam setiap langkah melakukan kebaikan terhadap sekelilingnya tidak selalu harus diketahui siapa ‘aku’ sebagai sang pelakunya untuk beroleh penghargaan, pujian maupun tepuk tangan. Juga, mampukah dalam tingkah lakunya meninggalkan keharuman yang berkesan walau badan ini telah berkalang tanah?


Semangat dari cerita tersebut di atas adalah simbol dari sifat-sifat luhur dari kemanusiaan itu sendiri yang senantiasa terdapat dalam diri manusia sejak dilahirkan. Dalam agama Khonghucu lazimnya disebut Kebajikan Watak Sejati Insani. Dan sebagai manusia yang berbudi luhur (Junzi) wajib menjaga, merawat dan mengembangkan watak sejatinya agar senantiasa lurus, harum dan gemilang. Kelurusan kodrat dan fitrah Watak Sejati inilah terganbarkan sebagai harum-semerbaknya dupa yang dibakar.


Manusia memiliki keegoan yang merupakan bagian dari daya hidup duniawinya yang harus senantiasa dikendalikan, tetapi manusia terkadang juga lepas dalam pengendaliannya sehingga keinginan, ego dan nafsu menguasainya sehingga yang terpikir adalah kepentingan dan kepuasan dirinya saja. Haruslah senantiasa diingat bahwa kebahagiaan tidak selalu terjadi bersamaan dengan terpuaskannya keinginan melainkan seperti yang dikatakan oleh Mengzi, “Tekun hidup sesuai Firman, memberkati diri banyak bahagia.” Itulah yang harus ditumbuh-kembangkan didalam diri setiap manusia, kemudian menyebar kesekelilingnya, dengan demikian menumbuhkan keharmonisan dan kebahagiaan dalam hidup diri dan sekitarnya.


“Yang di dalam Watak Sejati seorang Junzi (Susilawan) ialah Cinta Kasih, Kebenaran, Kesusilaan, dan Kebijaksanaan. Inilah yang berakar di dalam hati, tumbuh dan meraga, membawa cahaya mulia pada wajah, memenuhi punggung sampai ke empat anggota badan. Keempat anggota badan dengan tanpa kata-kata dapat mengerti sendiri.” (Mengzi VIIA : 21,4). 

 “Karena ke-empat benih (Cinta Kasih, Kebenaran, Kesusilaan, Kebijaksanaan) itu ada pada kita, maka yang mengerti itu harus sekuat mungkin mengembangkannya, seperti mengobarkan api yang baru muncul. Siapa dapat benar-benar mengembangkan, ia akan sanggup melindungi empat penjuru lautan; tetapi yang tidak dapat mengembangkan, ia tidak mampu meskipun hanya mengabdi kepada ayah-bundanya.” (Mengzi IIA : 6)

Tidak ada komentar:
Write komentar