Untuk mencapai sukses dan kemajuan, seseorang tidak hanya
memerlukan mitra tetapi juga memerlukan "musuh" atau "pesaing". Orang
tidak akan merasakan arti kemenangan, jika ia tidak pernah bertempur dan
untuk bertempur orang memerlukan lawan.
Karena itu bersyukurlah jika kita memiliki teman yang baik dan " bersyukurlah" juga untuk orang -orang yang selalu ingin mengalahkan dan menjatuhkan kita yang ada di sekitar kita.
Zhuang Zi ( 庄子 ) adalah tokoh agama Dao yang terkemuka di zaman kerajaan-kerajaan berperang di Negeri China. Sedangkan Hui Zi ( 惠施 ) adalah tokoh ahli mantik yang terkemuka pada zaman yang sama. Kedua tokoh filsafat ini sering saling bertentangan, oleh karena itu kedua orang itu sering berdebat dan saling menggugurkan pemikiran yang lain.
Banyak pembesar kala itu sangat senang jika menyaksikan Zhuang Zi da Hui Zi beradu argumentasi. Jika mereka sedang berdebat, selalu saja ada pemikiran dan strategi baru yang bisa dipetik dan dipelajari. Namun di luar istana dan ruang kerja, mereka bersahabat karib dan saling menolong.
Suatu hari Hui Zi sakit keras, belum sempat Zhuang Zi dan orang orang di sekitar menolongnya, ia sudah menghembuskan napas terakhir. Setelah Hui Zi meninggal, Zhuang Zi sangat bersedih dan tidak lagi banyak bicara atau beradu argumentasi serta nampak kurang bergairah hidup.
Ketika Zhuang Zi lewat di depan makam Hui Zi, dengan sedih dituturkannya sebuah cerita pada murid-muridnya, "Di kota Yin, Negara Chu ada seorang tukang batu. Ketika dia sedang mengapur dinding, tanpa disengaja ada sebongkah kapur yang menempel di hidungnya. Bongkahan kapur itu cuma sedikit, tetapi membuat tukang batu itu sangat kesal. Oleh karena itu dia meminta tolong seorang tukang kayu untuk membantunya menghilangkan bongkahan kapur itu.
" Tukan kayu itu menyanggupi, lalu dimintanya si tukang batu berdiri dengan tenan. Diayun-ayunkannya kapaknya, dan seketika ditetaknya hidung si tukang batu. Saat itu si tukang batu berdiri diam tak bergerak. Seketika itu juga bongkahan kapur di hidungnya terlepas, tetapi hidungnnya sedikit pun tidak terluka.
" Ketika bangsawan Song mendengar keahlian si tukang kayu, ia tertarik, lalu dipanggilnya menghadap untuk mempertunjukkan keahliannya.
" Tukang kayu itu berkata, "Memang benar saya pernah berhasil menebas bongkahan kapur di hidung si tukang batu. Tetapi keahlian saya tidak akan bisa ditunjukkan jika tukang batu itu tidak memiliki keberanian dan memberikan saya kesempatan. Sekarang tukang batu itu telah meninggal sehingga saya tidak pernah lagi berlatih menebaskan kapak di hidung orang dengan sempurna. Karena tidak ada lagi orang yang berani seperti dia, bakat saya juga tidak akan bisa ditunjukkan lagi."
Selesai menuturkan cerita ini, Zhuang Zi berkata kepada para muridnya, " Setelah Hui Zi meninggal, tidak ada lagi orang yang memiliki keberanian berdebat dengan saya. Tidak ada lagi pesaing saya yang bisa beradu untuk menunjukkan kepintaran masing-masing. Sekarang saya tidak lagi mempunyai lawan berdebat, sehingga saya tidak lagi bisa berdebat. Apakah kalian semua mengerti apa yang hendak saya sampaikan ?"
Para murid Zhuang Zi pun mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Lalu salah seorang diantara mereka berkata, " Kami mengerti maksud Guru. Seseorang memerlukan lawan bertempur supaya ia megetahui apakah kemampuan bertahan dan bertempurnya baik atau tidak. Untuk mengetahui apakah kebijaksanaan dan kepintarannya bisa diterima oleh banyak orang sebagai yang lebih baik, seseorang memerlukan orang pintar lain yang mau beradu kepintaran dengannya. Seseorang butuh pesaing supaya bisa lebih maju"
Sambil berjalan dan menganggukkan kepala, Zhuang Zi berkata, "Tepat sekali!" Dari pengalaman Zhuang Zi kita bisa mengetahui bahwa " musuh" tidak saja harus dilawan dan dikalahkan, tetapi juga diperlukan untuk mendorong kemajuan kita.
Karena itu bersyukurlah jika kita memiliki teman yang baik dan " bersyukurlah" juga untuk orang -orang yang selalu ingin mengalahkan dan menjatuhkan kita yang ada di sekitar kita.
Zhuang Zi ( 庄子 ) adalah tokoh agama Dao yang terkemuka di zaman kerajaan-kerajaan berperang di Negeri China. Sedangkan Hui Zi ( 惠施 ) adalah tokoh ahli mantik yang terkemuka pada zaman yang sama. Kedua tokoh filsafat ini sering saling bertentangan, oleh karena itu kedua orang itu sering berdebat dan saling menggugurkan pemikiran yang lain.
Banyak pembesar kala itu sangat senang jika menyaksikan Zhuang Zi da Hui Zi beradu argumentasi. Jika mereka sedang berdebat, selalu saja ada pemikiran dan strategi baru yang bisa dipetik dan dipelajari. Namun di luar istana dan ruang kerja, mereka bersahabat karib dan saling menolong.
Suatu hari Hui Zi sakit keras, belum sempat Zhuang Zi dan orang orang di sekitar menolongnya, ia sudah menghembuskan napas terakhir. Setelah Hui Zi meninggal, Zhuang Zi sangat bersedih dan tidak lagi banyak bicara atau beradu argumentasi serta nampak kurang bergairah hidup.
Ketika Zhuang Zi lewat di depan makam Hui Zi, dengan sedih dituturkannya sebuah cerita pada murid-muridnya, "Di kota Yin, Negara Chu ada seorang tukang batu. Ketika dia sedang mengapur dinding, tanpa disengaja ada sebongkah kapur yang menempel di hidungnya. Bongkahan kapur itu cuma sedikit, tetapi membuat tukang batu itu sangat kesal. Oleh karena itu dia meminta tolong seorang tukang kayu untuk membantunya menghilangkan bongkahan kapur itu.
" Tukan kayu itu menyanggupi, lalu dimintanya si tukang batu berdiri dengan tenan. Diayun-ayunkannya kapaknya, dan seketika ditetaknya hidung si tukang batu. Saat itu si tukang batu berdiri diam tak bergerak. Seketika itu juga bongkahan kapur di hidungnya terlepas, tetapi hidungnnya sedikit pun tidak terluka.
" Ketika bangsawan Song mendengar keahlian si tukang kayu, ia tertarik, lalu dipanggilnya menghadap untuk mempertunjukkan keahliannya.
" Tukang kayu itu berkata, "Memang benar saya pernah berhasil menebas bongkahan kapur di hidung si tukang batu. Tetapi keahlian saya tidak akan bisa ditunjukkan jika tukang batu itu tidak memiliki keberanian dan memberikan saya kesempatan. Sekarang tukang batu itu telah meninggal sehingga saya tidak pernah lagi berlatih menebaskan kapak di hidung orang dengan sempurna. Karena tidak ada lagi orang yang berani seperti dia, bakat saya juga tidak akan bisa ditunjukkan lagi."
Selesai menuturkan cerita ini, Zhuang Zi berkata kepada para muridnya, " Setelah Hui Zi meninggal, tidak ada lagi orang yang memiliki keberanian berdebat dengan saya. Tidak ada lagi pesaing saya yang bisa beradu untuk menunjukkan kepintaran masing-masing. Sekarang saya tidak lagi mempunyai lawan berdebat, sehingga saya tidak lagi bisa berdebat. Apakah kalian semua mengerti apa yang hendak saya sampaikan ?"
Para murid Zhuang Zi pun mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Lalu salah seorang diantara mereka berkata, " Kami mengerti maksud Guru. Seseorang memerlukan lawan bertempur supaya ia megetahui apakah kemampuan bertahan dan bertempurnya baik atau tidak. Untuk mengetahui apakah kebijaksanaan dan kepintarannya bisa diterima oleh banyak orang sebagai yang lebih baik, seseorang memerlukan orang pintar lain yang mau beradu kepintaran dengannya. Seseorang butuh pesaing supaya bisa lebih maju"
Sambil berjalan dan menganggukkan kepala, Zhuang Zi berkata, "Tepat sekali!" Dari pengalaman Zhuang Zi kita bisa mengetahui bahwa " musuh" tidak saja harus dilawan dan dikalahkan, tetapi juga diperlukan untuk mendorong kemajuan kita.
Tidak ada komentar:
Write komentar