Dalam kebudayaan Tiongkok kuno yang juga berprinsipkan sebab akibat yang berimbalan, bahwa apabila kita berbuat kebajikan maka pada masa yang akan datang adalah sebab yang telah ditanam untuk memperoleh imbalan kebajikan demi anak cucu.
Pada masa dinasti Ming, di Huguang ada seorang bupati. Bupati itu menabung uang sebanyak 200 tael emas, karena dia ingin menebus kembali sawah nenek moyangnya.
Pada masa dinasti Ming, di Huguang ada seorang bupati. Bupati itu menabung uang sebanyak 200 tael emas, karena dia ingin menebus kembali sawah nenek moyangnya.
Dia berkata kepada anaknya, “Sekarang harga sawah sudah berlipat ganda
dibandingkan dahulu ketika sawah nenek moyang kita digadaikan.
Oleh
sebab itu saya menggunakan cara untuk membeli kembali harga tanah ketika
dahulu dijual. Saya akan membeli kembali dengan harga yang
dahulu, dengan demikian kita bisa mendapatkan harga yang paling murah
dan menguntungkan.”
Pada saat itu, anaknya baru berumur 12 tahun. Mendengar perkataan
ayahnya, dia terdiam, tidak segera memberi jawaban kepada ayahnya.
Setelah berhenti beberapa saat, anaknya perlahan-lahan berkata, “Ayahku,
sawah leluhur kita sudah terjual berapa tahun?” Ayahnya menjawab,
“sudah terjual 30 tahun.”
Anaknya bertanya lagi, “Ada berapa keluarga yang membeli tanah tersebut?”
Ayahnya menjawab, “Semuanya ada 20 keluarga miskin yang bergabung membelinya.”
Anaknya berkata lagi, “Sekarang menurut hukum kerajaan Ming, sawah
nenek moyang yang sudah digadaikan selama 5 tahun, tidak dapat ditebus
kembali lagi. Kenapa ayah tidak mematuhi peraturan pemerintah?”
Ayahnya tidak bisa menjawab. Pada saat itu dirumah mereka ada seorang
tamu, tamu tersebut mendengar perkataan ayah dan anak ini lalu menjawab,
“Menebus kembali sawah nenek moyang adalah sebuah kebanggaan!”
Anak ini sambil mencela tamu tersebut berkata, “Kamu hanya tahu
pemujaan buta kepada nenek moyang, tetapi tidak tahu hukum! Apakah ayah
yang seorang pejabat, membeli sawah yang baru bukan kebanggaan? Kenapa
harus menebus kembali sawah-sawah tersebut!”
Ayahnya berkata, “Jika saya bersikeras membeli kembali sawah-sawah tersebut, mereka tidak akan berani membantah!”
Anaknya menjawab, “Yang Saya khawatirkan adalah karena mereka takut kepada
kekuasaan ayah, sehingga mereka terpaksa menjualnya kepada ayah. Perbuatan tersebut adalah
perbuatan yang tidak baik, yang hanya akan menciptakan karma.”
Sselah mendengar perkataan anaknya, sang Ayah berpikir sejenak, “Anak
kecil seperti kamu sudah mengerti perbuatan baik dan kebajikan itu
adalah hal yang baik, kalau begitu saya akan menambah sedikit biaya
administrasi untuk mereka!”
Anaknya lalu menjawab, “Biaya administrasi adalah masalah kecil, keluarga
kita jika ingin membeli sawah baru adalah hal yang gampang, tetapi
mereka rakyat miskin hendak membeli sawah adalah hal yang sulit;
misalnya mereka sekeluarga tergantung kepada 10 ha sawah tersebut untuk
biaya hidup sekeluarga, sekarang kita menebus kembali sawah tersebut.
Mereka hendak membeli sawah yang baru dengan harga sawah sekarang,
mereka hanya dapat membeli 5 ha, bagaimana kita tega melihat mereka
sekeluarga hanya dengan sawah yang setengah ini bukankah akan membuat mereka
setengah tahun kelaparan?”
Lalu dia membujuk ayahnya, agar jangan menebus kembali sawah nenek moyangnya, tetapi mengumpulkan kebajikan demi anak cucu.
Ayahnya berpikir sampai lama, lalu menjawab, “Anakku! Perkataanmu
sangat masuk akal. Tetapi sawah 18 hektar di samping kuburan nenek
moyang kita, saya harus menebusnya kembali!”
Anaknya memohon kepada ayahnya, harus membeli kembali dengan nilai harga tanah yang
sekarang, dengan demikian baru adil terhadap kaum
miskin. Akhirnya ayahnya menerima saran anaknya.
Para keluarga miskin pemilik sawah setelah mengetahui perbuatan anak 12
tahun ini, pergi ke kuil berdoa untuk keselamatannya. Akhirnya pada
saat usia anak itu 18 tahun, dia lulus ujian kerajaan dan diangkat oleh
kerajaan menjadi menteri.
Pada hari dia akan diangkat menjadi menteri, sambil menunggang kuda dia
pergi menyambut titah raja tersebut. Di sebuah jembatan, kudanya
terpeleset. Dia dan kudanya terjun kedalam sungai, pada saat genting
tiba-tiba seorang Dewa menariknya dan membawanya kembali keatas
jembatan. Pada saat itu dia menyadari bahwa hal ini adalah berkat doa dari para
penduduk pemilik sawah.
Akhirnya, anak tersebut hidup sampai 80 tahun, begitu juga dengan ayahnya yang selalu
berbuat amal membantu orang lain, sehingga mereka sekeluarga hidup dengan sehat
dan panjang umur. (Mingxin.net)
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar