Dalam kebudayaan Tiongkok, selama ribuan tahun, hukum sebab akibat
selalu disebarkan dari mulut ke mulut dan tersebar luas di masyarakat.
Banyak sekali buku / kitab kuno telah mencatat sejumlah besar contoh kasus yang bisa membuktikan kebenaran hukum sebab akibat, tetapi di tengah proses bagaimana melakukannya, malah sulit diterima dan dipahami oleh awam.
Banyak sekali buku / kitab kuno telah mencatat sejumlah besar contoh kasus yang bisa membuktikan kebenaran hukum sebab akibat, tetapi di tengah proses bagaimana melakukannya, malah sulit diterima dan dipahami oleh awam.
Siapapun tidak akan melihat hubungan tranformasi dari proses
tersebut, semata-mata hanya bisa menyaksikan hasil dari sebab akibat itu
sendiri.
Profesor bio-etika Stephen Post, dariUniversitas Case Western
Reserve AS, dan novelis Jill Neimark, dengan bertitik tolak pada sudut
pandang ilmiah modern dan ilmu kedokteran, melakukan penelitian secara
mendalam terhadap perilaku beraneka ragam kebaikan manusia, sebenarnya
dapat timbul hubungan yang bagaimanakah antara ‘memberikan’ dan
‘menerima imbalan’?
Mereka menyusun sebuah tabel pengukuran rinci dan secara jangka panjang
melacak sejumlah orang yang senang memberi, mengategorikan setiap jenis
‘imbalan’ yang dihasilkan oleh ‘pemberian’ serta melakukan statistik
fisik dan analisa psikologi, sehingga mengungkapkan ‘efek medis’ dan
‘indeks kebahagiaan’ yang ditimbulkan oleh ‘pemberian’:
Orang yang ‘baik
hati dan suka beramal’, perilaku kebaikan tersebut menimbulkan pengaruh
yang sangat besar dan mendalam terhadap kesehatan fisik dan mental diri
sendiri.
Selain itu penelitian mereka juga menyebutkan, walau hanya sebuah
senyuman tanda mengerti kepada orang lain, atau menyampaikan sebuah
ekspresi yang lucu dan bersahabat, perilaku sederhana semacam ini, akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi immunoglobulin dalam air liur.
Setelah mereka menggabungkan 100 lebih hasil riset dari 40 lebih
Universitas utama di AS, serta dikombinasikan dengan data yang
ditampilkan oleh laporan percobaan hasil penelusuran mereka secara
jangka panjang, mereka memperoleh berita yang mengejutkan:
Perilaku kebajikan manusia, seperti memuji, mengampuni, keberanian,
humoris, respek, empati, kesetiaan dan lain-lain, pemberian dari
perilaku-perilaku ini menunjukkan, “Rahasia konversi energi magis yang
berada diantara pemberian dan penerimaan imbalan, yakni ketika seseorang
berperilaku memberi, bersamaan dengan itu energi imbalan sedang
melewati segala macam bentuk kembali kepada orang tersebut, hanya saja
dalam banyak kasus, tidak disadari oleh orang tersebut....”
Para ilmuwan yang meneliti dalam bidang neurokimia juga menemukan
fenomena seperti ini: Ketika manusia berniat baik, serta berpikiran
positif, dalam tubuh manusia akan mensekresi neurotransmitter yang bisa
membuat sel-sel tubuh menjadi sehat dan sel kekebalan juga akan berubah
menjadi aktif, maka orang tersebut tidak mudah terjangkiti penyakit,
dengan kata lain, selalu memiliki pikiran lurus, sistem kekebalan tubuh
manusia akan menjadi kuat.
Sebaliknya ketika seseorang berniat jahat dan
berpikiran negatif, maka yang ditempuh adalah sistem saraf yang
berbalikan: yakni sistem negatif orang tersebut terangsang bergerak,
sedangkan sistem positif orang tersebut terkekang, maka sirkulasi
positif dalam fungsi tubuh bisa rusak.
Sesungguhnya, dalam karya besar kitab medis Tiongkok kuno Huang Di Ne Jing pada 5.000 tahun silam sudah disebutkan, Jika mentalitas / emosi seseorang, selalu dipertahankan dalam keadaan
yang hambar dan tenang, pikiran jernih dan tidak galau, bisa mencapai
tujuan zat memori energi murni dan ketenangan batin.
Sesungguhnya, makna
ketenangan itu sangat luas sekali, bukan semata-mata hanya diam tidak
bergerak, melainkan merupakan pikiran dan perilaku dari manusia, ketika
menerima benturan dari sebab eksternal, bisa mempunyai kelapangan dada
untuk bermurah hati, serta pengertian, bukannya segera memasuki keadaan
“bertempur” dan bersilat lidah.
Penelitian dari ilmu pengetahuan modern
menyatakan, setelah seseorang masuk dalam ketenangan, otak besarnya akan
kembali pada keadaan gelombang otak saat masa kanak-kanak, sehingga
membuat proses penuaan mendapatkan ‘pembalikan’ untuk sementara.
Sebuah majalah di AS, pernah menerbitkan sebuah laporan penelitian yang
berjudul Bad mood bisa menimbulkan unsur racun, sebagai berikut:
“Percobaan di laboratorium psikologis menunjukkan, niat jahat dari
manusia, bisa menyebabkan perubahan materi kimia dalam tubuh fisik,
timbul sejenis unsur racun dalam darah. Ketika seseorang dalam keadaan
normal menghembuskan udara ke dalam segelas air es, yang menempel pada
gelas itu adalah semacam materi transparan tak berwarna;
Tetapi ketika
orang tersebut dalam keadaan gusar, dendam, ketakutan, iri hati dan
lainnya, materi yang terkumpul akan menunjukkan warna berbeda yang
sangat jelas. Melalui analisa kimia dapat diketahui, pikiran negatif
manusia bisa menimbulkan unsur beracun dalam tubuhnya.”
Universitas Yale dan Universitas California AS, juga pernah bekerja
sama untuk meneliti sebuah topik “Bagaimana hubungan sosial memengaruhi
angka kematian manusia”. Peneliti mengambil 7.000 personil secara acak
untuk melakukan survei penelusuran selama 9 tahun, studi statistik
ditemukan, Orang yang senang membantu orang lain dan bisa rukun dengan
orang lain, keadaan kesehatan tubuhnya dan panjang usia yang
diprediksikan jelas lebih unggul daripada orang yang sering berniat
jahat, berpandangan sempit, egois dan suka merugikan orang lain demi
keuntungan diri sendiri.
Alhasil angka kematian orang seperti ini 1,5-2
kali lebih tinggi daripada orang kebanyakan. Penelitian tersebut
mendapatkan kesimpulan yang sama pada ras yang berbeda, status sosial
yang berbeda dan kumpulan masyarakat yang memiliki kebiasaan berolah
raga.
Dilihat dari penelitian ilmiah yang selama ini ada, hukum sebab akibat
sudah melampaui nilai orientasi hidup yang disarankan oleh teisme. Dari
sisi lain, penelitian ilmiah ini juga telah membuktikan, keyakinan orang
dahulu terhadap hukum sebab akibat, bukanlah dikarenakan pemikiran yang
tertutup dan pandir, melainkan adalah karena pada zaman itu, merupakan
pandangan dasar dari sekelompok besar orang terhadap kehidupan.
Keyakinan mereka terhadap hukum sebab akibat, juga telah membuktikan
pemikiran orang pada saat itu luas dan terbuka. Sikap keterbukaan ini
menyampaikan kerendahan hati yang dipertahankan oleh kehidupan terhadap
segala hal yang belum diketahui.
Karena keyakinan itu sendiri, adalah suatu sikap keterbukaan maka dari
itu mereka tidak akan mempergunakan pemikiran ekstrem dengan sesuka
hati, untuk membuntu jalan keluar diri sendiri. Taraf pemikiran yang
tercapai juga sangat mudah melepaskan diri dari belenggu niatan jahat.
Efek yang ditimbulkan dari pemikiran yang terbuka, dengan sendirinya
bisa merasakan keharmonisan diantara langit dan bumi.
Seperti yang dikatakan dalam buku kedokteran kuno, ”Jika energi lurus
selalu eksis, maka elemen negatif tak dapat menembus”. Dengan sendirinya
manusia akan hidup sehat dan panjang umur. ( Erabaru )
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, maka anda dipersilahkan untuk mencetak dan mengedarkan semua artikel yang dipublikasikan pada Blog Kebajikan ( De 德 ) ini. Mengutip atau mengcopy artikel di Blog ini harus mencantumkan Kebajikan ( De 德 ) sebagai sumber artikel.
Tidak ada komentar:
Write komentar