Kita hidup seperti seekor ayam, yang tidak tahu apa yang sedang terjadi. Pagi hari ayam itu membawa anak-anaknya keluar mengais makanan.
Pada petang hari, ayam itu kembali ke kandangnya untuk tidur. Pagi berikutnya ia keluar mencari makanan lagi.
Pemiliknya menaburkan beras untuk dimakan ayam itu setiap hari, tapi ia tidak tahu mengapa pemiliknya memberi ia makan. Ayam dan pemiliknya berpikir dalam cara yang sangat berbeda.
Pada petang hari, ayam itu kembali ke kandangnya untuk tidur. Pagi berikutnya ia keluar mencari makanan lagi.
Pemiliknya menaburkan beras untuk dimakan ayam itu setiap hari, tapi ia tidak tahu mengapa pemiliknya memberi ia makan. Ayam dan pemiliknya berpikir dalam cara yang sangat berbeda.
Si pemilik berpikir, "Berapa berat ayam ini?" Sementara ayam itu malah sibuk dengan makanan. Ketika pemilik mengangkat ayam itu untuk menakar beratnya, ayam berpikir si pemilik sedang menunjukkan rasa sayangnya.
Kita juga tidak tahu apa yang sedang terjadi: dari mana kita datang, berapa tahun lagi kita akan hidup, ke mana kita akan pergi, siapa yang akan membawa kita ke sana. Kita tak tahu hal ini sama sekali.
Raja kematian adalah pemilik ayam itu. Kita tak tahu kapan ia akan menangkap kita, karena kita terlampau sibuk; sibuk dengan pandangan, suara, bebauan, citarasa, sensasi sentuhan, dan gagasan.
Kita tak punya kesadaran bahwa kita semakin tua. Kita tak punya kesadaran akan rasa cukup.
Tidak ada komentar:
Write komentar