Kebajikan ( De 德 ) - Apa sebenarnya tujuan orang tua bekerja ? Ini pernah dikemukakan dalam suatu perbincangan yang melibatkan para orang tua dalam satu perkumpulan..
MEMBAHAGIAKAN ANAK, tentu merupakan ranking yang paling tinggi dari suara para orang tua yang hadir. Namun tampaknya kalimat membahagiakan anak, berakibat menjadi salah persepsi dari tiap cara pandang masing-masing.
Membahagiakan Anak nampaknya menjadi satu trend para orang tua dengan berusaha mati-matian mencukupi kebutuhan dan keinginan anak-anak mereka dari gadget, gaya hidup, gaya makan sampai gaya-gaya lainnya yang cenderung konsumtif..
"Jangan sampai Anak saya seperti saya ketika kecil tak memiliki fasilitas ini atau tak memiliki itu..”
”Jangan sampai Anak saya bodoh seperti saya dahulu, sehingga saya sekolahkan di sekolah favorit ini..”
”Saya ingin Anak saya jangan seperti nasib saya sekarang ..lebih maju, lebih pintar dari saya sekarang..”
Begitulah sedikit banyaknya jawaban dari para orang tua yang hadir..
Kesimpulannya para orang tua sekarang, memang selalu membandingkan masa lalunya menjadi suatu kepedulian yang berujung pada pola pikir pada rasa, ”KASIHAN.” Kasihan menjadi acuan masa kanak-kanak orang tua dengan masa kanak-kanak anak kita sekarang, yang bahkan secara tak langsung atau tanpa disadari kita sedang memanjakan anak.
Sebenarnya sah-sah saja mereka berpendapat, namun dalam hidup ini belajarlah menjadi orang tua bijak. Orang tua mungkin memiliki masa lalu, namun tak harus diberlakukan pada Anak kita dengan menukar harga kebahagiaan sesungguhnya.
Orang tua ingin anak- anak lebih bahagia, ingin lebih maju, ingin lebih segala-galanya dari hidup kita sekarang. Hanya sayang caranya kurang efektif. Ketika anak-anak kita menjadi sesuai yang tidak diharapkan, lalu para orang tua akan konseling menceritakan kelakuan anak mereka dan dengan air mata mereka akan mengeluarkan isi hatinya dengan kalimat :
"Sebagai orang tua, kita sudah berusaha memahami, mencukupi apa yang dibutuhkannya, tapi sekarang ..?”
Sobat Kebajikan, dari gambaran tadi kita sebagai orang tua bisa mengambil sedikit hikmah bahwasanya anak adalah sumber kebahagiaan kita dan menjadi tujuan hidup kita.
Membahagiakan dan merawatnya itu adalah tanggungjawab kita, namun gunakan semua dengan porsi yang tepat sesuai kemampuan kita sebagai orang tua.
Masa lalu tak perlu menjadi acuan kebahagiaan anak-anak kita, apalagi membandingkan nasib kita di masa lalu. Nasib tiap manusia tidaklah sama dan masih bisa mengalami perubahan tergantung cara kita menyikapinya.
Jadilah orang tua yang baik bisa memfasilitasi anak bagaimana berbesar hati menerima kekurangan diri dan menerima ketidakmampuan atas suatu keterbatasan. Bagaimana menanamkan kebaikan bukan keegoisan serta bagaimana memahami harga kebahagiaan sesungguhnya.
Menjadikan anak-anak yang mengerti moral, maka akan merubah nasibnya pada kehidupan dewasanya untuk mengerti tentang sebuah takdir kebahagiaan dunia dan akherat..Salam kebajikan (Penulis : Lulu)
MEMBAHAGIAKAN ANAK, tentu merupakan ranking yang paling tinggi dari suara para orang tua yang hadir. Namun tampaknya kalimat membahagiakan anak, berakibat menjadi salah persepsi dari tiap cara pandang masing-masing.
Membahagiakan Anak nampaknya menjadi satu trend para orang tua dengan berusaha mati-matian mencukupi kebutuhan dan keinginan anak-anak mereka dari gadget, gaya hidup, gaya makan sampai gaya-gaya lainnya yang cenderung konsumtif..
"Jangan sampai Anak saya seperti saya ketika kecil tak memiliki fasilitas ini atau tak memiliki itu..”
”Jangan sampai Anak saya bodoh seperti saya dahulu, sehingga saya sekolahkan di sekolah favorit ini..”
”Saya ingin Anak saya jangan seperti nasib saya sekarang ..lebih maju, lebih pintar dari saya sekarang..”
Begitulah sedikit banyaknya jawaban dari para orang tua yang hadir..
Kesimpulannya para orang tua sekarang, memang selalu membandingkan masa lalunya menjadi suatu kepedulian yang berujung pada pola pikir pada rasa, ”KASIHAN.” Kasihan menjadi acuan masa kanak-kanak orang tua dengan masa kanak-kanak anak kita sekarang, yang bahkan secara tak langsung atau tanpa disadari kita sedang memanjakan anak.
Sebenarnya sah-sah saja mereka berpendapat, namun dalam hidup ini belajarlah menjadi orang tua bijak. Orang tua mungkin memiliki masa lalu, namun tak harus diberlakukan pada Anak kita dengan menukar harga kebahagiaan sesungguhnya.
Orang tua ingin anak- anak lebih bahagia, ingin lebih maju, ingin lebih segala-galanya dari hidup kita sekarang. Hanya sayang caranya kurang efektif. Ketika anak-anak kita menjadi sesuai yang tidak diharapkan, lalu para orang tua akan konseling menceritakan kelakuan anak mereka dan dengan air mata mereka akan mengeluarkan isi hatinya dengan kalimat :
"Sebagai orang tua, kita sudah berusaha memahami, mencukupi apa yang dibutuhkannya, tapi sekarang ..?”
Sobat Kebajikan, dari gambaran tadi kita sebagai orang tua bisa mengambil sedikit hikmah bahwasanya anak adalah sumber kebahagiaan kita dan menjadi tujuan hidup kita.
Membahagiakan dan merawatnya itu adalah tanggungjawab kita, namun gunakan semua dengan porsi yang tepat sesuai kemampuan kita sebagai orang tua.
Masa lalu tak perlu menjadi acuan kebahagiaan anak-anak kita, apalagi membandingkan nasib kita di masa lalu. Nasib tiap manusia tidaklah sama dan masih bisa mengalami perubahan tergantung cara kita menyikapinya.
Jadilah orang tua yang baik bisa memfasilitasi anak bagaimana berbesar hati menerima kekurangan diri dan menerima ketidakmampuan atas suatu keterbatasan. Bagaimana menanamkan kebaikan bukan keegoisan serta bagaimana memahami harga kebahagiaan sesungguhnya.
Menjadikan anak-anak yang mengerti moral, maka akan merubah nasibnya pada kehidupan dewasanya untuk mengerti tentang sebuah takdir kebahagiaan dunia dan akherat..Salam kebajikan (Penulis : Lulu)
Tidak ada komentar:
Write komentar