|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 20 November 2014

Mengapa Menggaruk Malah Membuat Semakin Gatal

 


KEBAJIKAN ( De 德 )Ternyata peringatan orangtua ada benarnya: "menggaruk kulit yang gatal, malah membuatnya semakin parah".

Penelitian terkini dari ilmuwan Washington University School of Medicine, St. Louis,AS, menunjukkan bahwa menggaruk akan menyebabkan otak melepaskan serotonin, zat yang dapat mengintensifkan sensasi gatal.

Temuan ini diuji coba pada tikus, tulis laporan online dalam jurnal Neuron. Lingkaran setan pada rasa gatal dan garukan diperkirakan juga terjadi pada manusia, dan penelitian tersebut telah memberikan petunjuk baru yang dapat membantu memecahkan siklus itu, terutama bagi orang yang menderita gatal kronis.

Para ilmuwan telah mengetahui selama puluhan tahun bahwa menggaruk menciptakan sejumlah nyeri ringan di kulit, kata peneliti senior Zhou-Feng Chen, PhD, direktur Washington University Center for the Study of Itch. Rasa sakit dapat mengatasi gatal - setidaknya untuk sementara – yakni dengan mendapatkan sel-sel saraf di sumsum tulang belakang untuk membawa sinyal rasa sakit ke otak bukan sinyal gatal.

"Masalahnya, ketika otak mendapat sinyal rasa sakit tersebut, akan meresponnya dengan memproduksi neurotransmitter serotonin untuk membantu mengontrol rasa sakit itu," jelas Chen. "Namun begitu serotonin menyebar dari otak ke sumsum tulang belakang, kami menemukan bahan kimia dapat 'melompati alur', bergerak dari neuron rasa-nyeri menuju ke sel-sel saraf yang memengaruhi intensitas gatal."

"Para ilmuwan menemukan peran serotonin dalam mengendalikan sakit pada dekade lalu, tapi ini pertama kalinya mengirim pesan kimia dari otak yang berkaitan dengan rasa gatal," tambah Chen.

Sebagai bagian dari studi ini, para peneliti membiakkan sejenis tikus yang kekurangan gen untuk membuat serotonin. Ketika tikus rekayasa genetika itu disuntik dengan zat yang biasanya membuat kulit gatal, tikus itu tidak menggaruk sebanyak jenis mereka yang normal. Tapi ketika tikus rekayasa genetika itu disuntik dengan serotonin, mereka menggaruk seperti yang diharapkan dalam merespon senyawa yang dirancang menginduksi rasa gatal.

"Jadi ini sangat cocok dengan ide bahwa sinyal rasa gatal dan rasa sakit yang ditularkan melalui jalur yang berbeda tetapi terkait," kata Chen, seorang profesor anestesiologi, psikiatri dan pengembangan biologi. "Menggaruk dapat meredakan gatal dengan menciptakan rasa sakit ringan. Tapi ketika tubuh merespon sinyal rasa sakit, respon tersebut benar-benar bisa membuat gatal makin parah," lanjutnya.

Meskipun gangguan serotonin membuat tikus menjadi kurang sensitif terhadap rasa gatal, Chen mengatakan tidaklah praktis mencoba mengobati rasa gatal dengan mencoba memblokir pelepasan serotonin.

Serotonin terlibat dalam pertumbuhan, penuaan, metabolisme tulang dan mengatur suasana hati. Anti-depresi seperti prozac, zoloft dan paxil meningkatkan kadar serotonin untuk mengontrol depresi. Memblokir serotonin malah akan menimbulkan konsekuensi meluas di seluruh tubuh, dan orang tidak akan memiliki cara alami untuk mengontrol rasa sakit.

Sebaliknya, Chen menjelaskan, ada kemungkinan mengganggu komunikasi antara serotonin dan sel saraf di sumsum tulang belakang yang secara khusus mengirimkan rasa gatal. Sel-sel tersebut, dikenal sebagai neuron GRPR, menyampaikan sinyal gatal dari kulit ke otak. Untuk mencapai tujuan itu, tim Chen mengisolasi reseptor yang digunakan serotonin untuk mengaktifkan neuron GRPR.

Untuk melakukan hal ini, tim Chen menyuntik tikus dengan zat penyebab rasa gatal. Mereka juga memberikan senyawa tikus yang mengaktifkan berbagai reseptor serotonin pada sel-sel saraf. Pada akhirnya, mereka mengetahui bahwa reseptor yang dikenal sebagai 5HT1A adalah kunci untuk mengaktifkan rasa gatal spesifik neuron GRPR di sumsum tulang belakang.

Untuk membuktikan bahwa mereka memiliki reseptor yang benar, tim Chen juga diperlakukan tikus dengan senyawa yang menghalangi reseptor 5HT1A, dan tikus itu menggaruk jauh lebih sedikit.

"Kami selalu bertanya-tanya mengapa lingkaran setan gatal-nyeri ini terjadi," kata Chen. "Temuan kami menunjukkan bahwa peristiwa terjadi dalam urutan ini. Pertama, Anda menggaruk, yang menyebabkan sensasi nyeri. Kemudian Anda membuat lebih banyak serotonin untuk mengontrol rasa sakit. Tapi serotonin tidak lebih dari hanya menghambat rasa sakit. Penemuan baru kami menunjukkan bahwa, hal itu juga membuat rasa gatal kian parah dengan mengaktifkan neuron GRPR melalui reseptor 5HT1A."

Selagi timnya terus bekerja untuk lebih memahami mekanisme molekuler dan seluler yang mengontrol siklus tersebut, Chen menyarankan, bagi mereka yang sering menderita gatal-gatal agar memerhatikan saran orangtua dan mencoba untuk tidak menggaruk. Salam kebajikan (theepochtimes)

Tidak ada komentar:
Write komentar